Jakarta (ANTARA) - Usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) memegang peran yang signifikan bagi perekonomian Indonesia. Kontribusi sektor ini menyebar ke berbagai aspek, tidak hanya menjadi penggerak utama perekonomian negara, tetapi juga menjadi tulang punggung bagi masyarakat luas.
Bagi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, kontribusi UMKM menjadi salah satu pilar dalam menjalankan mandatnya di bidang ekonomi. Apalagi, kebijakan ekonomi yang diusung oleh Prabowo (Prabowonomics) berfokus pada pembangunan ekonomi yang berbasis pada kedaulatan pangan, energi, dan peningkatan daya saing industri nasional.
Kebijakan ekonomi Prabowonomics menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen dan penghapusan kemiskinan absolut dengan fokus pada investasi, ekspor, serta pengembangan sektor-sektor strategis seperti pertanian, manufaktur dan teknologi. Pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen ini, jauh di atas angka pertumbuhan yang dicapai selama era Presiden Jokowi, di kisaran 5 persen.
Kontribusi UMKM sebagai pilar pertumbuhan memang terkait dengan dominasi sektor usaha ini. Dalam catatan pemerintah, saat ini ada sekitar 66 juta pelaku UMKM di Indonesia atau mencakup sekitar 99 persen dari total unit usaha yang ada di Indonesia.
Untuk diketahui, pemerintah membagi UMKM dalam tiga jenis usaha berdasarkan aset dan omzet. Pertama, usaha mikro yang memiliki aset maksimal Rp50 juta dengan omzet maksimal Rp300 juta per tahun. Kedua, usaha kecil dengan aset maksimal Rp50 juta - Rp500 juta dan omzet maksimal sebesar Rp300 juta - Rp2,5 miliar per tahun. Lalu usaha menengah, yang memiliki aset maksimal Rp500 juta - Rp10 miliar dengan omzet maksimal mencapai Rp2,5 miliar - Rp50 miliar/tahun.
UMKM juga memainkan peran utama dalam penciptaan lapangan kerja di Indonesia. Sektor ini menyerap sekitar 97 persen tenaga kerja di seluruh Indonesia. Peran dominan tersebut menjadikan UMKM sebagai penggerak utama dalam ekonomi negara.
Keberadaan UMKM yang dominan, menjadikan sektor usaha ini juga memainkan peran penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional, dengan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 61 persen.
Kontribusi UMKM terhadap PDB di tanah air ini, bahkan lebih tinggi jika disandingkan dengan negara di kawasan ASEAN dan G20. Di bawah Indonesia ada Jerman dengan kontribusi UMKM mencapai 53,8 persen terhadap PDB. Kemudian disusul oleh Jepang sebesar 53 persen. Sementara untuk kawasan ASEAN, setelah Indonesia ada Singapura dengan kontribusi UMKM terhadap PDB mencapai 44,7 persen. Selanjutnya ada Thailand dan Vietnam dengan kontribusi sebesar 43 persen dan 38,3 persen.
Dari pengalaman menghadapi krisis, baik krisis ekonomi 1998 maupun pandemi COVID-19, UMKM mampu menunjukkan perannya dalam memperkuat ketahanan ekonomi nasional. Di masa-masa sulit setelah krisis ekonomi dan pandemi, UMKM memainkan peran kunci dalam pemulihan ekonomi. UMKM dapat dengan cepat kembali beroperasi dan beradaptasi, serta memicu sektor-sektor ekonomi lainnya untuk bangkit.
Ketika perusahaan besar mengalami kesulitan, UMKM justru sering kali mampu bertahan dan bahkan berkembang. UMKM yang beragam di berbagai sektor seperti pertanian, fesyen, kerajinan, kuliner, dan jasa, juga membuat ekonomi Indonesia tidak bergantung pada satu sektor tertentu, sehingga lebih tahan terhadap fluktuasi ekonomi global.
Dalam situasi ekonomi yang belum sepenuhnya stabil, UMKM bisa menjadi motor penggerak untuk memperkuat ketahanan ekonomi Indonesia. Karena skala usaha mereka yang kecil, UMKM cenderung lebih fleksibel menghadapi perubahan pasar. Pemulihan UMKM akan berdampak pada peningkatan daya beli masyarakat dan stabilitas ekonomi dalam jangka panjang.
Selain itu, UMKM juga berperan penting dalam menciptakan distribusi kekayaan yang lebih merata. Jika perusahaan besar lebih banyak terpusat di daerah perkotaan dan kawasan industri, UMKM tersebar di seluruh pelosok negeri, termasuk di pedesaan.
