Denpasar (ANTARA) - Korupsi adalah tindak kejahatan luar biasa atau extraordinary crime yang merugikan rakyat. Korupsi dapat dilakukan oleh siapa saja dan terjadi di berbagai lingkungan seperti pemerintahan, lembaga penegak hukum, dan perusahaan swasta.

Lembaga Transparency International, yang setiap tahunnya merilis Indeks Persepsi Korupsi (IPK), mendefinisikan korupsi sebagai perbuatan tidak pantas dan melanggar hukum yang dilakukan oleh oknum pejabat publik, baik politikus atau pegawai negeri, demi memperkaya diri sendiri atau orang-orang terdekat dengan menyalahgunakan wewenang yang dipercayakan oleh publik.

Penulis Jack Bologne dalam bukunya The Accountant Handbook of Fraud and Commercial Crime, seperti yang disadur oleh BPKP dalam bukunya Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional tahun 1999 menjelaskan penyebab terjadinya korupsi melalui Teori GONE. Teori ini menyebutkan bahwa korupsi terjadi karena empat sebab, yakni Greed atau keserakahan, Opportunity atau kesempatan, Need atau kebutuhan, dan Exposes atau pengungkapan.

Lemahnya penegakan hukum juga acap kali dianggap sebagai penyebab korupsi di Indonesia tumbuh subur seperti jamur di musim hujan. Meski sudah ada lembaga antirasuah KPK, kepolisian, dan kejaksaan, tindak pidana korupsi terus terjadi melibatkan banyak penyelenggara negara dari tingkat pusat hingga daerah. Sementara efek jera yang diharapkan dapat menekan jumlah korupsi belum juga optimal hasilnya.

Di Indonesia, melalui Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengelompokkan korupsi ke dalam tujuh jenis. Ketujuh jenis tersebut adalah kerugian keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi.

Dalam Laporan Hasil Pemantauan Tren Korupsi Tahun 2023 yang dilansir Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebutkan terdapat 791 kasus korupsi di Indonesia sepanjang tahun 2023, dengan jumlah tersangka mencapai 1.695 orang dan jumlah kerugian negara sebesar Rp28,4 triliun. Bila dibandingkan dengan data tahun sebelumnya, terjadi peningkatan yang cukup signifikan yakni tercatat 579 kasus dengan 1.396 tersangka dan jumlah kerugian negara sebesar Rp42,747 triliun pada tahun 2022.

Tercatat, kasus-kasus korupsi yang mencuri perhatian masyarakat diantaranya yakni korupsi tata niaga timah, korupsi kuota impor gula, korupsi BTS 4G, kasus BLBI dan yang paling mencengangkan adalah kasus mafia peradilan yang melibatkan Zarof Ricar dan keluarga Tannur.

Ya, korupsi sudah menjadi musuh bersama rakyat Indonesia. Korupsi dapat mengakibatkan melambatnya pertumbuhan ekonomi negara, menurunnya investasi, meningkatnya kemiskinan, timpangnya pendapatan, dan menurunnya tingkat kebahagiaan masyarakat.

Presiden Prabowo Subianto dalam pidato perdananya usai dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia untuk masa jabatan 2024--2029 pada 20 Oktober lalu di Gedung MPR/DPR/DPD, Senayan, Jakarta, dengan tegas menyatakan korupsi membahayakan negara, membahayakan masa depan Indonesia, dan membahayakan masa depan anak dan cucu.

Karena itu pula, akhirnya Prabowo Subianto berbicara dengan lantang berani melawan korupsi melalui berbagai strategi, di antaranya perbaikan sistem yang terdigitalisasi dan mengedepankan penegakan hukum yang tegas. Ini merupakan bentuk komitmen dari seorang Presiden yang menjadikan pemberantasan korupsi sebagai salah satu prioritas utama seperti yang termaktub dalam Astacita Prabowo-Gibran butir ketujuh yakni memperkuat reformasi politik, hukum, dan birokrasi, serta memperkuat pencegahan dan pemberantasan korupsi dan narkoba.
 

Copyright © ANTARA 2024