Jakarta (ANTARA) - Konsultan nefrologi anak dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia - Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo Prof. Dr. dr. Sudung O. Pardede Sp.A(K) menyampaikan bahwa anak yang mengalami sindrom nefrotik dianjurkan untuk membatasi konsumsi garam.

Sindrom nefrotik adalah kondisi yang antara lain ditandai dengan tingginya kadar protein pada urine akibat kerusakan glomerulus, bagian ginjal yang bertugas menyaring darah.

"Karena pasien sindrom nefrotik itu ada bengkak. Nah konsumsi garam ini salah satu penyebab nanti bengkaknya makin bertambah. Sehingga untuk mengatasi bengkaknya, selain memberikan obat juga membatasi konsumsi garam," kata Prof. Sudung dalam diskusi yang diikuti via daring dari Jakarta, Rabu.

Pada anak dengan sindrom nefrotik, pembengkakan bisa terjadi di area kelopak mata, perut, kemaluan, punggung kaki, dan perut.

Selain memastikan anak dengan sindrom nefrotik rutin mengonsumsi obat yang dapat merangsang pipis lebih banyak untuk mengurangi cairan penyebab bengkak, Prof. Sudung mengatakan, orang tua perlu membatasi konsumsi garam anak untuk mengatasi pembengkakan.

Apabila konsumsi garam tidak dibatasi, ia melanjutkan, maka cairan yang seharusnya dikeluarkan akan tertahan sehingga pembengkakan tidak kunjung sembuh.

"Oleh karena itu, garam sementara dikurangi dulu, dibatasi dulu, supaya nanti jangan terjadi penambahan garam dalam tubuh si anak," katanya.

Baca juga: Diare yang tak tertangani bisa berujung gangguan ginjal

Baca juga: Infeksi saluran kemih tidak teratasi sebabkan penyakit ginjal

Prof. Sudung menyampaikan bahwa anak dengan sindrom nefrotik biasanya dengan sendirinya meminimalkan gerakan karena ketidaknyamanan yang dirasakan.

Kendati demikian, orang tua tetap perlu memastikan anak mengurangi kegiatan untuk mengatasi pembengkakan dan mempercepat penyembuhan.

Prof. Sudung juga mengemukakan perlunya orang tua memperhatikan kondisi urine anak dengan sindrom nefrotik yang telah selesai menjalani pengobatan.

"Meskipun sudah sembuh, tetap perlu dievaluasi untuk melihat kemungkinan kambuh," katanya.

"Tahunya kambuh, ya diobati, (disertai) dengan pemeriksaan kemihnya," ia menambahkan.

Menurut informasi yang disiarkan di laman resmi Kementerian Kesehatan, sindrom nefrotik adalah gangguan pada ginjal yang terjadi akibat kerusakan glomerulus, yang membuat protein bocor dan masuk ke cairan urine.

Kebocoran protein akan menyebabkan kadar protein dalam darah (albumin) menjadi rendah. Akibatnya cairan akan keluar dari pembuluh darah ke jaringan di sekitarnya dan menimbulkan pembengkakan.

Gangguan ginjal ini antara lain ditandai dengan proteinuria atau adanya protein dalam urine; urine yang berbusa karena adanya protein; serta edema atau pembengkakan di sekitar mata, kemaluan, perut, kaki, dan tangan.

Gejala lainnya meliputi diare, mual, letih, lesu, kehilangan nafsu makan, dan bertambahnya berat badan akibat penumpukan cairan tubuh.

Selain membatasi konsumsi makanan tinggi natrium untuk membantu menjaga tekanan darah dan mencegah edema, pasien dengan sindrom nefrotik juga dianjurkan menjalani diet rendah lemak, khususnya lemak jenuh.

Baca juga: Hati-hati memberikan teh kepada anak

Baca juga: Pembatasan konsumsi gula sejak dini bantu kurangi risiko diabetes

Pewarta: Fitra Ashari
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2024