Semarang (ANTARA) - Aturan main pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 ada nuansa lain bagi masyarakat yang bergabung dalam lembaga pemantau pemilihan, termasuk pilkada yang hanya diikuti calon tunggal di 36 kabupaten/kota dan satu provinsi.
Semula pada Pilkada 2020 terdapat ketentuan yang memperbolehkan pemantau pemilihan berada di dalam tempat pemungutan suara (TPS) meski hanya satu orang. Vide ayat (4) dan (5) Pasal 17 A Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas PKPU Nomor 14 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota dengan Satu Pasangan Calon.
Namun, PKPU itu dicabut dengan PKPU Nomor 8 Tahun 2024 tentang Pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
Selanjutnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengubah PKPU Nomor 8 Tahun 2024 dengan PKPU Nomor 10 Tahun 2024. Perubahan ini terkait dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Putusan MK Nomor 70/PUU-XII/2024.
PKPU Nomor 8 Tahun 2024 tidak mengatur lembaga pemantau pemilihan. Akan tetapi, aturan main terkait dengan lembaga pemantau pemilihan ini termaktub dalam PKPU Nomor 9 Tahun 2022 tentang Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan Umum dan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
PKPU Nomor 9 Tahun 2022 juga mengatur ruang lingkup dan wilayah pemantauan. Ruang lingkup pemantauan pemilihan dapat mencakup seluruh tahapan pemilihan, atau sebagian tahapan pemilihan (vide Pasal 47).
Sementara itu, pemantau pemilihan dalam negeri dan pemantau pemilihan asing hanya dapat melakukan pemantauan pemilihan pada suatu daerah tertentu sesuai dengan rencana pemantauan pemilihan yang telah diajukan ke KPU, KPU provinsi, atau KPU kabupaten/kota.
PKPU ini juga memuat hak dan kewajiban lembaga pemantau pemilihan. Kewajiban yang termaktub dalam Pasal 51, yakni mematuhi kode etik pemantau pemilihan, mematuhi permintaan untuk meninggalkan atau tidak memasuki daerah atau tempat tertentu atau untuk meninggalkan TPS dengan alasan keamanan.
Kewajiban lain, lembaga pemantau pemilihan ini menanggung sendiri semua biaya selama kegiatan pemantauan pemilihan berlangsung, kemudian menyampaikan hasil pemantauan mengenai pemungutan dan penghitungan suara ke KPU, KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota, serta pengawas penyelenggara pemilihan sebelum pengumuman hasil pemungutan suara.
Masyarakat yang bergabung dalam lembaga pemantau pemilihan wajib pula menghormati peranan, kedudukan, dan wewenang penyelenggara pemilihan serta menunjukkan sikap hormat dan sopan kepada penyelenggara pemilihan dan kepada pemilih.
Wajib pula melaksanakan perannya sebagai pemantau pemilihan secara objektif dan tidak berpihak, dan membantu pemilih dalam merumuskan pengaduan yang akan disampaikan kepada pengawas pemilihan.
Agar tidak terancam pidana, lembaga pemantau pemilihan wajib tahu sejumlah larangan, antara lain, melakukan kegiatan yang mengganggu penyelenggaraan pemilihan, memengaruhi pemilih dalam menggunakan haknya untuk memilih, serta mencampuri pelaksanaan tugas dan wewenang penyelenggara pemilihan.
Larangan lainnya: memihak kepada peserta pemilihan tertentu; menggunakan seragam, warna, atau atribut lain yang memberikan kesan mendukung atau menolak peserta pemilihan; menerima atau memberikan hadiah, imbalan, atau fasilitas apa pun dari atau kepada peserta pemilihan.
Hal lainnya yang patut mendapat perhatian lembaga pemantau pemilihan terkait dengan larangan, yakni mencampuri dengan cara apa pun urusan politik dan pemerintahan dalam negeri Indonesia dalam hal pemantau merupakan pemantau pemilihan asing.
Ada larangan bagi lembaga pemantau pemilihan membawa senjata, bahan peledak, dan/atau bahan berbahaya lainnya selama melakukan pemantauan; menyentuh perlengkapan/alat pelaksanaan pemilihan, termasuk surat suara tanpa persetujuan petugas penyelenggara pemilihan; dan melakukan kegiatan lain selain yang berkaitan dengan pemantauan pemilihan.
Larangan yang sangat wajib dipatuhi lembaga pemantau pemilihan agar tidak terjerat pidana penjara adalah larangan masuk ke dalam tempat pemungutan suara, termasuk Pilkada 2024 yang hanya satu pasangan calon (paslon).
Larangan lembaga pemantau pemilihan masuk ke dalam TPS, sebagaimana termaktub dalam PKPU Nomor 9 Tahun 2022 Pasal 52 huruf i, selaras dengan Pasal 128 huruf i Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 (UU Pilkada).
Lembaga pemantau pemilihan yang melanggar ketentuan itu terancam pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan (vide Pasal 187D Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada).
Tidak hanya terancam pidana penjara, pelanggar Pasal 128 huruf i UU Pilkada juga dikenai denda paling sedikit Rp36 juta dan paling banyak Rp72 juta.
Oleh karena itu, bagi lembaga pemantau pemilihan, khususnya yang memantau Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Barat, wajib mematuhi UU Pilkada meski dalam pilkada ini hanya terdapat pasangan Dominggus Mandacan-Mohamad Lakotani.
Begitu pula lembaga pemantau pemilihan dalam negeri yang telah mendaftar dan telah memperoleh akreditasi dari KPU Provinsi Jawa Tengah atau KPU kabupaten/kota jangan sampai masuk ke dalam TPS meski pilkada hanya diikuti calon tunggal.
Di Jawa Tengah, setidaknya ada tiga kabupaten yang menyelenggarakan Pilkada 2024 dengan satu pasangan calon, yakni Banyumas, Sukoharjo, dan Brebes.
Pasangan calon tunggal yang bakal melawan kotak kosong pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Banyumas adalah pasangan Sadewo Tri Lastiono-Dwi Asih Lintarti.
Pada Pilkada Sukoharjo 2024 hanya menampilkan pasangan Etik Suryani-Eko Sapto Purnomo. Begitu pula pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Brebes hanya pasangan Paramitha Widya Kusuma-Wurja.
Meski telah memperoleh akreditasi dari KPU Kabupaten Banyumas, KPU Kabupaten Sukoharjo, dan KPU Kabupaten Brebes, lembaga pemantau pemilihan jangan sampai terancam pidana kurungan gegara ketidaktahuan mereka.
*) D.Dj. Kliwantoro, Ketua Dewan Etik Masyarakat dan Pers Pemantau Pemilu (Mappilu) PWI Provinsi Jawa Tengah
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024