Jutaan warga AS telah memberikan suara mereka untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden AS yang baru.
Sementara itu, berdasarkan pantauan data hitung cepat dari Fox News hingga 6 November sore waktu Jakarta, Trump diprediksi memenangi Pilpres AS dan menjadi Presiden ke-47 AS usai mendapat 277 suara elektoral, melewati ambang batas 270 suara elektoral yang diperlukan untuk menang Pilpres AS.
Dengan hasil perhitungan suara yang diperkirakan akan semakin menegaskan kemenangan salah satu kandidat, ada sejumlah informasi yang perlu diketahui tentang Pemilu di AS.
Berikut adalah informasi-informasi terkait Pilpres AS yang dikutip dari berbagai sumber:
1. Suara Elektoral
Mengutip keterangan di situs web resmi Pemerintah AS, Electoral College atau Suara Elektoral merupakan sebuah sistem yang menerjemahkan suara rakyat Amerika menjadi siapa yang akan duduk di Gedung Putih selama empat tahun mendatang.
Sistem tersebut berbeda dengan sistem pemilihan presiden yang ada di negara-negara lain. "Tidak ada negara lain yang menggunakan sistem elektoral seperti negara kita," kata Alex Keyssar, profesor sejarah di Universitas Harvard di Massachusetts dalam situs tersebut.
Di AS, warga AS tidak memilih presidennya secara langsung. Sebaliknya, proses pemilu berlangsung melalui Electoral College, di mana 538 perwakilan memberikan suara mereka sesuai dengan hasil di negara bagian yang mereka wakili.
Kedua kandidat yang bersaing dalam Pemilu harus memperoleh 270 Suara Electoral untuk mengeklaim kemenangan.
Jumlah suara elektoral dialokasikan ke negara bagian berdasarkan jumlah penduduknya, dan sebagian besar negara bagian memberikan semua suaranya kepada kandidat mana pun yang memenangkan negara bagian dalam pemungutan suara umum.
Namun, hal itu tidak berlaku di Nebraska dan Maine, yang mengalokasikan suara mereka berdasarkan hasil di distrik kongres, serta pemenang suara terbanyak di negara bagian tersebut.
2. Ancaman bom palsu
Menurut laporan CBS News, yang mengutip dua sumber terkait, hampir 30 ancaman bom palsu dilaporkan menargetkan sejumlah tempat pemungutan suara (TPS) di seluruh AS saat Pemilu pada Selasa (6/11).
Sekitar 17 dari 30 ancaman bom palsu tersebut menargetkan negara bagian Georgia sendiri. Sementara itu, ancaman palsu lainnya dilacak berada di Georgia, Arizona, Michigan dan Wisconsin.
Berita itu muncul beberapa jam setelah FBI mengumumkan mereka "mengetahui" adanya ancaman bom yang ditujukan ke sejumlah TPS di beberapa negara bagian, dan mencatat bahwa banyak di antaranya tampaknya berasal dari domain email Rusia.
"Tidak ada satu pun ancaman yang dapat dipastikan kredibel sejauh ini," kata laporan tersebut dalam sebuah pernyataan.
3. Kekhawatiran internasional
Dengan hasil pantauan data hitung cepat Fox News yang memproyeksikan kemenangan Donald Trump di Pilplres 2024, Peneliti Departemen Hubungan Internasional CSIS Andrew W Mantong mencatat ada kekhawatiran dari komunitas internasional terhadap kemungkinan kemenangan Trump tersebut.
Komunitas internasional khawatir sistem multilateral dan institusi-institusi multilateral akan semakin melemah jika Trump menang dalam Pilpres AS.
"Sekarang, sebetulnya sudah lemah. Tapi kalau Trump terpilih nanti akan menjadi lebih lemah lagi. Yang dikhawatirkan nanti kalau sistem multilateralnya runtuh, semua negosiasi harus dilakukan secara bilateral dan secara transaksional," kata Andrew yang dihubungi pada Rabu.
Runtuhnya sistem multilateral tersebut dikhawatirkan akan terjadi karena Trump dinilai akan cenderung melakukan pendekatan bilateral dan transaksional.
Bagi Indonesia, kabar tersebut, menurutnya, akan menjadi kabar buruk karena sejauh ini diplomasi Indonesia banyak bertumpu pada multilateralisme dan regionalisme.
Baca juga: Pakar: RI perlu beradaptasi dengan siapa pun yang menang Pilpres AS
Baca juga: Media: Jelang Pilpres, banyak warga AS hendak pindah keluar negeri
Pewarta: Katriana
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2024