“Setiap perubahan atau revisi undang-undang harus diperhitungkan juga risiko atau dampaknya,” ucap Lia ketika dihubungi ANTARA dari Jakarta, Jumat.
Lia merujuk pada penyusunan Undang-Undang Cipta Kerja yang menggunakan metode omnibus law. Menurut dia, undang-undang tersebut kurang melibatkan kajian yang mendalam, maupun dampak jangka panjang dan jangka pendek.
Pada saat UU Cipta Kerja dibuat, kata dia, masukan masyarakat terutama buruh dan NGO lingkungan kalah dengan kepentingan industri.
“Lebih kuat kepentingan bisnis dan industri karena memang tujuan awal UU Ciptaker itu kan untuk meningkatkan ekonomi,” ucap Lia.
Oleh karena itu, ia berharap agar pemerintah melibatkan masyarakat sipil, akademisi, dan lembaga penyelenggara pemilihan umum (pemilu) dalam merevisi sejumlah undang-undang politik dengan metode omnibus law tersebut.
Selain itu, Lia juga memberi catatan penting bahwa revisi undang-undang tersebut harus dilakukan secara terbuka dan dapat dipantau oleh masyarakat.
Sejatinya, merevisi undang-undang dengan metode omnibus law merupakan langkah yang baik untuk mengintegrasikan berbagai regulasi.
Undang-undang yang tersebar, lanjut Lia, membuat koordinasi di lapangan dalam pengimplementasian undang-undangnya menjadi tumpang tindih antara satu departemen, antarkementerian, atau antara pemerintah daerah.
“Jangan mengulangi kesalahan lama, mengubah undang-undang secara terburu-buru tanpa kajian yang mendalam,” ucapnya.
Sebelumnya, Rabu (30/10), Badan Legislasi (Baleg) DPR membuka peluang untuk merevisi paket delapan UU politik lewat metode omnibus law.
Wacana itu disampaikan Wakil Ketua Baleg DPR Ahmad Doli Kurnia usai rapat dengar pendapat umum dengan sejumlah organisasi pemantau pemilu.
Doli mengatakan pelaksanaan Pemilu 2024, terutama perlu dievaluasi karena sejumlah masalahnya.
Kemudian, dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (31/10), Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyatakan akan melaporkan dahulu usulan revisi sejumlah undang-undang (UU) politik via omnibus law kepada Presiden RI Prabowo Subianto sebelum ditindaklanjuti.
Dia mengatakan pihaknya masih mengkaji dahulu apakah revisi sejumlah UU politik tersebut perlu dipaketkan via omnibus law atau sekadar revisi terbatas per UU-nya.
"Apakah perlu revisi atau tidak, di mana kalau perlu, di bagian mana yang perlu direvisi. Dan itu nanti kita sampaikan hasil dari pemerintah kepada DPR di rapat berikutnya," ujar Tito.
Baca juga: Akademisi dukung omnibus law politik guna sederhanakan regulasi pemilu
Baca juga: Mendagri akan lapor Presiden soal wacana UU Politik via Omnibus Law
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2024