Jakarta (ANTARA) - Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum berperan penting menopang ekosistem lingkungan dan ekonomi masyarakat di sekitarnya. Di wilayah DAS Citarum terdapat 3 Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) berupa waduk yang menjadi sumber energi bagi masyarakat.
Ketiganya adalah PLTA Saguling dengan kapasitas 750 MW, PLTA Cirata dengan kapasitas 1000 MW, dan PLTA Ir. H. Djuanda atau yang dikenal dengan PLTA Jatiluhur dengan kapasitas 187,5 MW. Waduk juga menjadi sumber air minum bagi penduduk dan sumber irigasi bagi lahan di sentra pertanian.
Namun, DAS Citarum saat ini menghadapi tantangan berat akibat pencemaran air yang ekstrem, erosi tanah yang meningkat, dan penurunan kualitas lingkungan akibat urbanisasi dan tekanan industri yang masif.
Meningkatnya jumlah limbah rumah tangga dan industri yang mengalir ke badan sungai telah merusak kesehatan lingkungan serta ekosistemnya. Upaya untuk meningkatkan resiliensi DAS Citarum sangat mendesak.
Perkembangan riset dan teknologi komputer memungkinkan penggunaan teknologi kecerdasan buatan (AI) yang terintegrasi dengan data geospasial dari Landsat 8, Sentinel-2, dan Google Earth Engine untuk memonitor dan memprediksi perubahan kondisi lingkungan DAS Citarum secara cepat dan akurat.
Pendekatan ini dapat mempercepat respons terhadap permasalahan lingkungan, memfasilitasi pengambilan keputusan berbasis data, serta memaksimalkan efektivitas intervensi dalam pengelolaan sumber daya alam.
Para peneliti di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) telah banyak melaporkan, mengidentifikasi, dan menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan dinamika lingkungan di DAS Citarum di jurnal-jurnal internasional.
Telah terjadi perubahan tutupan lahan, kualitas air, dan erosi tanah yang menyebabkan perubahan ekosistem.
Namun, beragam laporan riset tersebut belum dapat diakses secara interaktif oleh masyarakat karena berupa jurnal ilmiah sehingga harus dilanjutkan dengan teknologi monitoring yang dapat diakses semua pihak.
Data geospasial dari Landsat 8 dan Sentinel-2, yang menawarkan resolusi spasial yang tinggi, dapat membantu dalam mendeteksi perubahan kecil sekalipun pada DAS Citarum, sehingga penyebab utama kerusakan lingkungan dapat diidentifikasi secara akurat.
Data tersebut dapat diolah untuk menghasilkan model dan informasi yang lebih dalam mengenai area rawan degradasi dan faktor yang mempengaruhinya.
Dengan bantuan model ini, dampak urbanisasi, limbah industri, dan perubahan penggunaan lahan dapat dianalisis secara cepat untuk membantu memahami korelasi antara kegiatan manusia dan penurunan kualitas lingkungan.
Model tersebut kemudian dapat dikembangkan menjadi purwarupa berupa sistem pendukung keputusan atau Decision Support System (DSS) berbasis kecerdasan buatan.
DSS yang terintegrasi dengan data penginderaan jauh ini akan memudahkan pengelolaan DAS Citarum dengan cara menyediakan informasi penting mengenai kondisi lingkungan dalam waktu nyata.
DSS dapat memfasilitasi pengambilan keputusan yang lebih tepat dan cepat dalam menangani tantangan lingkungan yang ada.
Model AI
Teknologi AI saat ini dapat menciptakan model AI yang mampu mengklasifikasikan tutupan lahan dengan akurasi hingga 90 persen.
Dengan adanya klasifikasi tutupan lahan yang akurat, DSS mampu mendeteksi perubahan penggunaan lahan akibat urbanisasi atau konversi lahan menjadi kawasan industri dengan cepat.
Hal ini sangat berguna dalam memberikan informasi mengenai kawasan yang rentan terhadap degradasi lingkungan, sehingga intervensi dapat dilakukan secara proaktif.
Pada level lebih lanjut, AI juga dapat menilai jasa ekosistem DAS Citarum seperti fungsi penyerapan karbon, regulasi air, dan penyediaan habitat.
Penilaian jasa ekosistem ini penting untuk merumuskan strategi konservasi dan pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan.
Dengan penilaian yang lebih akurat terhadap jasa ekosistem ini, DSS dapat memberi rekomendasi tentang perlunya perlindungan terhadap wilayah-wilayah yang berperan penting dalam penyediaan air dan pencegahan banjir.
Pendekatan ini diharapkan dapat mempromosikan keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian lingkungan.
Salah satu tantangan terbesar yang juga dihadapi DAS Citarum adalah erosi tanah yang berdampak pada tingginya tingkat sedimentasi di sepanjang aliran sungai.
Sedimentasi ini dapat mengurangi kapasitas aliran sungai karena badan sungai menyempit serta mempengaruhi kualitas air serta keanekaragaman hayati.
Model prediktif berbasis kecerdasan buatan dapat mengidentifikasi area yang memiliki potensi tinggi erosi tanah dan sedimentasi.
DSS kemudian dapat memberi rekomendasi intervensi yang tepat waktu dan efektif dalam upaya mitigasi risiko.
Hal ini termasuk tindakan pencegahan seperti penghijauan, pembangunan terasering, atau teknik konservasi tanah lainnya yang diperlukan di area berisiko.
Di masa depan penelitian yang beragam dari peneliti juga idealnya dapat dapat diintegrasikan. Saat ini Pusat Riset Geoinformatika, BRIN sedang membangun aplikasi terintegrasi yang disebut Geomimo yaitu Geomulti input dan multi output.
Kelak aplikasi terintegrasi tersebut dapat menjadi alat yang handal dalam pemantauan dan pengelolaan tidak hanya DAS Citarum secara keseluruhan, tetapi juga seluruh fenomena di permukaan bumi di wilayah Indonesia.
Integrasi ini akan memungkinkan penyatuan data baru dengan data yang telah ada, sehingga keputusan yang diambil lebih berbasis bukti dan komprehensif.
Dengan menggunakan pemantauan terintegrasi, pemerintah dan pemangku kepentingan terkait dapat memonitor DAS Citarum secara lebih efektif, merespons ancaman lingkungan secara proaktif, dan merencanakan intervensi yang diperlukan untuk memulihkan ekosistem.
Dengan demikian, sistem ini akan menjadi kunci dalam memastikan kelestarian lingkungan bagi generasi mendatang.
Terakhir, integrasi kecerdasan buatan dan data geospasial adalah langkah maju dalam menghadapi tantangan lingkungan.
Dengan data dari Landsat 8, Sentinel-2, dan Google Earth Engine yang diolah oleh model AI, analisis kondisi lingkungan dapat dilakukan dengan lebih cepat, tepat, dan akurat.
DSS yang dikembangkan dapat menjadi sarana penting bagi pemerintah dan masyarakat dalam menjaga keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian lingkungan.
Upaya ini bukan hanya demi keberlanjutan ekosistem Citarum, tetapi juga demi masa depan yang lebih sehat dan berkelanjutan bagi seluruh penduduk di Pulau Jawa yang saling terhubung.
*) Penulis adalah Fadhlullah Ramadhani, SSi, M.Sc, Ph.D. dan Prof. Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, M.Sc; Dr. Muhammad Ramdhan ST, MT; Dr. Destika Cahyana S.P. , M.Sc; Vicca Karolinoerita M.Si; Dino Gunawan Pryambodo M.T; Misnawati S.Si., M.Si. (Peneliti BRIN dan Pengajar di IPB University).
Copyright © ANTARA 2024