perlunya pembatasan penempatan anggota Polri dalam jabatan K/L serta perbaikan rekrutmen hakim ad hoc pada pengadilan tipikor
Jakarta (ANTARA) - Teknologi yang bagus tidak ada gunanya bila sumber daya manusia di Tanah Air tak dapat memaksimalkan pemanfaatannya. Keadaan tersebut berlaku pula pada reformasi hukum, sebab secanggih apa pun sistem yang sudah dibentuk, tanpa SDM yang memadai, maka eksekusinya tak akan mulus.

Presiden Prabowo Subianto telah menyadari hal tersebut. Kesadarannya tertuang secara gamblang melalui perumusan misi Astacita, yang pada butir keempat berbunyi, “Memperkuat pembangunan sumber daya manusia, sains, teknologi, pendidikan, kesehatan, prestasi olahraga, kesetaraan gender, serta penguatan peran perempuan, pemuda, dan penyandang disabilitas”.

Kehadiran butir tersebut menunjukkan kesadaran pemerintah akan kualitas pembangunan bangsa yang bergantung pada kemajuan masyarakatnya. Dengan menempatkan pengembangan sumber daya manusia sebagai salah satu prioritas utama, secara langsung Prabowo meyakini bahwa Indonesia dapat membangun fondasi yang kokoh bagi generasi mendatang melalui warganya.

Oleh karena itu, Prabowo berkomitmen untuk membangun sumber daya manusia yang berkualitas dari sisi pendidikan dan kesehatan, serta inklusif terhadap perempuan, kaum muda, dan penyandang disabilitas.

Selaras dengan hal tersebut, Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej pun memberi arahan kepada jajaran Kementerian Hukum untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam rangka mengeksekusi reformasi hukum untuk mencapai supremasi hukum yang efektif dan penegakan hukum yang berkeadilan.

Reformasi hukum juga merupakan salah satu misi dari pemerintahan Prabowo, sebagaimana yang termaktub dalam butir ketujuh Astacita.


Menempa ASN

Eddy, sapaan akrab Edward, menyerahkan tanggung jawab penempaan ASN di lingkungan Kementerian Hukum kepada Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kementerian Hukum dan HAM.

Badan itu menyadari bahwa pembangunan SDM yang unggul merupakan kunci untuk menciptakan kepemimpinan kelas dunia yang berdaya saing global. Akan tetapi, kepemimpinan transformasional tidak akan terwujud tanpa SDM yang mumpuni.

SDM yang unggul tidak hanya dituntut memiliki kompetensi teknis yang mumpuni, namun juga harus memiliki karakter berintegritas yang mampu beradaptasi dalam menghadapi tantangan global.

Penting untuk dipahami bahwa kepemimpinan kelas dunia lahir dari individu-individu yang tidak sekadar menguasai bidangnya, tetapi memiliki visi dan inovasi yang dapat mendorong kemajuan kolektif.

Oleh karena itu BPSDM Hukum dan HAM harus mampu menjadi kawah candradimuka bagi para aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Kementerian Hukum. BPSDM lah yang mempersiapkan para ASN untuk menjadi pemimpin masa depan.

Pembangunan SDM bukanlah sekadar investasi, melainkan sebuah kewajiban untuk mencetak pemimpin masa depan yang memiliki wawasan global, namun tetap berakar pada nilai-nilai lokal.

Semua pihak sadar bahwa untuk mereformasi hukum yang efektif dan berkeadilan, Kementerian Hukum tak dapat berdiri sendiri.

Kementerian Hukum bukanlah menara gading, sehingga disiplin ilmu lainnya diperlukan untuk mewujudkan reformasi hukum. Oleh sebab itu, Eddy mengajak kementerian dan lembaga lainnya untuk berkolaborasi dalam rangka mereformasi hukum, seperti Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Lembaga Administrasi Negara (LAN), hingga Badan Kepegawaian Negara (BKN).

Kolaborasi tersebut bermuara pada terbentuknya ASN yang mampu menjadi pelopor supremasi hukum dan berkontribusi pada kemajuan sistem hukum di Indonesia. Tak lain dan tak bukan untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.


Generasi “Mantap”

Untuk menempa ASN demi reformasi hukum, Sekretaris Jenderal Kementerian Hukum dan HAM Nico Afinta berkeinginan untuk membentuk Generasi ‘Mantap’, yang merupakan singkatan dari tiga faktor yaitu iman, kemauan, dan pengetahuan.

Ketiga faktor tersebut penting untuk ditanamkan pada setiap ASN untuk membentuk karakter ASN yang tidak hanya mempunyai segudang ilmu tetapi juga secara spiritual mempunyai kemauan untuk mereformasi hukum dan mempunyai keimanan yang kuat sehingga tidak tergoda untuk melakukan penyelewengan kewenangan yang dimilikinya.

Iman merupakan kompas di dalam diri masing-masing ASN yang mengarungi lautan kehidupan. Apabila seorang pelaut tak mengetahui di mana arah utara, maka ia akan tersasar.

Oleh karena itu, penguatan iman menjadi hal yang terpenting bagi ASN. Iman harus sering diasah di dalam diri para ASN, sehingga mereka memiliki kompas moral yang dapat mencegah mereka dari ketersesatan.

