Jakarta (ANTARA) - Makin ciamik, dalam 2 dekade terakhir, produk halal kian dilirik konsumen di seluruh dunia. Tak lagi terbatas bagi pasar muslim saja, alur produk halal kini mengalir deras, menarik perhatian berbagai kalangan, termasuk non-muslim, yang semakin menyadari pentingnya kualitas, keamanan, dan nilai etis di balik produk yang mereka konsumsi.

Tren ini mencerminkan perubahan signifikan dalam pola pikir konsumen global yang semakin menghargai transparansi, keberlanjutan, dan tanggung jawab sosial dalam setiap keputusan pembelian mereka. Produk halal, dengan prinsip-prinsipnya yang jelas, kini bukan sekadar pilihan religius, tetapi juga simbol kepercayaan dan kualitas yang universal.

Per 2024, World Population Review mencatat jumlah muslim di seluruh dunia nyaris menyentuh dua miliar jiwa dengan tingkat konsumsi, menurut laporan State of the Global Islamic Economic (SGIE) 2023/2024, mencapai 2,29 triliun dolar AS pada 2022 di sektor makanan, farmasi, kosmetik, fesyen, perjalanan dan media, hingga rekreasi halal. Selain itu, aset keuangan Islam diperkirakan mencapai 3,96 triliun dolar AS pada tahun 2021/2022, meningkat 17 persen dari 3,37 triliun dolar AS pada tahun 2020/2021.

Laporan SGIE tersebut juga menyebutkan impor produk halal negara-negara anggota OKI yang mencakup sektor halal berupa makanan-minuman, fesyen, farmasi, dan kosmetik, mencapai nilai 359 miliar dolar AS di 2022. Angka ini diperkirakan akan tumbuh di level 7,6 persen CAGR menjadi 492 miliar dolar AS pada tahun 2027.

Berkaca dari data itu, menunjukkan bahwa permintaan untuk produk halal tidak hanya terus meningkat, tetapi juga meluas ke berbagai segmen pasar, termasuk makanan, fesyen dan gaya hidup. Sebuah "cawan suci" pasar yang patut dikulik potensinya sehingga mampu menjadikan Indonesia sebagai kiblat ekonomi Islam global.

Pemerintah Indonesia sangat menyadari potensi itu sehingga berkomitmen untuk mengembangkan industri halal sebagai salah satu pilar perekonomian nasional. Langkah ini tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan domestik tetapi juga untuk menembus pasar global.

Dalam upaya ini, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) telah mengeluarkan regulasi yang mewajibkan sertifikasi halal secara resmi yang berlaku mulai 18 Oktober 2024 bagi para pelaku usaha. Kebijakan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk halal dan memastikan bahwa semua produk yang beredar di pasar telah memenuhi standar halal yang ditetapkan.

Gayung pun bersambut. Salah satu jaringan ritel di Indonesia mengapresiasi inisiatif pemerintah tersebut dengan memastikan produk-produk yang dipasarkan retailer tersebut memenuhi kualitas dan standar halal Pemerintah melalui sertifikat halal BPJPH Kementerian Agama.
 

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024