Konferensi ini ditutup dengan pembacaan deklarasi kesepakatan Dhabt Asia-Anatolia di Masjid Al-Fatih, tepatnya di serambi atas yang menghadap peristirahatan Sultan Abdul Hamid II, Sultan terakhir Dinasti Ottoman.
"Kesepakatan ini merupakan langkah besar dalam memastikan Al Quran terjaga keasliannya dan memberikan kemudahan bagi umat di berbagai wilayah," ujar Mantan Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Al Quran (LPMQ) Kementerian Agama (2015-2022) sekaligus Sekretaris Baznas Muchlis M. Hanafi yang hadir dalam konferensi tersebut, Senin.
Konferensi tersebut menghadirkan para ulama Al Quran dari tiga negara Turki, Indonesia, dan Pakistan. Selain Muchlis, pakar qira'at asal Indonesia Ahsin Sakho Muhammad juga turut hadir.
Muchlis menjelaskan selama ini, sistem dhabt (tanda baca; titik, harakat/syakal, dll) yang dominan dalam penulisan mushaf Al Quran adalah dhabt masyariqah (gaya Timur) dan dhabt magharibah (gaya Barat), yang berkembang sesuai kebutuhan masyarakat Muslim di kawasan tersebut.
Dhabt masyariqah digunakan luas di Timur Tengah dan sebagian Asia Tenggara (Malaysia, Brunei) yang mengikutinya. Sedangkan dhabt magharibah banyak digunakan di Afrika Utara (seperti Maroko Tunisia, Aljazair, dan wilayah Afrika lainnya).
Salah satu perbedaan yang mencolok, dalam sistem dhabth magharibah huruf qaf ditulis dengan satu titik di atasnya, sementara fa dengan satu titik di bawah.
Perbedaan ini adalah salah satu bentuk adaptasi untuk membantu masyarakat Muslim setempat dalam membaca Al Quran dengan benar sesuai dengan gaya penulisan yang mereka kenal.
Anatolia, atau yang dikenal sebagai wilayah Asia Kecil (sekarang bagian besar dari Turki), merupakan wilayah strategis yang selama berabad-abad menjadi jembatan peradaban antara Timur dan Barat.
Masyarakat Anatolia yang mayoritas berbahasa non-Arab menghadapi tantangan tersendiri dalam membaca Al Quran. Demikian pula di sebagian besar kawasan Asia seperti India, Pakisatan, Indonesia dan lainnya, sehingga diperlukan sistem dhabt yang memberikan kemudahan bagi mereka dalam melafalkan ayat-ayat suci.
Untuk memenuhi kebutuhan ini, konferensi mencetuskan “dhabt Asia-Anatolia” sebagai tambahan pada sistem yang ada.
Dhabt Asia-Anatolia dirancang dengan tanda baca yang disesuaikan agar lebih memudahkan pembaca Al Quran non-Arab, seperti penambahan tanda nun kecil pada kata-kata khusus seperti khairanil washiyyat, tanda saktah, isymam, dan simbol lainnya yang memandu mereka melafalkan bacaan dengan benar.
Sistem ini diharapkan dapat memfasilitasi komunitas Muslim di kawasan Asia dan Anatolia yang semakin berkembang dan semakin membutuhkan mushaf dengan standar penulisan yang mudah dipahami.
Kesepakatan ini akan menjadi landasan bagi implementasi dhabt Asia-Anatolia di wilayah terkait dan mendukung standarisasi mushaf yang memudahkan umat Muslim di kawasan tersebut.
Sistem dhabth ini pertama kali akan diterapkan dalam penulisan 19 jenis riwayat bacaan Al-Qur’an dalam Mushaf al-Ummah yang diketuai Prof. Dr. Syeikh Ahamd Isa al-Ma`sharawi.
Setelah tidak lagi menjabat sebagai Kepala LPMQ, Muchlis Hanafi aktif sebagai anggota Komite Mushaf al-Ummah bersama para ulama dunia Islam lainnya, untuk menyusun Mushaf Al-Quran dengan 20 riwayat bacaan, yang ditulis dengan tiga bentuk dhabt; masyariqah, magharibah, dan Asia-Anatolia.
Baca juga: Kemenag bagikan ribuan mushaf Al Quran dan buku Islam gratis pada MTQN
Baca juga: LPMQ Kemenag kenalkan empat mushaf standar, termasuk Al-Quran braille
Baca juga: Kemenag lantik 17 Pentashih Mushaf Al Quran
Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2024