Jakarta (ANTARA) - Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Haryanto Tiara Budiman menilai, Indonesia perlu mencermati dengan hati-hati adanya dampak ekonomi dari kemenangan Donald Trump dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) AS 2024.

Hal ini dikarenakan kemenangan Trump dalam konstetasi Pilpres AS semakin memengaruhi volatilitas pasar keuangan global, tak terkecuali Indonesia.

“Jadi ini memang kita harus mencermati dari hari ke hari. Apakah kemarin reaksi pasar itu hanya reaksi sesaat, atau ini reaksi yang lebih panjang. Kita masih perlu waktu untuk mencermati ini,” kata Haryanto usai konferensi pers BCA Runvestasi 2024 di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, kemenangan Trump tahun ini dikarenakan ketidakpuasan rakyat AS selama periode pemerintahan Joe Biden dari Partai Demokrat. Rakyat AS menginginkan sosok pemimpin yang lebih tegas untuk menyelesaikan permasalahan imigran ilegal serta peningkatan angka pengangguran di Amerika.

Namun dari segi kebijakan ekonomi, Haryanto menilai kepemimpinan Trump nantinya kian menambah ketidakpastian ekonomi global. Ia mencontohkan program pemotongan pajak yang diusung Trump.

Baca juga: BCA: Daya beli rakyat pengaruhi pertumbuhan ekonomi 8 persen

“Yang artinya berpotensi bahwa yang namanya defisit di Amerika ini yang sudah sangat besar, sekarang ini shortfall-nya kan 1,8 triliun dolar AS atau 6,3 persen dari GDP Amerika. Itu bisa melebar,” ujarnya.

Selain itu, Haryanto juga mewanti-wanti adanya peningkatan tarif impor yang bakal berimbas pada nilai ekspor Indonesia ke AS. Lebih lanjut, ia juga memprediksi hasil Pilpres AS nanti akan berdampak pada ketidakpastian kurs Rupiah imbas dari penguatan dolar AS.

“Rupiah kita itu melemah antara lain karena memang dolarnya menguat. Jadi kalau Anda lihat dolar indeks yang disebut DXY, itu memang dalam beberapa hari terakhir ini ada peningkatan. Jadi antara lain ya karena yield surat hutang Amerika juga meningkat dengan sendirinya DXY juga meningkat," ucap Haryanto.

Meskipun demikian, dirinya memberikan catatan bahwa masih terlalu dini untuk menyimpulkan dampak konkrit Pemilu AS terhadap perekonomian Indonesia.

“Sekali lagi apakah ini akan terus tinggi kita juga nggak tahu. Jadi volatilitas di pasar keuangan ini memang masih berlanjut. Yang penting adalah kalau di kita itu kita harus jaga likuiditas, kita harus jaga, pemerintah pasti BI juga menjaga cadangan devisa karena itu penting,” imbuhnya.

Adapun saat Rapat Kerja dengan DPR RI, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan dinamika Pilpres AS memang memberikan tekanan terhadap nilai tukar Rupiah.

Baca juga: BCA: Tim ekonomi Presiden Prabowo dukung pertumbuhan sektor perbankan

“Sementara kita melihat monitoring hari ini perkembangan pemilu di Amerika Serikat yang perhitungan sementaranya adalah Trump itu unggul. Dan prediksi-prediksi dari pasar dan kami juga akan melihat kemungkinan-kemungkinan akan menyebabkan mata uang dolar itu akan kuat,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta, Rabu (7/11)

Perry menuturkan dinamika Pilpres AS menyebabkan penguatan dolar AS, yang berdampak pada seluruh negara termasuk emerging market seperti Indonesia. Dinamika itu memberikan tekanan tidak hanya ke nilai tukar tapi juga arus modal.

“Dinamika ini yang akan berdampak ke seluruh negara khususnya emerging market, termasuk Indonesia, yaitu satu tekanan-tekanan terhadap nilai tukar, kedua arus modal, dan ketiga adalah bagaimana ini berpengaruh kepada dinamika ketidakpastian di pasar keuangan. Ini yang kemudian kita harus respons secara hati-hati,” ujarnya.

Dalam merespons kondisi tersebut, Bank Indonesia terus berkomitmen dan berupaya untuk menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dengan bersinergi erat dengan pemerintah dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).

Donald Trump, capres dari Partai Republik AS, dipastikan memenangi Pilpres 2024 dan menjadi Presiden ke-47 AS, menurut data Fox News dan Associated Press (AP) yang dipantau pada 7 November WIB.

Trump telah meraih 293 suara elektoral, melewati ambang batas 270 suara elektoral yang diperlukan untuk menang Pilpres AS. Kamala Harris, capres dari Partai Demokrat, sampai saat ini baru mengantongi 226 suara elektoral.

Selain itu, menurut data hitung cepat AP, Trump meraih suara pemilih sebesar 50,9 persen, sementara Harris mendapat 47,6 persen.

Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2024