Dalam beberapa tahun terakhir, Pemerintah sebenarnya sudah melakukan evaluasi terkait standar pengukuran kemiskinan. Diskusi antarkementerian/lembaga terkait untuk membahas perbaikan metode agar lebih relevan dan representatif juga terus dilakukan. Namun, implementasi perubahan metode tentu tidak mudah. Meningkatkan garis kemiskinan, misalnya, dapat berdampak pada lonjakan angka kemiskinan dalam statistik nasional, yang tentu saja mempengaruhi persepsi publik dan kebijakan.

Jika garis kemiskinan dinaikkan, angka kemiskinan yang tercatat mungkin akan lebih tinggi dari sebelumnya. Namun, hal ini bukan berarti jumlah masyarakat yang jatuh miskin semakin banyak, melainkan karena standar hidup yang semakin meningkat dan cakupan pengukuran kemiskinan yang menjadi lebih mendalam.

Pendekatan ini pada akhirnya bertujuan untuk mengidentifikasi lebih banyak masyarakat yang rentan sehingga mereka dapat diikutsertakan dalam program bantuan sosial Pemerintah. Namun, di sisi lain, peningkatan garis kemiskinan juga berpotensi memengaruhi anggaran sosial dan perencanaan kebijakan pemerintah, karena jumlah penerima manfaat bisa jadi bertambah signifikan. Pemerintah harus menyiapkan anggaran yang lebih besar untuk program pengentasan kemiskinan.

Jika Indonesia mengubah batas kemiskinan, maka banyak hal yang harus disiapkan. Untuk mengantisipasi pembaruan metodologi pengukuran kemiskinan sebaiknya melibatkan persiapan teknis dan metodologis yang komprehensif.

Selain memperhitungkan aspek pengeluaran, BPS perlu mempertimbangkan indikator kesejahteraan lainnya, seperti akses terhadap pendidikan dan kesehatan, kualitas tempat tinggal, serta stabilitas pendapatan rumah tangga.

Pendekatan multidimensi ini dapat memberikan gambaran yang lebih utuh mengenai kesejahteraan masyarakat. Tantangannya tentu tidak hanya pada aspek teknis, tetapi juga kesiapan masyarakat untuk menerima perubahan data yang lebih akurat ini.

Dukungan dari masyarakat dan pemahaman yang lebih luas tentang garis kemiskinan juga menjadi krusial.

Sosialisasi dan edukasi kepada publik penting agar masyarakat memahami bahwa peningkatan angka kemiskinan yang mungkin terjadi adalah hasil dari metode yang lebih akurat, bukan penurunan kesejahteraan.

Pemerintah juga harus bekerja sama dengan media untuk menjelaskan bahwa data kemiskinan yang baru akan lebih mampu memotret kondisi masyarakat yang sebenarnya. Dengan begitu, persepsi publik tentang data kemiskinan yang lebih tinggi dapat diimbangi dengan pemahaman bahwa bantuan sosial akan lebih tepat sasaran.

Selain itu, dukungan legislasi dan alokasi anggaran yang memadai juga penting untuk memastikan perubahan metode ini berjalan efektif. Legislatif perlu dilibatkan dalam setiap tahap perubahan, agar kebijakan yang dihasilkan lebih berkesinambungan dan didukung oleh anggaran yang mencukupi, baik di tingkat pusat maupun daerah.

Reformasi pengukuran kemiskinan ini bukan hanya tanggung jawab BPS, tetapi juga membutuhkan sinergi antara berbagai lembaga negara, termasuk kementerian yang menangani bantuan sosial, keuangan, dan pembangunan.

Di ujungnya, langkah menuju Satu Data Kemiskinan yang akurat tidaklah mudah. Namun, ini adalah fondasi yang penting dalam mewujudkan kebijakan pengentasan kemiskinan yang lebih efektif.

Dengan satu pemahaman dan kesepakatan atas metodologi pengukuran yang relevan, diharapkan kebijakan yang dihasilkan dapat lebih tepat sasaran, menjangkau kelompok masyarakat miskin yang benar-benar membutuhkan. Pembaruan metode pengukuran kemiskinan ini diharapkan juga dapat mengurangi berbagai persoalan terkait ketimpangan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara merata.

Pada akhirnya, reformasi standar garis kemiskinan bukan hanya soal perubahan teknis, melainkan bagian dari transformasi cara pandang dan penanganan masalah kemiskinan di Indonesia. Pemerintah perlu menunjukkan komitmen nyata untuk memberikan manfaat bagi mereka yang paling membutuhkan.

Dengan Satu Data Kemiskinan yang lebih akurat, kita berharap kebijakan pengentasan rakyat miskin dapat benar-benar menjawab tantangan kesejahteraan rakyat, mendukung kelompok rentan, dan menghadirkan Indonesia yang lebih sejahtera bagi seluruh warganya.

*) Ayesha Tantriana, Lili Retnosari adalah statistisi di Badan Pusat Statistik (BPS)

Editor: Achmad Zaenal M

Copyright © ANTARA 2024