Hal ini memberikan peluang ekonomi bagi masyarakat yang tinggal di daerah-daerah yang belum berkembang secara ekonomi. Sehingga UMKM tidak hanya dipandang sebagai penggerak ekonomi, tetapi juga sebagai alat pemerataan kesejahteraan.
Kementerian UMKM
Dengan peran penting UMKM bagi perekonomian RI, maka pemisahan Kementerian Koperasi dan Kementerian UMKM oleh pemerintahan Presiden Prabowo sudah sepantasnya dilakukan. Adanya pemisahan tersebut membuat perhatian pemerintah terhadap UMKM semakin terfokus.
Kementerian UMKM yang berdiri sendiri menunjukkan pula bahwa pemerintah ingin UMKM menjadi salah satu sektor yang menjadi penopang utama dalam pencapaian pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen sebagaimana ditargetkan oleh Presiden Prabowo.
Melalui Kementerian UMKM, pemerintah bisa lebih lugas memajukan usaha yang sebagian besar berasal dari sektor informal tersebut. Termasuk diantaranya, kewajiban untuk memberikan kepastian dalam menjawab tantangan terbesar yang dihadapi oleh UMKM, yaitu memperluas akses pasar, pembiayaan serta pemanfaatan teknologi.
Memang, pascapandemi banyak UMKM mulai beralih ke platform digital untuk menjual produk mereka, baik melalui e-commerce maupun media sosial. Digitalisasi mampu meningkatkan jangkauan pasar UMKM dan memungkinkan mereka bertahan serta berkembang di era digital. Pemerintah juga sudah banyak memberikan dukungan melalui berbagai program digitalisasi UMKM agar usaha-usaha kecil dapat lebih bersaing.
Sementara untuk pembiayaan, harus dilihat bahwa pembiayaan bagi UMKM menjadi salah satu faktor penting yang dapat menjadi akselerator perkembangan UMKM.
Peningkatan akses pembiayaan juga menjadi salah satu strategi pengembangan UMKM agar bisa naik kelas dan go export. UMKM dipacu untuk bangkit sampai bisa go global, bahkan kalau memungkinkan bisa berpartisipasi dalam rantai pasok global (global value chain).
Untuk itu, pemerintah telah mengeluarkan berbagai bentuk pembiayaan mulai dari ultra mikro sampai level usaha menengah. Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan salah satu bentuk dukungan pembiayaan UMKM dengan bunga murah dan persyaratan mudah. Pembiayaan ultra mikro juga dilakukan menggunakan pendanaan yang berasal dari APBN dan dana bergulir serta pembiayaan syariah.
Apalagi, saat pemerintahan Presiden Jokowi selalu mendorong agar UMKM tidak hanya naik kelas, go digital, menguasai pasar lokal, namun juga harus mampu berkiprah di pasar internasional alias mampu mengekspor produknya.
Pemerintah kini tengah mengintegrasikan program-program pembiayaan yang sudah ada, dari hulu hingga hilir. Diharapkan, ekosistem pembiayaan yang terintegrasi, mulai dari program bantuan sosial sampai pembiayaan komersial lembaga keuangan, dapat mendorong lebih banyak UMKM yang naik kelas dan go global.
Masalah pembiayaan juga menjadi perhatian Kementerian UMKM yang dipimpin politisi Maman Abdurrahman. Kementerian ingin mengurangi ketergantungan pada APBN dan di sisi lain meningkatkan pembiayaan UMKM melalui kolaborasi dengan BUMN dan swasta.
Aksi kolaborasi tersebut akan menjadi modal dasar bagi UMKM, dalam mendukung target agresif pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen di pemerintahan Presiden Prabowo.
Kolaborasi antara UMKM dan perusahaan besar melalui peningkatan teknologi hingga pengetahuan, diyakini mampu melahirkan produk berkualitas, bahkan tak kalah dengan produk luar negeri.
Program pemberdayaan UMKM seperti yang dilakukan perusahaan besar semacam Pertamina, PLN, Telkom, Astra dan lainnya bisa menjadi contoh bahwa aksi kolaborasi melalui peningkatan teknologi hingga pengetahuan, mampu mengangkat UMKM naik kelas.
Berbagai kolaborasi tersebut ditambah dukungan pemerintah dan penguatan regulasi diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan UMKM di Indonesia yang mampu menjadi mesin pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2024