"Ujian Nasional tidak adil mengukur kemampuan murid dalam waktu singkat dan mengalahkan pengamatan dan asesmen yang terjadi sepanjang proses pembelajaran," kata juru bicara Aliansi Pendidikan Baik, Irma Nugraha dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin.
Aliansi Pendidikan Baik menilai bahwa ujian nasional membuat pembelajaran di sekolah hanya berfokus pada pencapaian hasil ujian dan tidak menghargai profesi guru dan satuan pendidikan yang mempunyai kompetensi dan otonomi profesional dalam melakukan evaluasi pembelajaran peserta didik.
Padahal, penguasaan kompetensi dan penguatan karakter peserta didik lebih perlu didorong untuk persiapan menghadapi tantangan kehidupan.
Baca juga: PGRI sebut UN tetap dibutuhkan dengan catatan ada perbaikan konsep
Baca juga: BRIN nilai pelaksanaan Ujian Nasional harus dibarengi perbaikan sistem
Penerapan ujian nasional juga dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 58 Ayat (1), yang memuat tentang evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.
Menurut gerakan masyarakat tersebut, akan lebih baik bila Kemendikdasmen menyempurnakan konsep dan implementasi asesmen nasional serta rapor pendidikan yang sebelumnya telah diberlakukan.
Pengembangan tersebut harus memiliki standar yang berkualitas dan berkeadilan dapat berfokus pada seleksi masuk perguruan tinggi negeri.
Maka dari itu, ujar Irma, Aliansi Pendidikan Baik mendesak agar pihak yang mengambil keputusan melakukan kajian secara terbuka dan inklusif atas keputusan penerapan kembali UN dan melibatkan pihak yang paling berkepentingan pada pendidikan, seperti peserta didik, pendidik, hingga orang tua.
Sebagai bentuk aspirasi, pada situs www.change.org berjudul "Tolak Ujian Nasional, Wujudkan Pendidikan Baik", Aliansi Pendidikan Baik pun telah membuat sebuah petisi yang hingga Senin (4/11) siang sudah mengumpulkan lebih dari 1.000 tanda tangan.
“Banyak pihak menolak atas pengkajian yang bisa saja menjurus pada penerapan kembali UN setelah dihentikan sejak 2021. Terlebih lagi, DPR melalui Komisi X dengan lingkup tugas di bidang pendidikan menyatakan keterbukaan atas pertimbangan baru seputar UN,” ujar Irma Nugraha.
Sebelumnya, Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian mengatakan usulan terkait penerapan kembali UN harus dikaji secara mendalam serta mempertimbangkan berbagai faktor, seperti kondisi psikologis peserta didik.
Sebab berdasarkan pengalaman yang ada, sering terjadi kecurangan ketika Ujian Nasional berlangsung.
"Yang jelas kesejahteraan psikologis anak juga harus jadi pertimbangan yang penting ya. Jangan orang tuanya yang sebenarnya semangat ada UN supaya anaknya belajar sendiri. Kalaupun UN diterapkan fungsinya apa, dan bagaimana isinya, apa yang dites dan pemanfaatannya untuk apa. Apakah untuk kelulusan atau untuk data pemetaan," kata Hetifah.
Baca juga: Berikut kronologi dan alasan dihapusnya Ujian Nasional
Baca juga: Sejarah Ujian Nasional, enam kali ganti nama hingga akhirnya dihapus
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2024