Pasalnya, beberapa lembaga-lembaga survei yang kredibel dan teruji mempunyai beberapa relawan yang tersebar di TPS seluruh Indonesia.
"Berdasarkan pengalaman di Pilkada-Pilkada itu tidak jauh beda antara Quick Count dengan Real Count, karena lembaga survei itu mempunyai relawan di TPS," ujar Marwan dalam rilis yang diterima di Jakarta, Rabu.
Marwan menambahkan, Quick Count yang dirilis oleh lembaga survei pada Pemilihan Anggota Legislatif (Pileg) juga tidak jauh berbeda dengan hasil Real Count yang resmi diputuskan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Oleh karena itu, Marwan menyebut hasil Quick Count di Pilpres kali ini juga akan memiliki kesamaan dengan hasil Real Count yang akan diputuskan.
"Kalau sekarang pasangan Jokowi-JK memperoleh suara 53%--54% suara hasil Quick Count, kemungkinannya real countnya juga seperti itu," katanya.
Keyakinan Marwan terhadap akurasi perhitungan Quick Count tersebut, berdasarkan pada kinerja para relawan beberapa lembaga survei yang tersebar di masing-masing TPS dan hasil pantauan semua struktur PKB yang ada di daerah, bahwa hasil Quick Count sama dengan hasil Real Count.
Menurut Marwan, dengan waktu yang tersisa, ada indikasi yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang ingin melakukan menggelembungkan suara dengan melakukan berbuat curang.
Kekhawatiran Marwan akan adanya manipulasi perolehan suara, terbukti dengan adanya beberapa indikasi kecurangan yang terjadi di tingkat TPS, PPK, dan KPU Kabupaten.
Oleh karena itu, Marwan menghimbau kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk terus mengawasi proses pehitungan suara yang terjadi sesuai dengan kehendak rakyat.
"Tidak boleh demokrasi ini dicederai dengan kecurangan dan intimidasi untuk menggelembungkan suara," tegasnya.
Pemilu Presiden, 9 Juli 2014 diikuti dua pasangan capres dan cawapres, yaitu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla. (*)
Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014