Jakarta (ANTARA News) - Sekitar 2,1 juta orang guru SD sampai SLTA Negeri dan swasta akan mendapat tunjangan fungsional mulai Januari 2007 dari pemerintah, kata Dirjen Peningkatan Mutu Pendidikan Tenaga Kependidikan (PMPTK) Depdiknas Fasli Jalal. "Depdiknas menganggarkan Rp2,4 triliun untuk pemberian tunjangan fungsional kepada 2,1 juta orang guru pada APBN 2007," katanya menjawab pers di Jakarta, Jumat petang. Di sela-sela peluncuran buku "Membangun Profesionalitas Guru" yang ditulis Asrorun Ni`am Sholeh, dosen UIN Jakara itu, Fasli menyatakan optimistis bahwa DPR akan menyetujui usulan pemberian tunjangan fungsional sebesar Rp2,4 triliun kepada 2,1 juta orang guru. Menurut Fasli, UU No 14/2005 tentang Guru dan Dosen telah mengamanatkan kepada pemerintah untuk memberikan tunjangan fungsional dan profesi kepada para guru baik berstatus PNS maupun non-PNS guna meningkatkan kesejahteraan dan kualitas pendidikan di Indonesia. Anggaran Rp2,4 triliun terbagi atas Rp1 trilun untuk pemberian tunjangan fungsional bagi 500.000 orang guru swasta yang masing-masing guru menerima Rp200 ribu per bulan dan dana Rp1,4 triliun untuk tunjangan fungsional 1,6 juta orang guru PNS yang masing-masing guru minimal menerima Rp200 ribu per bulan. "Idealnya besarnya tunjangan fungsional sesuai kebutuhan hidup minimum para guru, namun karena kemampuan anggaran pemerintah belum memungkinkan, sehingga secara bertahap besaran tunjangan fungsional guru akan ditingkatkan," katanya. Sementara itu, penulis buku tersebut Asrorun menyambut baik langkah pemerintah yang telah mewujudkan amanat UU No 14/2005 tentang Guru dan Dosen dengan memberikan tunjangan fungsional bagi setiap guru negeri maupun swasta sebesar Rp200 ribu per bulan. Dia berharap, pemerintah segera melakukan sertifikasi kepada para guru, sehingga para guru yang dinyatakan lulus dan memiliki sertifikasi kompetensi tertentu mendapat tunjangan profesi yang besarnya sesuai kebutuhan hidup minimum. "Melalui peningkatan kesejahteraan dan kompetensi guru dalam bertugas diharapkan dapat meningkatan kualitas pendidikan dan menghasilkan lulusan pendidikan yang mampu bersaing di era global," kata staf ahli Komisi X DPR itu. Asrorun mengakui buku yang ditulisnya setebal 222 halaman itu merupakan dokumen historis dan penelitian kronologis lahirnya UU No14/2005 sehingga mungkin kurang layak dinilai sebagai buku yang bersifat akademik-ilmiah. Dia menyatakan optimistis bahwa buku tersebut akan dapat memberikan kontribusi khususnya bagi kalangan akademis, untuk menjadi bahan pengkajian lebih lanjut tentang UU Guru dan Dosen.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006