Faktor kedua adalah kemauan dimana ASN perlu memiliki kemauan untuk menghadapi berbagai tantangan guna mewujudkan Indonesia Emas 2045 melalui reformasi hukum. 

Terkait poin tersebut, bisa diibaratkan ASN sebagai pendaki gunung. Yang memulai perjalanan dari kaki gunung. Apabila melihat ke puncak, akan terasa tinggi. Begitu pula ketika mulai melangkah, seorang pendaki pasti akan menjumpai banyak tantangan dari langkah yang semakin berat, jalan terjal, hawa yang semakin dingin, dan tenaga yang semakin terkuras.

Selama seorang ASN memiliki kemauan, maka mereka bisa mencapai kesuksesan, termasuk kesuksesan untuk mereformasi hukum.

Poin terakhir, yakni pengetahuan. Globalisasi dan digitalisasi berdampak pada cepatnya arus informasi. Tanpa pengetahuan, mereka akan tersesat dan terbawa oleh arus informasi.

Dengan kombinasi dari ketiga faktor tersebut, yakni iman, kemauan, dan pengetahuan, maka akan terbentuk Generasi ‘Mantap’ yang dapat mendukung tercapainya reformasi hukum.
 
Tim Percepatan Reformasi Hukum 

Pemerintah sebenarnya sudah punya Tim Percepatan Reformasi Hukum yang tahun lalu sudah bekerja dan menyerahkan rekomendasi kepada Presiden.

Anggota Tim Percepatan Reformasi Hukum yang tergabung dalam kelompok kerja (Pokja) Reformasi Lembaga Peradilan dan Penegakan Hukum, Fachrizal Afandi mengatakan sejak dibentuk pada awal Juni 2023 lalu, timnya telah menuntaskan rekomendasi agenda prioritas jangka pendek dan jangka menengah beserta rencana aksinya.  
 
Tim itu telah mengidentifikasi 7 agenda prioritas jangka pendek dalam melakukan percepatan reformasi hukum yang harus dilaksanakan Kementerian/Lembaga (K/L) terkait dan hasilnya diharapkan dapat dilaporkan pada tahun 2024 ini.

Fachrizal yang juga Ketua Pusat Riset Sistem Peradilan Pidana Universitas Brawijaya (PERSADA UB) menjelaskan tujuh rekomendasi itu.
 
Pertama, Perbaikan Pengelolaan SDM Hakim, Aparat Penegak Hukum (APH), dan ASN terkait. Beberapa agenda yang mencakup isu pertama ini meliputi antara lain pelaksanaan asesmen terhadap pejabat di APH, penguatan proses pengangkatan pejabat APH yang akuntabel melalui lelang jabatan dengan melibatkan KPK, PPATK, dan pihak terkait.

Hal lain yang disoroti adalah perlunya pembatasan penempatan anggota Polri dalam jabatan K/L serta perbaikan rekrutmen hakim ad hoc pada pengadilan tipikor.
 
Kedua, Perbaikan Pengawasan APH dan Hakim fokus pada penguatan pengawasan internal dan eksternal APH serta penegasan proses hukum kepada APH yang melanggar disiplin/etik atau pidana. Ketiga, Peningkatan Tunjangan APH dan Hakim serta Anggaran Penanganan Perkara yang masih tidak sesuai dengan kebutuhan dan membuka peluang koruptif. Keempat, Penguatan Peraturan, Proses Penanganan Perkara, dan Pengelolaan Lapas, termasuk di dalamnya penyusunan aturan yang lebih pasti terkait Restorative Justice, penuntasan status hukum perkara yang menggantung, revisi UU Narkotika, UU ITE, dan pemberian grasi massal untuk narapidana penyalahguna narkotika.

Kelima, Percepatan Pelaksanaan Eksekusi Putusan berkaitan dengan penguatan dukungan Polri terhadap eksekusi putusan perdata dan percepatan eksekusi putusan perdata, TUN, dan KI, serta rekomendasi Ombudsman Republik Indonesia dan putusan perdata yang belum dijalankan pemerintah.
 
Keenam, Percepatan Pemanfaatan Sistem Informasi dan Akuntabilitas yang dapat dilaksanakan, salah satunya melalui SPPT-TI (Sistem Peradilan Pidana Terpadu Berbasis Teknologi Informasi) yang diinisiasi Kemenkopolhukam serta penguatan transparansi proses penanganan perkara pidana di APH.
 
Ketujuh, yang juga sangat penting adalah Penguatan Kelembagaan dan Perbaikan Budaya Organisasi yang meliputi Revisi UU KPK untuk mengembalikan KPK sebagai lembaga mandiri dan berintegritas; Pembentukan Dewan Advokat Nasional untuk standardisasi profesi advokat dan penegakan etik; serta Publikasi laporan tahunan pelaksanaan tugas Polri.

Arahan reformasi hukum sudah jelas dan tegas dipaparkan Tim Percepatan Reformasi Hukum sehingga ibarat lokomotif sudah ada rel yang mengarahkan pada reformasi hukum dan sudah ada tiga faktor yang mendukung pencapaian sebagai bahan bakarnya. 

Peningkatan SDM harus juga menyesuaikan dengan rencana aksi jangka pendek itu sehingga setahap demi setahap tercipta pelayanan bidang hukum termasuk di dalamnya penegakan hukum untuk rasa keadilan masyarakat yang lebih baik.


 
 

Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2024