Jakarta (ANTARA) - Langkah diplomasi Presiden Prabowo Subianto pada awal masa pemerintahannya dituntut mampu untuk mempromosikan Indonesia sebagai negara yang ramah secara sosial ekonomi. Di sisi lain harus menampilkan wajah Indonesia sebagai negara yang kuat dan tidak takut berperang. Diplomasi multidimensional memperkuat kerja sama satu sama lain untuk mewujudkan tujuan bangsa.
Presiden Prabowo telah menyatakan minatnya untuk bergabung dalam aliansi ekonomi Brazil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan (BRICS). Indonesia mengutus Menteri Luar Negeri Sugiono untuk melayangkan surat “lamaran” itu dalam momentum KTT BRICS di Kazan, Rusia, akhir Oktober lalu.
Indonesia ingin mempertegas di hadapan dunia internasional sebagai negara non-blok. Tidak berpihak dalam blok politik global manapun dalam konteks kerja sama ekonomi. Maka, selain tergabung dalam G20 yang diprakarsai oleh negara-negara ekonomi maju, Indonesia juga ingin bergabung dengan BRICS sebagai aliansi penyeimbang oleh negara-negara berkembang.
Sejumlah ekonom mengapresiasi langkah ini sebagai upaya untuk memperluas jangkauan investasi luar negeri. Pasalnya, untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen, Indonesia membutuhkan Rp10.000 triliun modal pembangunan infrastruktur. Sementara APBN hanya mampu menyediakan Rp500 triliun. Jika Indonesia tergabung dalam BRICS, kesempatan untuk menarik investasi semakin terbuka.
Gebrakan diplomasi non blok Presiden Prabowo tak berhenti di bidang ekonomi. Dalam bidang militer, Indonesia dengan China sekarang memiliki perjanjian untuk menghidupkan kembali latihan militer bersama yang sempat ditangguhkan pada 2015 karena sengketa maritim.
Tak lama berselang, TNI AL mengumumkan latihan bilateral dengan Rusia di lepas pantai Surabaya pada awal November 2024. Ini adalah tonggak sejarah baru bagi kedua negara. Tiga korvet Rusia, sebuah kapal tanker, sebuah helikopter dan sebuah kapal tunda (tugboat) dikerahkan untuk keperluan latihan tersebut.
Kerja sama bidang militer ini teridentifikasi sebagai upaya Indonesia yang tidak ingin dilihat dekat dengan Barat dalam panggung internasional setelah pada Agustus 2024 operasi Super Garuda Shield diselenggarakan dengan melibatkan pasukan dari Amerika Serikat, Australia, Jepang, Inggris, Prancis, Kanada, dan Singapura. Tampak Presiden Prabowo menginginkan de-hegemonisasi Blok Barat sekaligus diversifikasi pengalaman pelatihan bagi TNI.
Langkah diplomasi di dalam negeri disempurnakan dengan pengesahan lima undang-undang tentang kerja sama di bidang pertahanan. Kerja sama pertahanan dengan India, Prancis, Uni Emirat Arab, Kamboja, dan Brasil bertujuan untuk meminimalisasi potensi ancaman, kemampuan industri pertahanan suatu negara, serta sebagai wujud diplomasi pertahanan.
Secara geopolitik, Indonesia menunjukkan kesiapannya untuk bekerja sama dengan negara manapun sepanjang bertujuan untuk mewujudkan pertahanan nasional. Kerja sama ini sekaligus melengkapi lebih dari 500 kerja sama yang telah dibangun Indonesia sejak 1960.
Serangkaian langkah diplomasi ini seakan menjadi persiapan Presiden Prabowo sebelum akhirnya merencanakan perjalanan diplomasi politik pada 8-24 November 2024. Dijadwalkan ada lima negara yang akan dikunjungi, yakni China, Amerika Serikat, Peru, Brasil dan Inggris serta dua momentum KTT G20 (Brasi) dan KTT APEC (Peru). Agenda utama kunjungan ini menyangkut isu-isu ekonomi dan kesejahteraan.
Sejak KPU menetapkan Prabowo Subianto sebagai presiden terpilih, sejumlah lawatan internasional dilakukan olehnya, yaitu Beijing pada bulan April, di mana ia bertemu dengan Xi Jinping dan Perdana Menteri Li Qiang. Kemudian dilanjutkan dengan kunjungan ke Jepang, Malaysia, dan Timur Tengah, yang berpuncak pada pertemuan pada Agustus dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, lalu diskusi dengan pejabat dari Prancis, Serbia, dan Turki. Prabowo mengakhiri perjalanannya dengan keliling Asia Tenggara pada September.
Diplomasi multidimensional
Indonesia tidak takut untuk berhubungan dengan negara-negara yang selama ini dicap sebagai “kritis terhadap Barat”, seperti Rusia, China dan Brazil. Maka, satu dimensi diplomasi saja tidak cukup. Diplomasi multidimensional dilaksanakan secara seiring, sejalan, dan harmoni untuk berbagai sektor kerja sama dengan tujuan menciptakan perdamaian dunia dan keadilan sosial.
Dalam diplomasi multidimensional penting untuk mengidentifikasi faktor apa yang berperan pada setiap dimensi hubungan antarnegara. Negara-negara yang kompleks dengan kepentingan global dan berbagai agenda tidak hanya berurusan satu sama lain pada satu tingkat atau pada satu jenis atau sebagian masalah tertentu saja, melainkan banyak dimensi yang saling berkaitan.
