Jakarta (ANTARA) - Konsultan Neonatologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) - Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSCM) Dr. dr. Putri Maharani T. bersama PPDSp2 IKA FKUI dr. Evelyn Phangkawira, Sp.A menjelaskan pentingnya skrining kesehatan bagi bayi prematur dan hal yang perlu dilakukan orang tua untuk mempersiapkannya.

"Bayi prematur adalah bayi yang lahir di usia kehamilan kurang dari seharusnya, yaitu kurang dari 37 minggu," kata Evelyn dalam gelaran wicara daring di Jakarta, Senin.

Putri menambahkan, skrining adalah melakukan pemeriksaan untuk mendeteksi awal adanya kelainan pada bayi prematur agar orang tua bisa cepat melakukan tata laksana dari kelainan yang ada, sehingga kelainannya tidak muncul atau bisa diatasi sejak dini.

Biasanya, bayi prematur terlahir dalam kondisi yang lebih lemah dan organnya belum berkembang sempurna. Dengan demikian, bayi prematur perlu menjalani pemeriksaan skrining sedini mungkin setelah dilahirkan.

Baca juga: Dokter ingatkan pentingnya lakukan skrining pendengaran bayi

Pemeriksaan skrining bayi prematur bertujuan untuk mendeteksi apakah bayi memiliki masalah kesehatan atau berisiko tinggi mengalaminya. Jika kondisinya lemah atau bermasalah, maka bayi prematur perlu mendapatkan penanganan intensif oleh dokter anak di ruang NICU (Neonatal Intensive Care Unit).

"Program skrining bayi prematur berkembang dari waktu ke waktu, dan saat ini ada tujuh pemeriksaan skrining," kata Evelyn.

Ada tujuh jenis pemeriksaan skrining yang perlu dilakukan bagi bayi prematur. Pertama, ada pemeriksaan fungsi pada kepala bayi dengan melakukan USG kepala untuk mengetahui apakah bayi prematur mengalami gangguan pada otak (seperti perdarahan otak) atau tidak.

"Bayi yang lahir di bawah usia 28 dan 32 minggu itu utamanya (untuk skrining kepala), kalau kondisinya berat bisa sampai usia 34 minggu kita akan tetap periksakan," kata Putri.

Baca juga: Kemenkes: Kematian bayi di Indonesia lebih banyak karena prematur

Kedua, pemeriksaan untuk menilai fungsi penglihatan bayi sekaligus mendeteksi adanya Retinopathy of Prematurity (ROP) atau gangguan pada mata. Pemeriksaan mata perlu dilakukan pada bayi prematur dengan berat di bawah 1.500 gram atau memiliki kondisi kesehatan khusus sesuai anjuran dokter.

"Tidak seluruh bayi diperlukan skrining untuk mata, umumnya untuk bayi di bawah 32 minggu atau di bawah 1.500 gram, atau seandainya dokter yang merawat mengatakan bahwa skrining mata perlu dilakukan," kata Putri.

Ketiga, pemeriksaan skrining fungsi tiroid pada bayi prematur. Hal ini dilakukan agar bayi yang mengalami masalah kesehatan hipotiroid kongenital/bawaan dapat segera ditangani oleh dokter.

Keempat, pemeriksaan fungsi jantung dengan melakukan USG jantung. Pemeriksaan tersebut dilakukan pada bayi prematur sesuai indikasi dan jadwal yang ditentukan.

Baca juga: Asupan vitamin D bagi ibu hamil cegah keguguran hingga bayi prematur

Kelima, pemeriksaan ginjal untuk mendeteksi adanya tumpukan kalsium pada ginjal. Pemeriksaan ginjal juga diperlukan untuk mendeteksi risiko kesehatan lain yang mungkin terjadi pada organ tersebut.

"Semakin muda usia kehamilan saat lahir, risiko terjadinya penumpukan kalsium di ginjal semakin tinggi, jadi kita perlu melakukan USG ginjal setidaknya sekali sebelum bayi keluar dari rumah sakit," kata Evelyn.

"Kalau terdeteksi adanya tumpukan kalsium di ginjal, kita harus memastikan tumpukan kalsiumnya tidak bertambah atau berkurang, dan fungsi ginjalnya tetap baik," sambungnya.

Keenam, pemeriksaan untuk mengetahui adanya penyakit mineral tulang atau Osteopenia of Prematurity (OOP). Skrining ini dilakukan pada semua bayi prematur untuk mendeteksi adanya masalah kesehatan tulang pada bayi.

Baca juga: Dokter anak: Tidak benar stigma anak lahir prematur cenderung bodoh

Ketujuh, pemeriksaan anemia prematurity atau anemia pada bayi prematur. Hal ini dilakukan untuk mencegah anemia atau kurang darah pada bayi.

"Ada juga skrining untuk pendengaran, ini sebenarnya bayi cukup bulan juga dilakukan skrining tersebut, selambat-lambatnya umur 3 bulan," kata Putri.

Skrining tersebut umumnya berupa tes pendengaran pada bayi yang mencakup Otoacoustic Emission (OAE). Ada juga tes pendengaran Brain Evoked Response Audiometry (BERA) untuk memeriksa fungsi pendengaran bayi prematur.

Lebih lanjut, Putri mengatakan bahwa orang tua juga perlu mengisi buku KIA bayi kecil dari Kemenkes yang akan diberikan setelah bayi lahir. Orang tua juga bisa mendapatkan bentuk elektronik buku tersebut dengan mengunduhnya di laman situs resmi Kemenkes.

Baca juga: Cukupi kebutuhan dasar agar pertumbuhan bayi prematur optimal

Buku KIA bayi kecil berisikan informasi, pelayanan dan perawatan kesehatan bayi kecil. Buku tersebut juga berisi edukasi dalam melakukan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan bayi kecil yang dapat dilakukan oleh orang tua.

"Pada prinsipnya, semakin kecil bayi prematurnya, semakin kecil berat lahirnya, (maka) semakin lengkap skrining yang dibutuhkan," kata Putri.

"Tanya dulu ke dokternya apakah (beberapa) skrining itu perlu dilakukan," katanya mengakhiri gelaran wicara.

Baca juga: Cermati masa kehamilan sampai kanak-kanak untuk tekan risiko penyakit

Pewarta: Vinny Shoffa Salma
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2024