Pemerintah menekankan dalam penyelamatan Sritex tidak memberikan skema dana talangan (bailout)
Jakarta (ANTARA) - Senin 21 Oktober menjadi momen yang tak diduga oleh para pekerja perusahaan tekstil PT Sri Rejeki Isman (Sritex).
Pasalnya perusahaan tekstil dan produk tekstil (TPT) terbesar di Asia Tenggara yang telah berdiri selama 58 tahun itu dinyatakan tidak bisa memenuhi kewajiban pembayaran utang kepada kreditur alias pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang.
Pailitnya Sritex tertuang dalam putusan perkara dengan nomor 2/Pdt.Sus Homologasi/2024/PN Niaga Semarang yang diputuskan Oleh Hakim Ketua Moch Ansor.
Merujuk laporan keuangan terakhir Sritex, perusahaan ini memiliki utang sebesar 1,6 miliar dolar AS atau sekitar Rp25,01 triliun. Beban utang ini terdiri dari kewajiban pembayaran (liabilitas) jangka pendek sebesar 11 juta dolar AS, surat utang jangka menengah 5 juta dolar AS, serta utang usaha 31,8 juta dolar AS.
Sementara kewajiban pembayaran jangka panjang, Sritex memiliki utang ke bank dengan akumulasi 858,04 juta dolar AS, utang kepada pihak lainnya (berelasi) 92,51 juta dolar AS, serta obligasi sebesar 371,86 juta dolar AS.
Sedangkan kerugian yang ditanggung Sritex sampai dengan Semester I 2024 mencapai Rp402,66 miliar.
Sebelum dinyatakan pailit, perusahaan ini memiliki lini bisnis industri TPT yang meliputi pemintalan, penenunan, sentuhan akhir, dan pembuatan busana.
Sebanyak 50.000 orang menggantungkan hidupnya dengan bekerja di perusahaan yang berproduksi di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah tersebut.
Artinya, dengan disematkannya titel pailit ke Sritex, perusahaan tersebut tidak bisa melakukan aktivitas niaga apapun, sehingga mau tidak mau bakal melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada para karyawan.
Meski demikian, Manajemen Sritex sudah mengajukan penolakan atau kasasi terkait putusan pailit yang dikeluarkan oleh PN Niaga Semarang.
Pengajuan kasasi itu dilakukan oleh pihak manajemen sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan kepada para kreditur, pelanggan, karyawan dan pemasok, serta berkomitmen untuk melunasinya.
Disampaikan manajemen, Sritex membutuhkan dukungan pemerintah agar tetap memberikan kontribusi terhadap pemajuan industri teksil dalam negeri.
Isu pailitnya Sritex menarik perhatian Presiden Prabowo, saat melakukan Retreat Kabinet Merah Putih di Magelang, dirinya langsung memerintahkan menteri terkait yakni Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasmita, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli, Menteri BUMN Erick Thohir, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk segera melakukan tindakan guna mengamankan para pekerja Sritex.
Keseriusan pemerintah
Seminggu kemudian, yakni Senin, 28 Oktober, Komisaris Utama Sritex Iwan S Lukminto bertemu dengan Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita.
Di pertemuan tersebut dirinya memberikan penjelasan mengenai alasan perusahaan tekstil besar itu bisa dinyatakan pailit, serta membahas langkah besar dengan pemerintah untuk memastikan Sritex tetap beroperasi.
Pemerintah sudah menyiapkan dua opsi, opsi pertama yakni ketika kasasi yang diajukan oleh Sritex dikabulkan oleh Mahkamah Agung, dan opsi kedua yakni ketika kasasi yang diajukan oleh perusahaan tersebut ditolak.
Nantinya dari kedua opsi tersebut langkah yang diambil oleh pemerintah akan berbeda, namun tetap dengan tujuan yang sama yakni memastikan perusahaan Sritex tetap beroperasi, dan para karyawan tetap bekerja.
Dari dua kemungkinan tersebut, pemerintah memiliki komitmen yang sama yaitu bagaimana tenaga kerja itu diselamatkan, kata Menperin.
Pemerintah menekankan dalam penyelamatan Sritex tidak memberikan skema dana talangan (bailout) untuk perusahaan ini, melainkan mengedepankan hal yang sudah disepakati dalam homologasi yakni salah satunya dengan melakukan restrukturisasi perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara tersebut.
Selain itu, dari pihak Sritex mengajukan agar pemerintah turut merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Pengaturan Impor.
Hal itu karena beleid tersebut memberikan kelonggaran masuknya barang impor tekstil dan pakaian jadi ke pasar domestik, sehingga menggerus daya saing dan utilisasi perusahaan ini.
Saran tersebut langsung disikapi oleh Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian dengan segera melakukan pembahasan terkait langkah yang akan diambil terhadap regulasi itu.
Di hari yang sama, Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer Gerungan mengunjungi pabrik produksi Sritex di Jawa Tengah. Kedatangan Wamenaker tersebut mengukuhkan keseriusan pemerintah untuk menjaga keberlangsungan para pekerja.
Isak tangis tak terbendung dari para karyawan ketika Wamenaker menyatakan pemerintah akan menjamin bahwa perusahaan Sritex bakal tetap beroperasi dan tidak ada karyawan yang di PHK.
Akses zona berikat
Selain opsi langkah yang sudah disiapkan sambil menunggu putusan kasasi, pemerintah juga mengambil langkah cepat dengan memberikan akses izin kepada Sritex untuk tetap bisa mengakses zona berikat (Bonded Zone).
Zona tersebut merupakan suatu kawasan dengan batas wilayah pabean Indonesia yang di dalamnya berlaku ketentuan khusus terkait tata niaga internasional.
Sederhananya zona ini merupakan wilayah yang krusial bagi suatu perusahaan untuk bisa melakukan transaksi ekspor-impor, karena sebelum dilakukan pengiriman, produk-produk yang diproduksi masuk terlebih dahulu di wilayah berikat.
Meski sudah dinyatakan pailit, Sritex tetap diberikan izin untuk mengakses zona ini, hal itu karena pemerintah ingin memastikan bahwa perusahaan tetap bisa mengirimkan produknya ke luar negeri, dan tetap bisa mengakses untuk mendapatkan bahan baku produksi.
Hal ini semata-mata dilakukan untuk memastikan perusahaan tetap beroperasi seperti biasa dan tidak melakukan PHK.
Pemberian izin tersebut dilakukan oleh pihak Bea Cukai namun dengan catatan manajemen Sritex berada di bawah pengawasan para kurator yang sudah ditunjuk oleh PN Semarang.
Selain menjamin perusahaan Sritex tetap beroperasi dengan diberikannya akses zona berikat, hal ini turut menjaga citra Indonesia ke para konsumen Sritex di luar negeri agar tetap percaya terhadap produk buatan Indonesia.
Siasat cepat pemerintah untuk mengamankan Sritex menjadi sebuah langkah yang tepat, mengingat Presiden Prabowo dalam Astacitanya menginginkan untuk membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi masyarakat Indonesia.
Sehingga dengan tetap menjaga Sritex beroperasi, hal ini menjadi salah satu bentuk komitmen Presiden menepati visi dan misinya.
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2024