"Kami tetap memantau aktivitas Gunung Lamongan seiring dengan aktivitas kegempaannya yang meningkat," kata Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Lumajang Yudi Cahyono saat dikonfirmasi per telepon di Lumajang, Sabtu malam.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melaporkan terjadinya peningkatan signifikan gempa tektonik lokal di kompleks Gunung Lamongan dalam siaran pers yang diterbitkan pada 2 November 2024.
"Kami akan mensosialisasikan informasi PVMBG itu kepada masyarakat dan mengimbau kepada warga di sekitar kaki bukit Gunung Lamongan untuk mewaspadai guncangan gempa akibat pergerakan patahan aktif," tuturnya.
Selain itu, lanjut dia, BPBD Lumajang juga mengimbau kepada para pendaki yang melakukan pendakian di Gunung Lamongan untuk melakukan koordinasi dengan pihak terkait untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan seiring dengan peningkatan aktivitas gempa tektonik lokal.
Baca juga: Aktivitas kegempaan di Gunung Lamongan Jatim meningkat hingga 82 kali
Sementara Kepala Badan Geologi Muhammad Wafid dalam siaran persnya mengatakan bahwa PVMBG mencatat jaringan seismik Gunung Lamongan merekam gempa tektonik lokal sebanyak 13 kali di bulan Agustus, 9 kali di bulan September, dan 19 kali di bulan Oktober 2024.
Pada 1 November 2024 terjadi peningkatan kejadian gempa tektonik lokal hingga mencapai 63 kali dan gempa terjadi dengan magnitudo durasi (Md) antara 0,5-2,4.
"Berdasarkan hasil pemantauan visual dan instrumental, aktivitas vulkanik Gunung Lamongan masih berada pada Level I (Normal), namun masyarakat diminta mewaspadai goncangan gempa akibat aktivitas patahan aktif yang berpotensi menyebabkan retakan tanah," katanya.
Ia menjelaskan perkembangan terakhir aktivitas Gunung Lamongan periode 1 Oktober-1 November 2024 menunjukkan gunung api terlihat jelas hingga tertutup kabut. Asap kawah tidak teramati. Cuaca cerah hingga hujan, angin lemah hingga kencang ke arah utara dan timur.
"Kegempaan Gunung Lamongan terdiri dari 82 kali gempa Tektonik Lokal dengan amplitudo 7-45 mm, S-P 1,5-36 detik dan lama gempa 13-62,26 detik, dan 38 kali gempa tektonik jauh," katanya.
Mengenai potensi yang mungkin timbul akibat adanya peningkatan kegempaan itu, Wafid mengatakan potensi bahaya saat ini adalah berupa goncangan gempa akibat pergerakan patahan aktif yang berada di kompleks Gunung Lamongan yang dapat menyebabkan terjadinya retakan tanah.
Erupsi Gunung Lamongan terakhir terjadi pada bulan Februari 1898 yaitu berupa erupsi dahsyat di suatu titik yang menghasilkan bukit baru (Gunung Anyar). Setelah itu, aktivitas di kompleks Gunung Lamongan berupa peningkatan aktivitas kegempaan lokal yang menyebabkan terjadinya retakan tanah yang terjadi pada tahun 1925, 1978, 1985, 1988, 1989, 1991, 2005, dan 2012.
Baca juga: Murid SMK hijaukan Gunung Lamongan
Baca juga: Warga dilarang beraktivitas dalam radius 4 kilometer dari Gunung Ibu
Pewarta: Zumrotun Solichah
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2024