PBB (ANTARA News) - Republik Afrika Tengah secara "de facto" terpecah dengan milisi Kristen berada di bagian barat serta kelompok Seleka, yang sebagian besar Muslim, berada di timur dan mengendalikan pertambangan emas, kata pakar PBB, Jumat.

Kekerasan masyarakat Muslim dengan Kristen di negara tak berpantai dan kaya berlian itu telah menewaskan sedikit-dikitnya 2.400 warga antara Desember hingga April, kata badan itu, dengan mengakui bahwa jumlah korban tewas diduga jauh lebih tinggi karena tidak terlaporkan.

Kelompok Seleka merebut kekuasaan lebih dari setahun yang lalu, dan melakukan pelanggaran pada penduduk mayoritas Kristen yang memicu gelombang serangan balas dendam mematikan dari kelompok Kristen anti balaka, yang memaksa jutaan orang untuk meninggalkan rumah mereka.

Dalam laporan untuk Dewan Keamanan PBB yang diumumkan pada Jumat, para pakar yang memantau pelanggaran sanksi mengatakan bahwa mereka percaya jika "kelompok bersenjata, baik yang terkait dengan anti-balaka atau mantan Seleka, telah dimanipulasi dan dihasut oleh penjahat politik untuk melakukan tindak kekerasan terhadap warga sipil dan pasukan internasional dengan tujuan untuk memperkuat pengaruh para pemimpin itu dan justru membuat proses transisi tidak stabil atau mendorong perpecahan negara".

"Negara tersebut secara de fakto terpecah menjadi dua ... dengan kehadiran yang dominan kelompok yang disebut milisi anti-balaka di barat dan Seleka baru di timur," kata para pakar.

Kekerasan di Republik Afrika Tengah terus berlangsung meskipun adanya kehadiran sebanyak dua ribu tentara Prancis dan enam ribu pasukan Uni Afrika. Pada bulan April, Dewan Keamanan PBB menyetujui Pasukan Penjaga Perdamaian PBB yang diperkuat hingga sepuluh ribu prajurit dan 1.800 polisi, yang dijadwalkan bertugas pada bulan September.

"Kelompok bersenjata telah terlibat dalam perdagangan ilegal dan eksploitasi sumber daya alam, yaitu emas dan berlian," menurut laporan para pakar itu.

"Di bagian barat dari Republik Afrika Tengah, anggota anti-balaka menggali dan memperdagangkan berlian di desa-desa terpencil," katanya.

"Di sebelah timur, tentara Seleka mempertahankan dengan ketat pertambangan emas artisanal," katanya.

Pada Desember, Dewan Keamanan menjatuhkan sebuah embargo senjata pada Republik Afrika Tengah dan kemudian di bulan Mei, Dewan menjatuhkan sanksi pada mantan presiden negara itu, Franois Boziz dan dua orang lainnya yang terkait dengan konflik di negara tersebut.

"Selain dari impor ilegal dari perburuan amunisi, panel tidak mendokumentasikan pergerakan utama dari persenjataan, amunisi atau peralatan militer sejak dijatuhkannya embargo senjata," kata laporan itu.

Kelompok bersenjata terutama menggunakan senjata kecil yang beredar di dalam negara itu sebelum krisis atau yang diperoleh dari persediaan pemerintah setelah kejatuhan pasukan keamanan nasional, menurut para pakar.

(Uu.G003/B002)

Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014