"Program Posyandu harus berjalan dengan baik, dilengkapi fasilitasnya dengan alat timbangan atau pengukuran panjang dan tinggi badan terstandar," kata dia saat dihubungi dari Jakarta, Kamis.
Dalam hal ini, kata Meta, para kader Posyandu perlu dilatih termasuk cara menimbang bayi yang benar.
"Misalnya, bagaimana menimbang yang baik karena bayi di bawah dua tahun ditimbang dengan telanjang. Tapi yang seringkali terjadi, popoknya semua ditimbang dan itu hasilnya jadi tidak akurat," tutur dia.
Posyandu, kata Meta, menjadi bagian dari pencegahan primer stunting. Di Posyandu, anak diukur dan ditimbang berat badannya atau panjang badannya dengan alat yang terstandar dengan cara yang benar setiap bulannya.
Baca juga: Jakpus identifikasi risiko dan penanganan kasus stunting
Setelah pemantauan pertumbuhan tersebut, petugas lalu melakukan evaluasi.
"Pencegahan primer artinya dilakukan pada anak-anak yang masih baik-baik saja, berat badan, tinggi badan, status gizinya, kenaikan berat badan setiap bulan juga normal menurut usianya," ujar dia.
Lalu, apabila petugas kesehatan menemukan masalah seperti berat, panjang badan anak kurang, status gizinya kurang atau masalah kenaikan berat badan, maka harus segera merujuk ke puskesmas.
Kemudian, hal lain yang juga penting dalam pencegahan stunting, yakni memastikan alur rujukan dapat berjalan baik saat menemukan masalah gizi pada anak hingga kecurigaan anak terkena stunting atau tengkes.
"Pastikan juga alur rujukan mulai dari Posyandu ke Puskesmas, Puskesmas ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), dapat berjalan baik," kata dia.
Baca juga: Jaksel gandeng perguruan tinggi untuk percepat penanganan stunting
Meta mengatakan ketersediaan stok vaksin untuk menyukseskan program imunisasi anak juga perlu dipastikan dalam pencegahan stunting.
Stunting menjadi salah satu masalah kesehatan anak di Jakarta. Menurut data dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta, terdapat 36.664 balita di Jakarta menghadapi masalah gizi sepanjang Januari hingga Agustus 2024.
Dari data tersebut, sebanyak 26,74 persen atau 10.340 anak mengalami stunting, lalu 4,24 persen atau 1.638 anak mengalami gizi buruk. Kemudian 26,32 persen atau 10.178 anak mengalami gizi kurang dan sekitar 42,70 persen atau 16.508 anak mengalami berat badan kurang.
Kendati demikian, dari 10.340 kasus stunting, sebanyak 5.969 anak sudah membaik dan 4.371 anak masih berjuang kondisinya.
Dalam mengurangi masalah stunting, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berkolaborasi dengan berbagai pihak melalui Program Jakarta Beraksi (Bergerak Atasi Stunting).
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2024