Sekolah filologi adalah program yang sangat unik dan harus dilanjutkan
Mataram (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memandang program sekolah filologi Museum Negeri Nusa Tenggara Barat menjadi harapan baru dalam pelestarian naskah-naskah kuno untuk memperkaya pengetahuan budaya masyarakat.

"Sekolah filologika melahirkan filolog-filolog yang sangat bisa membantu Museum NTB mengeksplorasi dan mengkaji naskah-naskah kuno," kata Peneliti Pusat Riset Manuskrip, Literatur, dan Tradisi Lisan BRIN Rakhmad Idris dalam keterangan di Mataram, Senin.

Pada 1 November 2024, Museum NTB mewisuda 11 orang peserta sekolah filologi angkatan ke-4 dalam tajuk 'Melestarikan Khazanah Literasi Tradisi'. Mereka terdiri atas mahasiswa, dosen, dan masyarakat umum.

Wisuda menandai pencapaian penting bagi para peserta yang telah menyelesaikan pelatihan intensif di bidang filologi, studi tentang manuskrip kuno, serta kajian naskah-naskah tradisional.

Rakhmad mengatakan BRIN mendukung pengembangan kajian naskah kuno di Indonesia, terutama di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) yang memiliki kekayaan naskah tradisional dengan nilai historis dan budaya yang sangat tinggi.

Baca juga: BRIN teliti manuskrip kuno yang dikoleksi Museum NTB
Baca juga: Perpusnas buat 100 judul komik dari naskah kuno sasar pembaca muda


"Sekolah filologi adalah program yang sangat unik dan harus dilanjutkan," ucapnya.

Sekolah filologika adalah program yang diselenggarakan oleh Museum NTB untuk melestarikan naskah kuno. Program itu pertama kali dibuka pada tahun 2021 dan berlangsung hingga kini yang bertujuan menumbuhkan kecintaan masyarakat terhadap budaya membaca naskah-naskah kuno.

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTB Aidy Furqan menuturkan sekolah filologika sebagai upaya edukasi dan pelestarian budaya kepada generasi muda, sehingga museum tidak sekadar menjadi tempat peninggalan sejarah dan budaya.

Museum NTB memiliki koleksi naskah lontar berjumlah 1.275 sementara koleksi filologika (campuran) berjumlah 1.361 yang berbahan lontar, kayu, bambu, kertas tradisional (deluang), dan logam.

Naskah-naskah kuno yang dipelajari dalam sekolah filologika angkatan ke-4 tahun 2024 ini ditulis dalam aksara Jejawan atau Jawa Sasak yang berbahasa Jawa Madia, Sasak, dan Bali.

Media tulis dalam naskah tersebut berupa daun lontar dan pisau pangot yang ditulis dengan cara digores dengan sistem penulisan rectoperso (bolak-balik). Dalam satu lempir terdiri atas empat baris bagian muka dan empat baris bagian belakang.

Naskah itu biasanya berisi cerita atau ajaran agama atau petuah yang ditulis menggunakan aturan tembang atau puisi, seperti Dangdanggula, sinom, Asmarandana, Pangkur, Mas Kumambang, Durma, dan lain-lain.

Kepala Museum NTB Ahmad Nuralam mengatakan sekolah filologika sebagai upaya pihaknya untuk membekali generasi muda dengan keterampilan dan pengetahuan filologi agar mereka mampu melakukan kajian, penerjemahan, serta menyampaikan isi dari naskah kuno kepada masyarakat.

"Kami berharap lulusan sekolah filologika ini dapat menjadi pelopor dalam pelestarian manuskrip dan naskah kuno yang ada di NTB, karena naskah kuno adalah salah satu bukti nyata sejarah peradaban kita yang harus terus dijaga," pungkas Nuralam.

Baca juga: Tujuh naskah kuno direkomendasikan sebagai ingatan kolektif nasional
Baca juga: Perpustakaan UI juara 1 setelah manfaatkan AI untuk olah naskah kuno

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024