Mataram (ANTARA) - Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menyebutkan Pemerintah Malaysia membuka lowongan pekerjaan bagi 4.000 pekerja migran Indonesia asal provinsi itu untuk bekerja di perkebunan kelapa sawit.

"Melalui agensinya di Lombok mereka membuka 'job order' untuk 8.000 pekerja, namun untuk tahap awal dibutuhkan 4.000 orang dulu," kata Kepala Disnakertrans Provinsi NTB, I Gede Putu Aryadi, di Mataram, Rabu.

Ia mengatakan proses perekrutan sendiri dilakukan hingga 15 Januari 2025. Nantinya para PMI yang diterima akan ditempatkan di sejumlah perusahaan kelapa sawit besar di Malaysia, seperti Felda Plantation dan Sam Darby.

"Memang dua perusahaan ini yang mengajukan permintaan tenaga kerja ke NTB," ujarnya.

Menurut dia, Disnakertrans Provinsi NTB memiliki komitmen dalam melindungi dan memberdayakan PMI melalui partisipasi aktif dalam diskusi mengenai orientasi pra-pemberangkatan bagi PMI di sektor kelapa sawit untuk koridor Indonesia-Malaysia. Khususnya dalam membekali para calon PMI dengan pemahaman yang lebih mendalam mengenai aspek prosedural, hukum, dan budaya negara tujuan.

"Tujuan kita di sini adalah memastikan bahwa jika ada warga kita yang ingin bekerja di luar negeri, mereka dapat berangkat dengan aman dan kembali membawa berkah, bukan sebaliknya," terang Aryadi.

Karena itu, menurut dia, edukasi tentang migrasi yang aman sangat penting dilakukan. Namun demikian, ia menyayangkan bahwa sering kali keinginan masyarakat untuk berangkat ke luar negeri demi mencari penghidupan yang lebih baik malah tidak sesuai harapan, bahkan menimbulkan musibah karena adanya keinginan mencari jalan pintas (berangkat cepat) yang dapat berisiko.

"Masih banyak yang berpikir bisa ke luar negeri tanpa dokumen atau melalui cara yang tidak sesuai aturan. Hal ini keliru karena setiap negara memiliki aturan, norma, dan hukum yang harus dipatuhi," tegasnya.

Aryadi menyampaikan bahwa para pekerja migran yang berangkat secara prosedural sebenarnya telah banyak berkontribusi bagi negara sehingga negara juga memiliki kewajiban untuk melindungi mereka. Namun, hal ini perlu diimbangi dengan komitmen dari semua pihak untuk meminimalkan risiko.

Khusus untuk penempatan sektor sawit di Malaysia, saat ini ada peraturan baru di mana semua biaya, mulai dari perekrutan sampai penempatan, ditanggung oleh perusahaan di Malaysia, bukan oleh calon pekerja migran Indonesia (CPMI).

"Malaysia Barat sempat ditutup dari awal Januari sampai September karena penataan, sebab banyak tenaga kerja ilegal yang datang dan tidak memiliki keterampilan, tetapi sekarang proses sudah dibuka kembali," ucapnya.

Untuk itu ia mengingatkan masyarakat agar berhati-hati dengan penawaran dari pihak yang tidak resmi. Pastikan perusahaan yang merekrut memiliki izin resmi. Jika ragu, masyarakat dapat bertanya kepada petugas atau pihak berwenang.

Aryadi juga mengingatkan Disnaker kabupaten/kota untuk teliti sebelum memberikan izin bagi perusahaan yang ingin melakukan rekrutmen. Pastikan "job order" yang diberikan benar-benar jelas dan sesuai bidang yang diinginkan. Di tingkat desa, penting juga untuk memverifikasi dokumen calon pekerja migran dan memastikan bahwa izin diberikan secara sah dan sesuai prosedur. Jangan sampai ada pihak yang dirugikan.

"Kami telah menyediakan aplikasi SiapKerja yang bisa diakses langsung dari rumah untuk mempermudah pendaftaran kerja ke luar negeri. Jika mengalami kendala, masyarakat dapat meminta bantuan di Disnaker setempat," katanya.

Baca juga: KDEI Taipei fasilitasi pelatihan literasi digital untuk pekerja migran
Baca juga: Menteri PPMI akan tertibkan lembaga pelatihan kerja nakal cegah TPPO

Pewarta: Nur Imansyah
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024