Jakarta (ANTARA News) - Hasil penelitian terbaru menunjukkan orang berusia setengah baya dan lebih tua yang sangat tertekan, mengalami depresi atau bahkan mungkin hanya sinis berisiko terserang stroke.
Dalam studi itu, lebih dari 6.700 orang dewasa sehat berusia 45 sampai 84 tahun melengkapi kuesioner tentang tingkat stres, gejala depresi, perasaan marah, dan kebencian, yang merupakan ukuran pandangan sinis tentang orang lain.
Para peneliti kemudian mengikuti para partisipan selama delapan sampai 11 tahun dan melihat hubungan antara faktor-faktor psikologis ini dengan risiko orang mengalami stroke.
"Ada semacam fokus pada faktor-faktor risiko tradisional - kadar kolesterol, tekanan darah, merokok, dan sebagainya. Dan itu semua sangat penting, tapi studi seperti yang ini menunjukkan bahwa karakter psikologi juga sama pentingnya," kata salah satu peneliti studi, Susan Everson-Rose, dari Universitas Minnesota di Minneapolis, Amerika Serikat.
Pada akhir periode studi, sekitar 200 kasus stroke terjadi. Para peneliti menemukan bahwa orang dengan tingkat kesinisan tinggi dua kali lebih mungkin mengalami stroke dibandingkan dengan rekan mereka yang kurang sinis.
Para peneliti juga menemukan bahwa orang-orang dengan banyak gejala depresi 86 persen lebih mungkin mengalami stroke selama studi dibandingkan dengan orang-orang dengan jumlah gejala depresi lebih rendah.
Orang yang mengalami stres kronis 59 persen lebih mungkin kena stroke dibandingkan dengan mereka yang bebas stres.
Dalam hasil studi yang dipublikasikan dalam jurnal Stroke pada 10 Juli itu, peneliti tidak menemukan hubungan antara perasaan marah dengan peningkatan risiko stroke.
Hasil studi itu tidak berubah ketika peneliti memperhitungkan faktor-faktor risiko stroke yang sudah diketahui termasuk usia, ras, jenis kelamin, dan perilaku sehat.
Para peneliti menyatakan, temuan itu menunjukkan bahwa kondisi psikologis, yang sudah berhubungan dengan kesehatan jantung, juga berperan dalam risiko stroke.
Mereka mengatakan, belum sepenuhnya jelas bagaimana stres dan emosi negatif mempengaruhi jantung atau otak, tapi emosi terlihat punya pengaruh metabolik, hormonal dan imunitas.
Orang yang mengalami stres tingkat tinggi, gejala depresi atau kemarahan bisa mengalami perubahan pada sistem syaraf dan hormon yang pada gilirannya meningkatkan risiko mereka terhadap stroke, kata para peneliti seperti dilansir laman Live Science.
Selain itu ada kemungkinan emosi negatif mempengaruhi kesehatan karena menimbulkan peradangan.
Orang dengan tingkat stres dan depresi tinggi juga lebih mungkin melakukan perilaku hidup tidak sehat seperti merokok dan minum alkohol berlebihan, yang akan meningkatkan risiko stroke mereka.
Tapi dalam studi ini hasilnya tidak berubah ketika para peneliti memperhitungkan kebiasaan merokok dan minum alkohol, atau aktivitas fisik dan tekanan darah mereka.
Stroke terjadi ketika otak tidak mampu menerima cukup darah karena pembuluh darah pecah atau arteri tersumbat.
Di Amerika Serikat, stroke merupakan penyebab kematian utama keempat dan penyebab utama kecacatan pada orang dewasa.
Sekitar 800.000 orang di Amerika Serikat mengalami stroke setiap tahun menurut Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Amerika Serikat.
Penerjemah: Maryati
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014