Jakarta (ANTARA) - Partisipasi pemilih muda atau Generasi Z menjadi sorotan di momentum pesta demokrasi lantaran potensi mereka dalam membentuk dan memandang masa depan politik.
 
Komposisi pemilih terbanyak pada Pemilu 2024 Februari lalu di Indonesia yakni Gen Z dan Milenial. Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 sebanyak 204.807.222 pemilih.
 
Dari jumlah tersebut, sebanyak 66,8 juta pemilih dari Generasi Milenial. Selain itu, pemilih dari Gen Z juga mendominasi sebanyak 46,8 juta pemilih.
 
Melihat penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jakarta 2024 yang semakin dekat, Gen Z kian mengekspresikan dan mengunggah antusiasmenya sebagai wujud kontribusi positif dalam menentukan pilihannya.
 
Beragam corong dan titik terus mereka telusuri demi tercapainya pemimpin yang layak untuk lima tahun ke depan. Bentuk ekspresi mereka mulai dari ketidakpuasan, kritik, hingga rasa ingin tahu pun terlihat jelas dari beberapa unggahan di media sosial.
 
Bahkan, sebagian jari-jari mereka terlihat mulai mengarah untuk memutuskan tak peduli dan berniat golput di pilkada yang nantinya diselenggarakan pada 27 November mendatang.
 
Semua bentuk ungkapan itu menjadi warna untuk menghidupkan kontestasi Pilkada Jakarta 2024. Tak bisa disalahkan, memang Gen Z menjadi kalangan yang tumbuh beriringan dengan perkembangan teknologi.
 
Sama halnya seperti cerita salah satu warga Jakarta Selatan bernama Deananda Ranisha (23) yang mengaku terus mengikuti dinamika Pilkada Jakarta 2024.
 
Meskipun kesehariannya diisi untuk bekerja, Dea tetap meluangkan waktu untuk mencari tahu tahapan pilkada hingga visi-misi dari pasangan calon gubernur dan wakil gubernur yang telah ditetapkan.
 
Dea memaknai pilkada ini sebagai penentu nasib dirinya, baik itu dalam hal transportasi, pekerjaan, sarana dan prasarana, bahkan sumber kebahagiaannya.
 
Perempuan asli Jakarta ini tak pernah melewati setiap pergerakan pilkada. Bahkan dari waktu yang terbilang masih cukup lama, Dea sudah aktif memantau nama-nama bakal calon pemimpin yang harus dia pilih.
 
Media sosial mampu menjadi akses yang cepat dan mudah bagi Dea untuk terus memperbarui berbagai program politik calon kepala daerah.
 
Hal ini menunjukkan bahwa media sosial telah menjadi alat penting bagi Generasi Z untuk memahami, mendiskusikan, dan terlibat dalam proses politik.
 
Hal serupa dikatakan Mochamad Tegar Alam Setiadi (22), Gen Z asal Jagakarsa, Jakarta Selatan. Tegar menjadikan media sosial mulai dari Instagram, TikTok, saluran WhatsApp, dan Facebook sebagai sumber utama informasi politik untuk menentukan pilihan.
 
Tegar terlibat langsung dalam menuangkan aspirasi, kritik, dan dukungannya ke setiap pasangan calon atau paslon yang ada. Upaya kampanye dari setiap paslon di pilkada terus Tegar pantau.
 
Bahkan, jejak digital paslon yang bermunculan di media sosial menjadi pertimbangan Tegar untuk memantapkan hati memilih pemimpin.
 
Dari genggaman tangannya, tanpa ada batasan ruang dan waktu, Tegar merasa cukup berkontribusi dalam pesta demokrasi. Namun, informasi yang disajikan hanya seputar paslon dan gimik lainnya yang justru bisa membuat Gen Z bosan dengan dinamika demokrasi di Indonesia.
 
Tegar merasa pihak penyelenggara yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) perlu lebih gencar melakukan sosialisasi, bimbingan, dan pengetahuan untuk pemilih pemula terkait tahapan, alur, tata cara, dan etika dalam mendukung Pilkada Jakarta yang aman dan damai.
 
Lingkup pembicaraan mengenai pilkada, bagi Tegar bukan hanya tentang bagaimana kegiatan politik itu direplikasi secara daring. Tak cukup setiap paslon berlomba-lomba memberikan asupan program menggiurkan untuk nasib Gen Z ke depan.
 
