Jakarta (ANTARA) - Setelah lebih dari dua dekade penelitian dan dokumentasi, seniman dan fotografer internasional, Constantine Korsovitis, M.DP., akhirnya merilis buku foto yang mendokumentasikan keunikan dan kedalaman seni Teater Bayangan (Wayang) di Asia Tenggara.

Buku yang berjudul A Life In Shadows, Shadow Theatre in Southeast Asia, tidak hanya menampilkan keindahan seni pertunjukan tradisional, tetapi juga mengangkat sisi spiritual, budaya, dan kehidupan para dalang, musisi, dan perajin yang terlibat di balik layar.

“Keputusan saya untuk mengabadikan seni ini bermula dari pengalaman pertama saya di Thailand, ketika saya tanpa sengaja menemukan pertunjukan teater bayangan di sebuah jalan kecil. Itu adalah momen yang mengubah hidup saya, dan saya merasa terhubung dengan seni ini,” katanya saat peluncuran buku di Gedung Pewayangan Keutaman, Jakarta, Kamis.

Constantine menceritakan perjalanan panjangnya yang dimulai sejak masa kecilnya di Yunani, saat ia pertama kali terpapar dengan seni teater bayangan di sana, hingga akhirnya memutuskan untuk menyelami lebih dalam tradisi ini selama kunjungannya ke berbagai negara di Asia Tenggara.

Baca juga: Fadli Zon luncurkan buku "Pesona Wayang Indonesia"

Buku ini tidak hanya berfokus pada aspek pertunjukan teater bayangan itu sendiri, tetapi juga mengungkap sisi kehidupan para seniman yang terlibat.

Melalui foto-foto yang diambil di rumah para dalang, buku ini menggambarkan mereka sebagai pribadi sehari-hari, bukan hanya sebagai tokoh di balik panggung.

Proyek dokumentasi ini memerlukan waktu lebih dari 25 tahun, dengan mengunjungi rumah-rumah para dalang, berbicara dengan mereka tentang spiritualitas, seni, dan kehidupan sehari-hari mereka.

Buku itu juga mencakup berbagai foto yang diambil selama latihan dan kegiatan di luar panggung, menunjukkan aspek-aspek yang sering terlewatkan oleh penonton.

Baca juga: Wayang jadi tali persahabatan antarnegara

“Saya ingin memberikan perspektif yang berbeda tentang teater bayangan, yang tidak hanya dilihat dari segi hiburan, tetapi juga sebagai sarana untuk menyampaikan nilai-nilai spiritual, budaya, dan tradisi,” ujarnya.

Teater bayangan, dengan segala keragamannya di Thailand, Indonesia, dan negara-negara Asia Tenggara lainnya, bukan hanya sekadar hiburan.

Menurut Constantine, seni ini adalah cara untuk berkomunikasi dengan leluhur, menjaga tradisi, dan menyampaikan pesan-pesan yang lebih dalam tentang kehidupan dan hubungan antar manusia.

Peluncuran buku ini menjadi simbol dari upaya sang penulis untuk merayakan dan melestarikan warisan budaya yang kaya, sekaligus membuka ruang bagi diskusi lebih lanjut tentang pentingnya seni sebagai alat penyembuhan dan pendidikan bagi masyarakat.

Acara peluncuran buku tersebut pun berlangsung di Gedung Pewayangan Keutaman, Jakarta, dihadiri oleh para seniman, akademisi, dan pecinta seni dari berbagai negara di Asia Tenggara, termasuk Thailand, Indonesia, dan Malaysia.

Buku tersebut kini dapat diperoleh di berbagai toko buku dan galeri seni, serta tersedia dalam format digital.

Baca juga: Ragam wajah wayang Indonesia

Baca juga: Pemerintah dukung upaya mendekatkan seni wayang ke Gen Z

Pewarta: Putri Hanifa
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2024