Jakarta (ANTARA) - Ketahanan pangan adalah isu yang tak terhindarkan dalam konteks pembangunan nasional.
Di tengah kondisi dunia yang semakin kompleks dari perubahan iklim yang mengancam produksi pangan hingga ketidakpastian geopolitik yang memengaruhi rantai pasok, Indonesia memerlukan strategi yang tangguh dan adaptif untuk menjaga ketahanan pangannya.
Salah satu aktor utama dalam mencapai tujuan ini adalah Badan Urusan Logistik (Bulog). Sebagai BUMN yang bertanggung jawab atas pengadaan dan distribusi bahan pangan pokok, Bulog memegang peranan strategis yang harus terus diperkuat dan dioptimalkan untuk menghadapi tantangan masa depan.
Bulog memiliki dua peran utama yakni menjaga ketersediaan pangan nasional dan menstabilkan harga pangan, khususnya beras. Peran ini tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga sangat penting dari segi sosial dan ekonomi.
Di tengah meningkatnya permintaan pangan, khususnya beras sebagai kebutuhan pokok mayoritas masyarakat Indonesia, Bulog harus mampu menjalankan tugasnya dengan efisiensi tinggi, termasuk dalam mengelola pasokan pangan domestik dan impor.
Saat ini, Indonesia masih menghadapi beberapa tantangan besar dalam menjaga ketahanan pangan, salah satunya adalah ketergantungan pada impor.
Dalam situasi tertentu, impor menjadi keharusan untuk mengisi kekurangan pasokan beras dalam negeri, terutama ketika produksi nasional tidak mencukupi atau terganggu oleh faktor eksternal seperti perubahan iklim.
Namun, mengandalkan impor bukanlah solusi jangka panjang yang ideal, karena rentan terhadap fluktuasi harga di pasar global dan risiko ketergantungan pada negara lain.
Di sisi lain, Bulog menghadapi tuntutan yang terus meningkat untuk memperkuat kemampuan logistiknya, baik dari segi penyimpanan maupun distribusi.
Penyempurnaan infrastruktur penyimpanan yang modern, termasuk pengembangan gudang-gudang beras yang tersebar di seluruh Indonesia, sangat penting agar Bulog dapat dengan cepat merespons kebutuhan masyarakat.
Selain itu, sistem distribusi yang efisien perlu dibangun agar masyarakat, terutama di daerah terpencil, tetap mendapatkan akses terhadap bahan pangan dengan harga terjangkau.
Bulog juga dihadapkan pada tantangan untuk beradaptasi dengan perubahan dinamika pasar dan ekonomi global. Untuk itu, efisiensi dalam pengelolaan stok pangan, terutama beras, menjadi prioritas.
Bulog perlu memastikan bahwa pasokan pangan terkelola dengan baik sehingga tidak ada kelangkaan yang bisa memicu lonjakan harga. Di sisi lain, pengelolaan stok yang berlebihan tanpa perhitungan yang tepat juga bisa menimbulkan masalah, seperti pemborosan anggaran atau penurunan kualitas beras akibat penyimpanan terlalu lama.
Transparansi dalam pengadaan bahan pangan juga menjadi elemen penting yang harus diperkuat. Publik dan berbagai pemangku kepentingan, termasuk petani, koperasi, dan pemerintah daerah, harus dilibatkan dalam setiap proses pengadaan dan distribusi.
Kolaborasi ini tidak hanya akan meningkatkan kepercayaan terhadap Bulog, tetapi juga memungkinkan solusi-solusi yang lebih inovatif dan berkelanjutan dalam menghadapi tantangan ketahanan pangan.
Dalam hal ini, Bulog harus lebih intensif dalam berkoordinasi dengan petani untuk memastikan bahwa mereka mendapatkan dukungan yang memadai, baik dari segi teknologi maupun akses pasar.
Dengan demikian, peran Bulog tidak hanya sebagai pengelola logistik, tetapi juga sebagai motor penggerak ekosistem pangan yang inklusif dan berkelanjutan.
Manajemen Risiko
Dalam beberapa waktu terakhir, Bulog telah menunjukkan kinerja yang cukup membanggakan, terutama dalam pelaksanaan Program Bantuan Langsung Beras kepada 22 juta rumah tangga penerima manfaat.
Dengan alokasi 10 kg per bulan per keluarga, program ini berhasil disalurkan dengan kualitas beras yang lebih baik dibandingkan dengan program-program sebelumnya seperti Raskin atau Rastra.
Keluhan mengenai kualitas beras yang buruk, seperti beras berkutu atau berbau, telah banyak berkurang, menunjukkan adanya peningkatan dalam pengelolaan distribusi Bulog.
Hal ini sejalan dengan semangat "menghantarkan kebaikan" yang diusung oleh lembaga ini, di mana pelayanan publik menjadi prioritas utama.
Namun, meskipun ada berbagai capaian positif, tantangan besar tetap ada, terutama dalam hal impor beras.
Tahun ini, pemerintah merencanakan impor beras hingga 5 juta ton, angka yang cukup fantastis. Di balik angka besar ini, muncul masalah teknis yang harus dihadapi Bulog, salah satunya adalah biaya demurrage atau denda akibat keterlambatan bongkar muat di pelabuhan.
Biaya ini, yang kabarnya mencapai Rp350 miliar, timbul karena adanya perubahan kebijakan terkait metode pengiriman beras impor dari menggunakan kapal besar menjadi kontainer.
Perubahan kebijakan yang mendadak ini, ditambah faktor cuaca, menyebabkan penundaan dalam proses bongkar muat, sehingga biaya tambahan harus ditanggung.
Kasus demurrage ini seharusnya menjadi bahan evaluasi yang mendalam bagi Bulog dan pemerintah. Meskipun biaya demurrage sering kali dianggap hal biasa dalam dunia logistik, skala denda yang terjadi dalam kasus ini cukup signifikan.
Kejadian ini menunjukkan pentingnya perencanaan yang matang dan komprehensif dalam menjalankan tugas besar seperti impor pangan.
Koordinasi antara Bulog dan Badan Pangan Nasional, serta berbagai pemangku kepentingan lainnya, harus diperbaiki agar keputusan-keputusan strategis dapat diambil dengan mempertimbangkan semua aspek teknis dan logistik secara lebih menyeluruh.
Ke depan, Bulog perlu terus berinovasi dan memperkuat manajemen risiko dalam setiap operasinya. Perencanaan impor yang sistematis, pemantauan distribusi yang real-time, serta penggunaan teknologi dalam pengelolaan stok harus menjadi prioritas.
Selain itu, Bulog perlu lebih memperhatikan kesejahteraan petani lokal dengan memastikan bahwa kebijakan impor tidak merugikan mereka.
Dalam jangka panjang, penguatan produksi pangan dalam negeri adalah kunci untuk mengurangi ketergantungan pada impor dan meningkatkan ketahanan pangan nasional.
Pada akhirnya, semua harus mendukung Bulog untuk menjadi lembaga pangan yang lebih kuat, transparan, dan profesional.
Dengan semangat yang baru dan evaluasi yang mendalam, Bulog bisa terus menjadi pilar ketahanan pangan Indonesia yang tangguh dan berkelanjutan, serta mampu memberikan kebaikan bagi seluruh rakyat.
*) Penulis adalah Ketua Harian DPD HKTI Jawa Barat.
Copyright © ANTARA 2024