Politik juga perlu didukung dengan sosialisasi seiring sistem pemilihan dan tahapan yang sering kali berubah setiap saat. Apalagi, Gen Z lebih fokus membuka media sosial untuk mencari tau keramaian paslon, bukan mempelajari tahapan dan aturan.
 
Jika ramainya informasi paslon tanpa diiringi sosialisasi menjadi pemilih yang cerdas, apakah itu cukup untuk menggaet suara Gen Z?
 
 
Gencarkan sosialisasi
 
Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta intens menggencarkan tahapan-tahapan Pilkada 2024 ke sekolah dan kampus menjelang pemungutan suara untuk meningkatkan partisipasi pemilih pemula.
 
Partisipasi pemilih pemula itu dibalut dalam program bernama KPU Goes To School, KPU Goes to Campus, dan KPU Goes to Pesantren. Rangkaian kegiatan tersebut dilakukan dengan mendatangi sekolah-sekolah, kampus-kampus, dan pesantren-pesantren.
 
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jakarta Pusat (Jakpus) melakukan sosialisasi terkait pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024 ke komunitas dan segmen pemilih masyarakat yang ada di Jakarta Pusat pada Senin (30/9/2024). ANTARA/HO-KPU Jakarta Pusat.


KPU DKI juga bekerja sama dengan berbagai pihak, mulai dari lembaga swadaya masyarakat (LSM), organisasi kemahasiswaan, dan pemangku kepentingan (stakeholder) lainnya untuk memberikan edukasi kepada para pemilih pemula.
 
Selain mendatangi tempat pendidikan, KPU DKI juga gencar menyebarkan sosialisasi pemilih pemula melalui media sosial, Film Kejarlah Janji, dan film pendek yang dibagikan KPU.
 
Bahkan, KPU DKI Jakarta melalui KPU di setiap wilayah juga melakukan sosialisasi terkait Pilkada Jakarta 2024 ke seluruh kalangan komunitas dan pemilih berdasarkan segmentasi di wilayahnya.
 
Panitia pemilihan iecamatan (PPK) di setiap wilayah turun langsung melakukan sosialisasi ke komunitas dan segmen pemilih untuk melakukan sosialisasi.
 
Segmen pemilih yang dijangkau dalam sosialisasi KPU antara lain pemilih pemula, pemilih muda, pemilih perempuan, penyandang disabilitas, kelompok marjinal, komunitas, tokoh agama, kelompok keagamaan, dan warga lainnya.
 
Seperti halnya dilakukan oleh KPU Jakarta Pusat yang aktif melakukan pendekatan kreatif, baik melalui tatap muka ataupun konten menarik lainnya.
 
KPU Jakarta Pusat merekap pada Pemilu 2024 Februari lalu, sebanyak 20,4 persen pemilih berusia 17--27 tahun atau sebanyak 169.723 pemilih, sedangkan pada pilkada November nanti, pemilih Gen Z berjumlah 183.103 pemilih dari 813.721 daftar pemilih tetap (DPT).
 
"Untuk pemilih pemula, kami menggunakan metode yang lebih kreatif, baik melalui tatap muka atau melalui konten kreatif di media sosial. Pendekatan ini berbeda dengan masyarakat umum karena generasi muda ini lebih mudah dijangkau melalui media digital," kata Ketua KPU Jakarta Pusat Efniadiansyah.
 
Sosialisasi dari KPU Jakarta Pusat juga dilakukan bersama Pemerintah Kota Jakarta Pusat dan Badan Pengawas Pemilu sekaligus untuk mendata kembali apakah ada yang belum melakukan rekam KTP untuk pemilih pemula.
 
Adapun total sekolah yang menjadi sasaran sosialisasi oleh Pemerintah Kota Jakarta Pusat bersama Bawaslu berjumlah 109 sekolah dengan rincian 13 sekolah di Gambir, 17 sekolah di Sawah Besar, 15 sekolah di Tanah Abang, 11 sekolah di Menteng, 5 sekolah di Johar Baru, 23 sekolah di Kemayoran, 10 sekolah di Cempaka Putih, dan 15 sekolah di Senen.
 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024