Tampak Presiden Prabowo di awal pemerintahannya ingin memainkan diplomasi secara lebih aktif dalam berbagai dimensi dengan persiapan yang matang. Empat dimensi diplomasi dipergunakan sekaligus, yaitu diplomasi politik, diplomasi ekonomi, diplomasi pertahanan dan diplomasi militer untuk meyakinkan panggung internasional tentang kenetralan Indonesia.
Sebagai catatan, dalam diplomasi multidimensional, tidak semuanya harus berjalan dengan sinkron. Bisa jadi secara ekonomi dapat melakukan kerja sama, tetapi di bidang lain terjadi potensi konflik. Faktor-faktor inilah yang perlu dipilah satu per satu hingga dirumuskan langkah strategisnya.
Sebagaimana yang terjadi dalam hubungan Indonesia dengan China saat ini. Ketegangan di Laut China Selatan (LCS) meningkat belakangan ini. Sehari setelah pelantikan Prabowo, sebuah kapal China terpantau mengganggu survei Pertamina di Laut Natuna Utara. Meskipun berhasil dihalau oleh Badan Keamanan Laut, namun ini menjadi potensi konflik yang dapat mempengaruhi diplomasi.
Meskipun China mengakui kendali Indonesia atas Kepulauan Natuna, klaim nine dash line-nya tumpang tindih dengan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, yang telah menyebabkan konfrontasi di masa lalu. Potensi ketegangan di masa mendatang sangat mungkin terjadi.
Kecerdasan diplomasi dimensional Presiden Prabowo terletak pada bagaimana mengelola harmoni berbagai dimensi kerja sama untuk menciptakan tujuan-tujuan kesejahteraan dan perdamaian antarnegara-negara. Sederhananya, negara-negara tidak dapat menikmati hubungan yang produktif di satu bidang sambil bersaing atau berhadapan satu sama lain di kedua bidang lainnya.
Dalam konteks ini, China tidak bisa hanya mengambil keuntungan dari kerja sama ekonomi dengan Indonesia, sambil memelihara ketegangan di LCS. Penulis yakin, jika perselisihan semakin meningkat di LCS, Presiden Prabowo akan mengambil sikap yang lebih tegas dalam membela kedaulatan Indonesia.
Menampilkan wajah Indonesia yang siap untuk “tidak akan membiarkan negara mana pun mengganggu kami”, sebagaimana disampaikan dalam pidato pelantikan Presiden Prabowo, di antaranya diimplementasikan melalui diplomasi militer. Pameran industri pertahanan nasional, gelar pasukan dan persenjataan, serta demonstrasi pembaruan sistem pertahanan nasional memberikan sinyal kepada negara-negara lain bahwa Indonesia tidak gentar dengan potensi ancaman apapun, termasuk kemungkinan perang.
Kepemimpinan Global South
Negara-Negara Selatan (Global South) saat ini berkontribusi sekitar 40 persen PDB dunia. Populasi penduduknya mencapai lebih dari dua pertiga populasi global. Peluang ini dianggap sebagai kesempatan bagi Indonesia untuk meningkatkan kepemimpinannya melalui kerja sama yang lebih erat dengan Global South.
Global South adalah negara-negara di dunia yang dianggap memiliki tingkat pembangunan ekonomi dan industri yang relatif rendah, dan biasanya terletak di sebelah selatan negara-negara yang lebih maju dalam bidang industri. Indonesia sebagai negara besar, bergabung dengan BRICS dan menyambangi negara-negara berkembang berpeluang bagi Indonesia untuk mewujudkan Indonesia sebagai pemimpin Global South.
Pada debat capres, bulan Januari 2024, Presiden Prabowo pernah menyampaikan aspirasinya tentang kepemimpinan Indonesia di Negara-Negara Selatan dengan cara meningkatkan pengelolaan kekayaan negara, menghilangkan kemiskinan, penguatan teknologi dan industrialisasi.
Dengan kapasitas yang dimiliki oleh Indonesia saat ini, potensi Indonesia untuk membangun semangat dan solidaritas di antara Negara-Negara Selatan dapat diterima dengan baik. Hal demikian, karena Indonesia didukung tak hanya pemerintahannya yang aktif dalam berdiplomasi, namun juga masyarakatnya.
Di tingkat internasional masyarakat Indonesia berpartisipasi aktif untuk berkontribusi dalam memperkenalkan budaya keramahan Nusantara. Demikian dalam forum-forum internasional, organisasi sipil membawa nama Indonesia dalam pemikiran-pemikiran dan pembelajaran positif untuk membangun kemajuan bangsa.
Bahkan, dalam sejumlah momentum konflik horizontal, organisasi sipil Indonesia dipercaya untuk menjadi bagian dari penyelesaian masalah, seperti peran PBNU di Rohingya, di Timur Tengah, dan di Filipina Selatan.
Pada akhirnya, dengan menyatukan kekuatan dari berbagai sisi, membangun sinergi dengan seluruh elemen bangsa, diharapkan mampu mengantarkan bangsa Indonesia untuk mengolah potensi unggulan nasional guna membangun kekuatan nasional yang kuat dan tangguh demi mewujudkan Indonesia Emas 2045.
*) Ngasiman Djoyonegoro, Analis Intelijen, Pertahanan dan Keamanan
Copyright © ANTARA 2024