Jakarta (ANTARA) - Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek), Satryo Soemantri Brodjonegoro menyampaikan kesiapannya untuk memperjuangkan kenaikan gaji bagi dosen, baik ASN maupun swasta, dengan bantuan dari Komisi X DPR RI.

"Untuk kenaikan gaji dosen, kami juga akan membuat skenario, kalau gaji dosen ASN dinaikkan, swasta tidak, itu juga akan menimbulkan permasalahan baru. Oleh karena itu, dengan bantuan dari Komisi X memperjuangkan anggaran yang dibutuhkan untuk menaikkan gaji dosen, baik ASN maupun swasta," kata Satryo.

Hal tersebut dia sampaikan dalam Rapat Kerja bersama Komisi X DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu.

Baca juga: Akademisi: Hasil survei sementara mayoritas gaji dosen 2 juta-5 juta

Meskipun bukan merupakan hal yang mudah, Satryo menyampaikan pihaknya akan berusaha agar kenaikan gaji dosen tidak hanya berlaku bagi mereka yang berstatus ASN, tetapi juga dosen dari perguruan tinggi swasta.

"Mendanai program-program oleh swasta itu tidak mudah, tapi bisa dilaksanakan dengan sebaik-baiknya," ujar dia.

Upaya untuk menaikkan gaji dosen itu juga merupakan tanggapan dari Satryo atas tuntutan dari Serikat Pekerja Kampus (SPK) yang disampaikan oleh Komisi X DPR RI.

Sebelumnya, pada Selasa (5/11) dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi X, SPK meminta pemerintah mengupayakan dosen-dosen di Indonesia memperoleh upah yang layak, yakni minimal Rp10 juta per bulan.

"Tuntutan kami, tentu saja kami berharap, berikan upah yang layak. Take home pay minimal Rp10 juta. Kenapa Rp10 juta? Karena di kementerian pun, mohon maaf Kementerian Keuangan di bawah S-1 pun mereka take home pay Rp10 juta," kata Ketua SPK, Dhia Al Uyun.

Apabila tidak memungkinkan Rp10 juta, kata Dhia, SPK menilai standar gaji yang layak bagi dosen adalah minimum sebesar 3 kali UMR di suatu daerah.

Dhia yang merupakan dosen Universitas Brawijaya itu menyampaikan SPK telah melakukan riset dan menemukan bahwa 61 persen dari 1.200 orang dosen mendapatkan gaji bersih di bawah Rp3 juta.

"Kami sudah ada riset, 1.200 dosen itu di bawah Rp3 juta, jadi setara upah satpam bank untuk jenjang pendidikan S-2, dosen minimal S-2. Kemudian, dosen perguruan tinggi swasta lebih tragis lagi, karena mereka di bawah Rp2 juta, lebih rendah dari tukang bangunan, padahal mereka juga S-2," ucap dia.

Baca juga: Komisi X dorong pemerintah evaluasi kebijakan soal kesejahteraan dosen

Baca juga: SPK minta dosen diberikan upah yang layak minimal Rp10 juta

Ia menyampaikan 61 persen dari 1.200 dosen yang mengikuti riset SPK menyatakan bahwa beban kerja mereka tidak sebanding dengan kompensasi yang didapatkan. Lalu, 76 persen diantaranya mengaku bekerja sampingan demi memenuhi kebutuhan sehari-hari.

"Jadi, dosen-dosen di Indonesia kayanya karena kerja sampingan, bukan karena profesi sebagai dosen," kata dia.

Dalam kesempatan yang sama, Dhia menyampaikan bahwa dampak dari kompensasi yang tidak sesuai beban kerja itu, 72,2 persen dosen mengalami kelelahan kerja tinggi.

Kemudian, ada dosen yang melakukan bunuh diri, mengalami gangguan jiwa, dan meninggal saat bertugas. Bahkan, kata dia, ada dosen-dosen yang terjerat pinjaman online.

Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2024