Riyadh (ANTARA) - Arab Saudi ingin belajar dari China dan memperkuat kerja sama dengan negara tersebut dalam industri hijau, ungkap Menteri Keuangan Arab Saudi Mohammed Al-Jadaan di Riyadh pada Kamis (31/10).
"China memimpin dunia dalam industri hijau dan energi terbarukan. Ada banyak teknologi, seperti mobil, baterai, dan robotika, yang sedang diupayakan untuk dipelajari oleh dunia," ujar Al-Jadaan kepada Xinhua dalam sesi wawancara eksklusif di konferensi Inisiatif Investasi Masa Depan (Future Investment Initiative/FII) ke-8 yang dimulai di Riyadh pada Selasa (29/10).
"Kami sedang berupaya untuk menciptakan pendekatan yang lebih kooperatif antara kami dan China," tutur Menkeu Saudi tersebut.
Menyebut kemitraan Arab Saudi-China sebagai hal yang "strategis" dan "sangat penting," sang menteri menyatakan bahwa China adalah mitra dagang terbesar bagi Arab Saudi.
"Namun, ini tidak hanya soal perdagangan, tetapi juga teknologi, perekonomian yang lebih luas, dan budaya," ujarnya.
Sambil mengenang kunjungannya ke China pada Mei lalu, Al-Jadaan mengaku terkesan dengan "pembangunan langsung dan pencapaian signifikan yang telah diraih dalam perekonomian China," dan sangat senang dengan berbagai diskusi yang digelar oleh kedua pihak saat itu serta perjanjian bilateral yang diteken di bidang jasa keuangan dan bidang-bidang lainnya.
Fakta bahwa kedua pihak baru-baru ini mengumumkan 2025 sebagai Tahun Budaya Arab Saudi-China merupakan "penanda signifikan bahwa (kemitraan) ini tidak hanya pada level pemerintah, tetapi juga pada level masyarakat," katanya.
Al-Jadaan pun menyoroti kesamaan antara filosofi pembangunan berkualitas tinggi China dan Visi 2030 Arab Saudi, seraya menyatakan bahwa keduanya merupakan rencana jangka panjang "yang dikomunikasikan dan dilaksanakan dengan banyak dukungan dari pemerintah."
"Saya rasa China dikagumi oleh seluruh dunia dalam hal komitmen, kemampuan pelaksanaan, dan visi jangka panjang tersebut," ucapnya.
Terkait sejumlah laporan dari pihak Barat baru-baru ini yang menunjukkan bahwa perekonomian China telah mencapai puncaknya dan model pertumbuhannya kini telah lesu, menteri Arab Saudi itu tidak sependapat.
"China adalah titik yang sangat cemerlang dalam perekonomian dunia, dan dunia mengakuinya," katanya.
"Terlepas dari semua pembicaraan di media tentang perlambatannya, ekonomi China justru tumbuh 4,8 persen ... Ini merupakan salah satu perekonomian dengan pertumbuhan tercepat di tengah semua tantangan yang ada," ujarnya.
Al-Jadaan mengaku terkesan dengan "dukungan serius" dari pemerintah China terhadap perekonomian.
Paket stimulus yang diluncurkan baru-baru ini, termasuk paket stimulus dalam sektor keuangan, merupakan "penanda bahwa pemerintah bersikap responsif," tuturnya.
Dia menambahkan bahwa "mereka memahami apa yang sedang terjadi dalam perekonomian."
Di tengah meningkatnya konflik di seluruh dunia, Al-Jadaan mengaku senang Arab Saudi menjalin kerja sama dengan China "untuk memastikan bahwa tidak hanya di kawasan ini, tetapi juga secara global kami akan menghadirkan lebih banyak ketenangan dan deeskalasi demi kepentingan masyarakat kita."
Bersama institusi-institusi internasional seperti Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia, dan di bawah kerangka kerja seperti Kelompok 20 (Group of Twenty/G20), Arab Saudi dan China dapat bersama-sama berkontribusi untuk mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi oleh negara-negara Selatan, terutama bagi negara-negara berpenghasilan rendah dan negara berkembang, kata menteri tersebut.
"Kami memiliki landasan yang sangat jelas dan sama untuk memastikan bahwa kami (tidak hanya) melakukan hal yang benar bagi rakyat kami, bagi perekonomian kami, tetapi juga bagi seluruh dunia untuk memastikan kita memiliki stabilitas dan pertumbuhan," ujarnya.
Pewarta: Xinhua
Editor: Yuni Arisandy Sinaga
Copyright © ANTARA 2024