Pernyataan itu dikeluarkan Turk pada peringatan Hari Internasional untuk Mengakhiri Kekebalan atas Kejahatan terhadap Jurnalis yang jatuh pada 2 November.
Dia menekankan bahwa jurnalis " adalah mata dan telinga dunia yang sedang membara, dan suara para korban yang sedang mengalami krisis.”
Turk mengatakan serangan terhadap jurnalis semakin meningkat, dan mereka "dibunuh, disiksa, diintimidasi, dipenjarakan, dan dibungkam -- dari Gaza dan Ukraina hingga Sudan, Myanmar, dan seterusnya."
"Pada 2023, 71 jurnalis dan pekerja media terbunuh, lebih dari 300 dipenjarakan," ungkapnya, seraya menambahkan bahwa perempuan jurnalis "biasanya menjadi target pelecehan melalui dunia maya yang dapat meningkat menjadi kekerasan fisik."
“Khususnya, konflik yang menghancurkan saat ini telah menjadikan Timur Tengah sebagai salah satu tempat paling berbahaya bagi jurnalis, yang mengakibatkan jumlah korban yang mengkhawatirkan di kalangan pekerja media,” kata Turk, menyesalkan.
"Jumlah korban di kalangan jurnalis Palestina sangat tinggi. Mereka seharusnya mendapat perlindungan yang jauh lebih baik."
Kekebalan hukum atas serangan terhadap jurnalis “melemahkan keadilan,” dan lebih dari “delapan dari sepuluh pembunuhan jurnalis tidak dihukum,” katanya.
Turk mendesak pemerintah berbuat lebih banyak “untuk mencegah serangan, melindungi jurnalis, dan mengadili mereka yang bertanggung jawab.”
Sumber: Anadolu
Baca juga: PBB sesalkan tindakan Israel yang targetkan jurnalis di Gaza utara
Baca juga: Empat jurnalis kembali gugur di Gaza, totalnya jadi 147 orang
Ribuan warga Palestina hadiri pemakaman wartawati Al Jazeera
Penerjemah: Yoanita Hastryka Djohan
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2024