Jakarta (ANTARA) - Paten merupakan salah satu instrumen penting dalam dunia pelindungan kekayaan intelektual (KI) yang berperan besar dalam mendorong inovasi dan kemajuan teknologi.

Pelindungan hak paten diberikan oleh negara kepada inventor atas penemuannya di bidang teknologi, yang memberikan perlindungan hukum selama jangka waktu tertentu.

Secara historis, sejarah hak paten di Indonesia sudah dimulai pada masa penjajahan Belanda, yaitu pada tahun 1840-an. Kala itu, pemerintah Belanda memperkenalkan hukum kekayaan intelektual yang kemudian hukum ini menjadi salah satu landasan untuk menyusun regulasi paten di Indonesia setelah merdeka.

Direktur Paten, DTLST, dan Rahasia Dagang Sri Lastami menyampaikan bahwa Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) terus melakukan berbagai perubahan terhadap regulasi dan sistem pelindungan paten. Perubahan ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan industri.

“DJKI telah melakukan berbagai perkembangan terhadap perubahan regulasi dan sistem yang mendukung pendaftaran serta pelindungan paten. Hal ini merupakan upaya untuk memperkuat ekosistem paten yang lebih efektif dan efisien sehingga dapat meningkatkan inovasi dan pertumbuhan ekonomi nasional di Indonesia,” ujar Lastami.

Salah satu langkah tersebut dengan melakukan perubahan dan penyesuaian Undang-undang (UU) tentang paten sesuai dengan standar dan kondisi perkembangan zaman. Pemerintah Indonesia sendiri membuat peraturan mengenai Paten pertama kali pada tahun 1989 yaitu UU No. 6 Tahun 1989 yang membawa Indonesia masuk ke dalam sistem hukum internasional yang diakui untuk perlindungan Kekayaan Intelektual.

Setelah itu, pada tahun 1997 dan 2001 dilakukan revisi Undang-undang terkait Paten dan pada tahun 2001 peraturan baru yang mengatur hak paten kembali diperbarui melalui UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten yang menjelaskan mengenai hal-hal yang belum masuk dalam peraturan sebelumnya.

Pada tahun 2016 pemerintah Republik Indonesia kembali memperbarui peraturan yang mengatur hak paten yaitu dengan disahkannya UU No. 13 Tahun 2016. Sejak peraturan baru ini terbit, barulah dikenal penerapan sistem pendaftaran paten berbasis digital yang memungkinkan para inventor untuk mengajukan paten secara online dan meningkatkan aksesibilitas bagi masyarakat.

Di tahun 2024 ini, pemerintah telah melakukan perubahan dan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang No. 13 tahun 2016 yang dilakukan pada akhir September 2024. Perubahan tersebut dilakukan untuk menyesuaikan dengan standar internasional dan kebutuhan industri nasional dalam perlindungan paten. Beberapa perubahan yang signifikan mencakup penyederhanaan prosedur pendaftaran paten, peningkatan efisiensi dalam pemeriksaan permohonan, dan pengaturan lebih tegas mengenai lisensi wajib.

Selanjutnya, dalam hal biaya pendaftaran paten, pemerintah juga membuat regulasi pemberian insentif terhadap para inventor dari kalangan usaha mikro, usaha kecil, lembaga pendidikan, dan Litbang pemerintah. Biaya pendaftaran kategori UMKM tersebut relatif lebih murah dibandingkan dengan biaya pendaftaran paten kategori UMUM. Perbedaan biaya ini diharapkan dapat meningkatkan keinginan para peneliti yang berasal dari kategori ini untuk mendaftarkan perlindungan patennya.

Kemudian, sebagai bagian dari kerja sama internasional, Indonesia juga aktif berpartisipasi dalam perjanjian dan inisiatif paten global, seperti Patent Cooperation Treaty (PCT), yang memfasilitasi inventor dalam mendapatkan perlindungan paten di berbagai negara. Hal ini diharapkan dapat membuka peluang lebih besar bagi produk dan teknologi Indonesia untuk masuk ke pasar global.

Selain itu, DJKI juga berupaya untuk meningkatkan permohonan dan komersialisasi paten di Indonesia khususnya permohonan paten dalam negeri dengan melakukan pelatihan dan sosialisasi bagi masyarakat. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran tentang pentingnya paten dan komersialisasinya dalam mendukung inovasi serta menciptakan nilai tambah ekonomi.

“Paten dan komersialisasinya tidak hanya memberikan manfaat bagi pemegang hak, tetapi juga berdampak positif terhadap masyarakat luas dengan mempercepat inovasi dan mendorong ekonomi berbasis pengetahuan,” tambah Lastami.

Dengan terus dikembangkannya sistem paten dan upaya-upaya yang dilakukan DJKI tersebut, terbukti adanya peningkatan jumlah permohonan paten di Indonesia dalam kurun waktu tiga tahun terakhir. DJKI sendiri mencatat, pada tahun 2021 terdapat sebanyak 12.449 permohonan, tahun 2022 sebanyak 14.053 permohonan, dan tahun 2023 sebanyak 15.023 permohonan.

Diharapkan dengan ekosistem yang mendukung dan strategi komersialisasi yang efektif, Indonesia dapat memperkuat posisinya sebagai negara inovatif dan berdaya saing di kancah global serta memastikan bahwa setiap inovasi yang dihasilkan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat dan perekonomian.

Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2024