Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden Jusuf Kalla secara serius mendoakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar meraih Hadiah Nobel berkenaan dengan proses perdamaian di Nanggroe Aceh Darusalam (NAD). "Tentu kita mendoakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Kepala Negara mendapat Nobel untuk bangsa dan negara," kata Wapres Jusuf Kalla kepada wartawan di Jakarta, Jumat. Pernyataan Wapres diungkapkan menanggapi akan diumumkannya Hadiah Nobel Perdamaian pada Jumat sore. Namun, Wapres juga mengaku tidak tahu apakah Indonesia memang akan menerima Hadiah Nobel perdamaian tersebut. "Saya tidak tahu penilaiannya karena itu mereka yang menilai," kata Wapres. Sebelumnya, anggota Kongres Amerika Serikat, Robert Wexler, Kamis (14/9) di Washington, DC kembali menegaskan dukungannya terhadap pencalonan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai penerima hadiah Nobel Perdamaian 2006. Untuk kedua kalinya Robert Wexler mengirimkan surat kepada Panitia Nobel di Norwegia agar mempertimbangkan pencalonan Presiden Yudhoyono sebagai penerima hadiah Nobel perdamaian. Surat pertama dikirim pada bulan Januari tahun 2006. Dalam suratnya, Wexler mengatakan bahwa tak ada kandidat lain yang lebih layak menerima Hadiah Nobel Perdamaian selain Presiden Yudhoyono. Ia menyebutkan Yudhoyono telah berhasil menjadi mediator perdamaian antara pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), dengan terwujudnya suatu kesepakatan damai dalam bentuk nota kesepahaman (MOU) yang ditanda-tangani pada 15 Agustus 2005 silam di Helsinki, Finlandia. Peristiwa bersejarah itu mengakhiri 30 tahun konflik antara pemerintah RI dan GAM. Wexler yang berasal dari Partai Demokrat dan mewakili wilayah pemilihan Florida itu juga menekankan dalam suratnya kepada panitia Nobel bahwa kondisi negara Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Yudhoyono membaik, termasuk di bidang politik, ekonomi dan masalah kemanusiaan. Atas pencalonan meraih hadiah Nobel Perdamaian, juru bicara Presiden Yudhoyono, Andi Mallaranggeng mengatakan bahwa Presiden meletakkan pencalonan ini dalam dua konteks, yaitu pertama pengakhiran konflik yang ditandai dengan penandatanganan Nota Kesepahaman Helsinki lalu, adalah keberhasilan yang disumbangkan banyak pihak. Pihak-pihak itu, katanya, mulai dari Ketua Tim Juru Runding Indonesia, Hamid Awaluddin, Wakil Presiden Jusuf Kalla yang memiliki peran sangat besar dalam proses perundingan ini, Wakil dari GAM, Malik Mahmud dan tim rundingnya, serta mantan Presiden Finlandia, Marti Ahtisaari, yang memotori pertemuan kedua tim itu. Tidak lupa, katanya, peran besar Panglima TNI saat itu, Jenderal TNI Endriartono Sutarto. TNI saat itu dan kini memberikan dukungan signifikan terhadap pencapaian perdamaian di Aceh, selain peran konstruktifnya dalam proses demiliterisasi. Pihak lain yang berperan besar, katanya, adalah DPR, lembaga-lembaga negara, dan lembaga lain, yang dengan susah-payah turut menyusun banyak perundangan soal Aceh. Dalam pencalonan tersebut Presiden Yudhoyono, masuk dalam urutan ketiga dari sekitar 163 orang dan badan lokal serta internasional yang disebut-sebut berpeluang besar ditetapkan sebagai peraih Nobel Perdamaian 2006. Hadiah Nobel Perdamaian adalah penghargaan tingkat internasional pertama yang diberikan setiap tahun sejak tahun 1901 untuk prestasi di bidang perdamaian, kesusastraan, kedokteran, fisiologi, kimia dan fisika. Panitia Nobel di Norwegia adalah pihak yang berwenang dalam menentukan calon sekaligus memilih pemenang bagi penerima Nobel perdamaian. (*)
Copyright © ANTARA 2006