Jakarta (ANTARA News) - Mantan menteri pemuda dan olahraga Andi Alifian Mallarangeng dijatuhi hukuman 4 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan karena terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek Pembangunan Lanjutan Pusat Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Andi Alifian Mallarangeng terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagai dakwaan alternatif."
"Kedua menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada terdakwa Andi Alifian Mallarangeng dengan pidana penjara selama 4 tahun dan pidana denda sebanyak Rp200 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti kurungan selama 2 bulan," kata ketua majelis hakim Haswandi di pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat.
Hakim menilai bahwa Andi melanggar pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 65 ayat (1) KUHP mengenai penyelenggara negara yang menyalahgunakan kewenangan dan memperkaya diri sendiri dan orang lain.
Vonis itu lebih ringan dibanding tuntutan jaksa penuntut umum KPK yang menuntut Andi agar dipidana selama 10 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan di tambah pidana uang pengganti sejumlah Rp2,5 miliar subider 2 tahun.
Hal yang memberatkan adalah perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelenggara yang bersih dari korupsi, kolusi, nepotisme.
Sedangkan hal yang meringankan adalah terdakwa belum pernah dihukum, bersikap sopan selama pesidangan, mengabdi kepada negara dan mendapat penghargaan bintang jasa utama dari pemerintah, dan terdakwa belum menikmati hasil perbuatannya, tutur Haswandi.
Hakim menilai bahwa Andi terbukti menyalahgunakan kewenangan karena lalai mengontrol dan mengawasi adiknya Andi Zulkarnaen Anwar alias Choel Mallarangeng dan stafnya yaitu mantan Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga Wafid Muharram dan mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah tangga Kemenpora Deddy Kusdinar.
"Terdakwa tidak mengontrol dan mengawasi adiknya Choel Mallarangeng untuk berhubungan dengan pejabat Kemenpora dan memberikan sarana untuk memudahkan jalan sehingga Choel meminta fee kepada Wafid Muharam dan Deddy Kusdinar yang dari fakta persidangan meminta 550 ribu dolar AS sebagai imbalan diloloskannya PT Adhi Karya dan Rp2 miliar dari PT Global Daya Manunggal (GDM) yang diserahkan Herman Prananto dan karena bisa memenangkan PT GDM sebagai subkontraktor PT Adhi Karya adalah perbuatan persifat koruptif," ungkap hakim Haswandi.
Hakim juga menilai bahwa Andi yang memilih hanya mengerjakan bagian kebijakan Kemenpora dan bukan teknis membuat mantan Sesmenpora Wafid Muharam berakibat ditandatanganinya proyek P3SON Hambalang menggunakan tanda tangan Wafid Muharam.
"Padahal, seharusnya proyek yang bernilai lebih dari Rp50 miliar itu ditandatangani terdakwa selaku Menpora dan bertentangan dengan aturan. Perbuatan terdakwa mengakibatkan tidak terlaksanakan fungsi kontrol yang baik terhadap staf dan bawahan dan fungsi pengawasan," jelas Haswandi.
Andi juga dinilai tidak melarang stafnya untuk mengunakan dana dari fee-fee Kemenpora yang dikelaola Poniran yang bukan bendahara Kemenpora untuk kegiatan operasional, pemberian THR untuk protokoler menpora, pembantu dan pengawal di rumah dinas menpora dan rumah kediaman Andi serta akomodasi dan pembelian tiket pertandingan sepak bola piala AFF di Senayan dan Malaysia serta pertandingan tim Manchester United untuk rombongan Menpora serta anggota Komisi X DPR seperti dari tagihan travel sebesar 30.410 dolar AS dan kelebihan bagasi Rp6 juta.
Sehingga tindakan itu merugikan keuangan negara dengan nilai total Rp464,391 miliar.
Kerugian itu karena Hambalang mengalami total lost alias tidak dapat dipergunakan seluruhnya padahal Kemenpora sudah membayarkan dana kepada PT Yodya Karya selaku konsultan Perencana (Rp12,58 miliar), PT Ciriajasa Cipta Mandiri selaku konsultan manajemen konstruksi (Rp5,85 miliar), KSO Adhi Karya dan Wijaya Karta sebagai pelaksana jasa kontruksi (Rp453,27 miliar).
Namun, perbuatan Andi itu dianggap menguntungkan pihak lain yaitu mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum (Rp2,21 miliar), Wafid Muharam (Rp6,55 miliar), mantan Ketua Komisi X Mahyuddin (Rp500 juta), Adirusman Dault (Rp500 juta), anggota Badan Anggaran DPR Olly Dondokambey (Rp2,5 miliar), petugas penelaah pendapat teknis Kementerian Pekerjaan Umum yaitu Guratno Hartono, Tulus, Sumirat, hidayat, Widianto, Indah, Dedi Permadi dan Bhamanto sebesar Rp135 juta, Deddy Kusdinar (Rp300 juta), sewa hotel dalam rangka konsinyering persiapan lelang (Rp606 juta), pengurusan retribusi Izin mendirian Bangunan sebesar Rp100 juta dan angota DPR seniai Rp500 juta.
Hakim juga tidak meloloskan permintaan agar Andi membayarkan uang pengganti sebesar Rp2,5 miliar.
"Tidak ditemukan fakta terdakwa menikmati yang dituduhkan karena uang itu bukan untuk kepentingan terdakwa tapi untuk jamuan tamu-tamu Kemenpora, pemberian karangan bunga, pembayaran akomodasi dan tiket pertanding AFF di Senayan dan Malaysia, uang saku dan transpor staf sekretaris DPR saat rapat dengar pendapat dan rapat kerja, tiket dan akomodasi kunjungan kerja pimpinan dan anggota Komisi X, pemberian THR protokoler kemenpora, pembantu, sopir dan petugas keamanan dan berobat Ibu Andi Asni yang dibayar Poniran melalui Iim Rohimah," ungkap hakim.
Atas vonis tersebut, Andi menyatakan banding.
"Terima kasih yang mulia akhirnya persidangan berjalan lancar dan berakhir dengan putusan yang disampaikan saya mengerti dengan putusan yang disampaikan, tapi saya merasa bahwa putusan tersebut tidak sesuai rasa keadilan saya karena itu saya menyatakan untuk banding," kata Andi.
Sedangkan jaksa KPK menyatakan pikir-pikir.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014