Swasembada energi yang kerap disuarakan Presiden Prabowo sangat dimungkinkan untuk dicapai yakni dengan memanfaatkan energi terbarukan terutama surya, angin, dan baterai. Ketiga energi terbarukan tersebut selama ini tidak asing serta sudah mulai dipakai secara massal.
Deon Arinaldo, Manajer Program Transformasi Sistem Energi IESR, menyebut sebagai negara yang memiliki sumber daya energi terbarukan yang melimpah dan tersebar maka pengembangan energi terbarukan di Indonesia hendaknya berbasis potensi di masing-masing daerah.
Prinsipnya, dalam pemakaian energi terbarukan tersebut adalah keberlanjutan, harga yang terjangkau, resiliensi (mudah beradaptasi), dan mendukung ketahanan energi nasional. Dalam mewujudkan hal tersebut dibutuhkan kolaborasi antara pemerintah, BUMN, dan sektor swasta sesuai dengan tugas dan peran masing-masing.
Presiden Prabowo dapat menunjukkan kepemimpinan strategis untuk membangun dan memperkuat kerja sama Selatan-Selatan melakukan transisi energi yang berkeadilan. Peran serta Indonesia dalam berbagai forum internasional baik di UNFCCC, G20, ASEAN, Belt and Road Initiative (BRI) Forum for International Cooperation, dan Indonesia Africa Forum, serta politik luar negeri bebas aktif menjadi modal bagi Indonesia untuk memimpin agenda transisi energi dan pencapaiannya di negara-negara bumi selatan (global south).
Terwujudnya kerja sama Selatan-Selatan yang intens tidak hanya berkontribusi pada upaya penurunan emisi Indonesia di sektor energi, tetapi juga mendukung transfer pengetahuan dan teknologi, serta pengembangan industri energi terbarukan domestik dan mendukung pencapaian target pertumbuhan ekonomi 8 persen lewat peningkatan investasi infrastruktur energi bersih.
Bahkan dalam ajang Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2024 yang berlangsung 4--6 November 2024, juga akan membahas perkembangan transisi energi, implikasi, peluang, dan keterkaitannya terhadap pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan data Dewan Energi Nasional (DEN), persentase bauran energi tertinggi tahun 2023 masih didominasi batu bara (40,46 persen), minyak bumi (30,18 persen), gas bumi (16,28 persen), sedangkan energi baru dan terbarukan (13,09 persen).
Persentase energi baru terbarukan (EBT) meningkat 0,79 persen sehingga menjadi 13,09 persen pada tahun 2023. Namun realisasi tersebut masih di bawah target yang ditetapkan sebesar 17,87 persen.
Pemerintah semula menargetkan bauran energi nasional sebesar 19,49 persen pada tahun 2024 dan 23 persen pada tahun 2025. Namun, kemudian direvisi menjadi 17--19 persen pada tahun 2025.
Dengan terwujudnya transisi menjadi energi baru dan terbarukan tentunya akan mendorong tumbuhnya bidang usaha baru, yang pada akhirnya bisa memacu pertumbuhan ekonomi tinggi yang dipatok Pemerintah.
Editor: Achmad Zaenal M
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024