Indeks literasi dan inklusi keuangan Indonesia baru mencapai 65 persen dan 75 persen

Jakarta (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan peningkatan literasi keuangan digital mendorong masyarakat bijak melakukan aktivitas keuangan dan memahami risiko keuangan, sehingga tidak terjebak dengan pinjaman online (pinjol) ilegal dan judi online.

“Kenapa kami perlu penting ini terkait dengan literasi keuangan digital ini? Karena sumber dari sekarang ini yang muncul permasalahan ini di media karena rendahnya literasi keuangan digital. Apakah itu penggunaan aplikasi judol? Banyaknya yang kena pinjol ilegal misalnya dan juga aplikasi-aplikasi yang lain. Kenapa ini terjadi? Ya kembali lagi. Karena literasi keuangan digital kita yang memang masih rendah dan perlu ditingkatkan,” kata Kepala Departemen Pengaturan dan Perizinan Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto (IAKD) OJK Djoko Kurnijanto di Jakarta, Senin.

Hal tersebut disampaikan Djoko pada konferensi pers pre-event Bulan Fintech Nasional (BFN) dan The 6th Indonesia Fintech Summit and Expo (IFSE) 2024 di Gedung OJK Menara Radius Prawiro.

Berdasarkan survei Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) OJK pada 2024, indeks literasi dan inklusi keuangan Indonesia baru mencapai 65 persen dan 75 persen.

Sedangkan, data Institute for Development of Economics and Finance (Indef) 2023 menunjukkan indeks literasi digital Indonesia baru mencapai 62 persen dan yang paling rendah jika dibandingkan negara ASEAN yang rata-rata mencapai 70 persen.

Seiring dengan perkembangan digitalisasi, Djoko menuturkan masyarakat semakin mudah mengakses layanan dan produk keuangan atau melakukan aktivitas keuangan, hanya melalui telepon genggam atau smartphone.

“Cuma permasalahannya adalah apakah mereka-mereka yang mem-provide layanan di dalam handphone ini bertanggung jawab? Dan sebaliknya, apakah kita-kita yang menggunakan ini regardless umurnya, regardless gendernya, sudah pula memahami dampak risiko dari yang kita lakukan dengan HP kita? Nah, itulah yang juga ingin kita kejar selama BFN ini,” ujarnya.

Untuk itu, masyarakat perlu lebih meningkatkan pemahaman risiko dan bijak dalam mengelola keuangan agar tidak mengalami kerugian finansial akibat pinjol ilegal dan judi online.

“Ketika kita ngomongin digital, maka di situlah potensi untuk orang yang menggunakan atau digunakan orang-orang yang tidak bertanggung jawab itu tinggi potensinya. Jadi literasi terhadap keuangan digital ini yang kita perlukan,” tuturnya.

Menurut dia, di balik kemudahan yang ditawarkan dari kehadiran inovasi dan teknologi seperti kecerdasan artifisial, blockchain, kripto, machine learning, ada potensi risiko yang harus diketahui bersama, misalnya penipuan.

Melalui penyelenggaraan BFN dan IFSE 2024, diharapkan kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap manfaat dan risiko dari berbagai aktivitas keuangan juga semakin meningkat sehingga dapat menghindari aktivitas keuangan ilegal seperti pinjol dan judi online.

“Kita ingin tingkatkan selama penyelenggaraan kegiatan itu untuk semuanya itu mempunyai tingkat awareness yang sudah lebih memadai dibandingkan dengan sebelumnya,” ujarnya.

Baca juga: OJK: Bulan Fintech Nasional 2024 tingkatkan literasi keuangan digital
Baca juga: OJK tingkatkan literasi dan inklusi keuangan syariah bagi santri
Baca juga: OJK tingkatkan literasi keuangan digital

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2024