Bandung (ANTARA News) - Bank Indonesia (BI) mengungkapkan implementasi lindung nilai pada badan usaha milik negara (BUMN) terkendala perbedaan persepsi merugikan keuangan negara yang dikaitkan dengan tindak pidana korupsi dan adanya ketidakselarasan ketentuan.
"Saat ini yang sudah melakukan lindung nilai tukar baru PT Garuda Indonesia dan PT Krakatau Steel," kata Direktur Departemen Pengelolaan Moneter BI, Edi Susianto di Bandung, Sabtu.
Ia menyebutkan sebagian besar BUMN belum melakukan hedging (lindung nilai). BUMN besar yaitu Pertamina dan PLN sedang dalam proses finalisasi infrastruktur pendukung seperti standar operasi dan prosedur (SOP), sistem, sumber daya manusia dan sebagainya.
Edi menyebutkan pada 19 Juni 2014 diadakan pertemuan antarinstansi antara lain dari BI, Kemenkeu, Kejaksaan, Kepolisian dan KPK untuk membahas masalah tersebut dan disepakati pembentukan tim. "Kamis 10 Juli lalu diadakan pertemuan perdana," katanya.
Ia menyebutkan lindung nilai merupakan suatu cara atau strategi untuk mengurangi atau meniadakan risiko keuangan baik yang timbul di sisi aset maupun kewajiban karena ketidakpastian harga terutama nilai tukar dan suku bunga.
Menurut dia, lindung nilai apat dilakukan atas risiko nilai tukar, risiko harga komoditas dan saham.
Mengenai lindung nilai risiko nilai tukar, Edi mengatakan volume transaksi valuta asing harian di Indonesia sebenarnya kurang dari lima miliar dolar AS.
Jumlah tersebut lebih kecil dibanding India yang mencapai 31 miliar dolar, Brazil 17 miliar, Thailand 13 miliar dolar AS dan Malaysia 11 miliar dolar AS.
"Namun pasar valuta asing di Indonesia termasuk paling bergejolak karena didominasi transaksi tunai," katanya.
Ia menyebutkan porsi transaksi tunai di pasar valuta domestik mencapai sekitar 70 persen sementara transaksi derivatif hanya 20-30 persen saja.
(A039/T007)
Pewarta: Agus Salim
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014