"Kasusnya baru mulai penyelidikan," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB Kombes Pol. Syarif Hidayat di Mataram, Jumat.
Atas adanya proses tersebut, dia mengatakan bahwa pihaknya mengagendakan serangkaian pengumpulan data dan bahan keterangan, baik dari pelapor bernama Marga Indra maupun terlapor.
"Untuk pelapor, sudah diklarifikasi. Terlapor, tunggu selesai semuanya karena itu yang terakhir," ujar dia.
Marga Indra sebagai pelapor melayangkan surat laporan ke Polda NTB pada tanggal 23 Oktober 2024.
Dalam laporannya, Marga Indra melaporkan AR yang kini sebagai anggota DPRD Provinsi NTB periode 2024—2029 terkait dugaan pelanggaran Pasal 378 KUHP yang mengatur tentang tindak pidana penipuan.
Dugaan pidana penipuan ini berawal dari janji terlapor yang akan memberikan pekerjaan 32 paket proyek asal Pemprov NTB atas timbal balik pemberian uang dari pelapor sebanyak Rp1,29 miliar.
Janji terlapor atas pemberian uang tersebut berlangsung di akhir Januari 2021. Saat itu terlapor yang diketahui punya hubungan keluarga dengan pelapor masih berprofesi sebagai pengusaha.
Karena yakin dengan janji terlapor, akhirnya pelapor memberikan Rp1,29 miliar secara tunai pada tanggal 27 Januari 2021. Bukti penyerahan ada dalam bentuk kuitansi.
Usai penyerahan, pada tahun 2022 terlapor memenuhi janjinya untuk memberikan pekerjaan paket proyek Pemprov NTB kepada Marga Indra. Namun, yang diberikan hanya 10 dari 32 pekerjaan paket proyek yang dijanjikan.
Karena hanya diberikan 10 paket proyek, pelapor mengalkulasi nilainya mencapai Rp380 juta dan mencatat masih ada sisa Rp910 juta yang menjadi utang terlapor.
Baca juga: Legislator ingatkan agar masyarakat waspadai penipuan
Baca juga: Polisi tangkap anggota DPRD Bantul terkait penipuan seleksi CPNS
Meskipun hanya diberikan 10 paket proyek, Marga Indra tetap mengerjakan dengan dana pribadinya. Aan Ramadhan, kuasa hukum Marga Indra, sebelumnya membuktikan hal tersebut dengan menunjukkan surat perintah membayar (SPM) sebesar Rp1,53 miliar.
"Pas mau klaim pencairan di Bank NTB, sesuai dengan SPM 10 paket proyek, ternyata yang hanya bisa dicairkan Rp830 juta karena terungkap terlapor sudah lebih dahulu menjaminkan 10 paket proyek ke Bank NTB dan melakukan pemotongan uang SPM," ujar Aan.
Marga Indra yang mengetahui hal tersebut langsung menghubungi terlapor. Namun, terlapor menutupi rasa kecewa terlapor dengan kembali menjanjikan akan memberikan sisa 22 paket proyek pada tahun anggaran 2023.
"Akan tetapi, waktu itu, September 2023, klien kami ini malah mengetahui 22 paket proyek yang dijanjikan terlapor ini sudah dikerjakan orang lain," kata Aan.
Pelapor lantas menagih terlapor untuk mengembalikan sisa uang dari hasil pekerjaan 22 paket proyek yang belum kembali dan sisa pemberian uang pada tahun 2021 dengan nilai keseluruhan menjadi Rp1,6 miliar.
Selanjutnya, dalam uraian laporan, disebutkan bahwa AR juga meminjam uang Rp2 miliar kepada pelapor. Hal itu disampaikan Aan sesuai dengan akta perjanjian utang piutang pada bulan Mei 2024.
"Klien kami kasih dalam bentuk tunai sebesar Rp1,5 miliar dan barang senilai Rp500 juta," ujarnya.
Perjanjian itu dibuat di hadapan notaris dengan jaminan terlapor berupa sertifikat hak milik (SHM) dua bidang lahan di Sumbawa dengan luas 3.560 meter persegi dan 60 meter persegi.
"Dari perjanjian itu, belum semua dikembalikan, masih ada sisa Rp295 juta. Jaminan dua bidang lahan sesuai yang disebut dalam akta perjanjian, juga tidak pernah diberikan," ucap dia.
Terlapor yang kembali merasa kecewa dengan terlapor karena hingga kini masih mengalami kerugian Rp2 miliar. Akhirnya pihaknya melaporkan AR ke Polda NTB.
"Perlu diketahui bahwa akibat perbuatan AR ini, klien kami sekarang jatuh miskin karena uang yang klien kami berikan kepada terlapor ini berasal dari hasil gadai rumahnya, usahanya hancur dibuat," kata Aan.
Dengan melaporkan kasus ini, Aan berharap pihak Polda NTB dapat merespons cepat dan memproses laporan sesuai dengan aturan.
Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2024