"Tentu, jika harga BBM semakin naik, kaum yang mudah terdampak itu kelas menengah, karena harga bahan pokok bisa naik, takutnya ini menimbulkan masalah baru," ujarnya di Mataram, Nusa Tenggara Barat, Rabu.
Nila menuturkan kaum kelas menengah berada di posisi belum stabil, sehingga rentan terkena dampak yang serius, terutama bagi pelaku usaha.
Baca juga: Ekonom ingatkan Prabowo atasi masalah penurunan kelas menengah
Kelas menengah adalah kaum yang dekat dengan garis kemiskinan, sehingga posisi mereka menjadi bagian yang harus diperhatikan oleh pemerintah.
Menurut Nila, kebijakan BLT tidak dapat memberikan dampak jangka panjang untuk menekan angka kemiskinan. Jika masyarakat diberikan bantuan secara langsung, bantuan tersebut sering kali tidak digunakan sebagaimana mestinya.
Dia menyampaikan bahwa pemetaan penerima BLT harus memiliki indikator yang jelas untuk meminimalisasi bantuan yang tidak tepat sasaran.
"Kita lihat kasus program keluarga harapan (PKH), mereka punya rumah bagus, tapi dapat bantuan. Artinya, harus dilihat dulu siapa penerimanya," ucap Nila.
Selain indikator yang jelas, penyaluran BLT juga harus menjadi perhatian pemerintah, khususnya bagi masyarakat yang tidak mempunyai rekening bank.
Pemerintah perlu memperhatikan kasus program keluarga harapan, mengingat banyak warga tidak memiliki rekening bank. Masyarakat menganggap bantuan itu diterima dari satu tempat saja.
Lebih lanjut, Nila mengatakan bantuan yang diupayakan untuk mengentaskan kemiskinan harus memiliki dampak jangka panjang, sehingga tidak memberikan kepuasan sesaat bagi penerima bantuan.
"Masyarakat seolah-olah dininabobokan dengan BLT, padahal yang harus dilakukan adalah upaya signifikan untuk mengubah kualitas atau pola hidup," pungkasnya.
Baca juga: Ekonom khawatirkan wacana PPN 12 persen di tengah isu kelas menengah
Baca juga: Kelas menengah terhimpit situasi ekonomi, Kun janji dorong UMKM tumbuh
Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, subsidi energi menjadi salah satu perhatian pemerintah pusat agar daya beli kelas menengah tidak mengalami penurunan.
Rencana mengubah skema subsidi BBM ke BLT itu kian diperkuat oleh pernyataan Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia yang mengungkapkan nilai subsidi energi yang berpotensi tidak tepat sasaran mencapai Rp100 triliun dari alokasi subsidi dan kompensasi energi tahun ini sebesar Rp435 triliun.
Pemerintah pusat saat ini masih mengkaji formula subsidi lewat bantuan langsung tunai tersebut terhadap inflasi, daya beli, industri yang berkaitan dan terutama kemampuan APBN.
Pewarta: Sugiharto Purnama dan Alifia Maulin
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2024