"Undang-Undang Pemberantasan Aset harus segera disahkan agar bisa memberi efek jera yang lebih kepada para koruptor," ujar Faisal ketika dihubungi ANTARA dari Jakarta, Jumat.
Selain itu, dalam hal pemberantasan korupsi, Faisal menilai penting bagi pemerintah, dalam hal ini Presiden Prabowo Subianto, untuk tidak ikut campur tangan dalam tindak pidana korupsi.
Tidak ikut campurnya pemerintah dalam pemberantasan korupsi bertujuan menjaga independensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"KPK harus independen dalam pemberantasan," tambah Faisal.
Baca juga: Baleg DPR beri opsi pakai judul "pemulihan" pada RUU Perampasan Aset
Pada Kamis (31/10), Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI Ahmad Doli Kurnia menyampaikan bahwa Baleg DPR saat ini sedang menyerap aspirasi masyarakat dengan menghadirkan berbagai lembaga dan organisasi dalam rapat dengar pendapat.
"DPR RI berkomitmen membumihanguskan tindak pidana korupsi di Indonesia," katanya.
Doli memastikan bahwa Baleg DPR RI sedang membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset dan belum mengambil keputusan apa pun.
Baca juga: Pengamat minta DPR RI 2024-2029 segera setujui RUU Perampasan Aset
Selain itu, ia juga mengungkapkan terdapat opsi penggunaan judul "pemulihan" dibandingkan "perampasan" mengenai wacana munculnya RUU Perampasan Aset.
Doli mengatakan opsi tersebut perlu dikonsultasikan dengan para ahli hukum dan opsi penggunaan diksi "perampasan" juga perlu dipertimbangkan demi kebaikan negara.
Sejauh pemahamannya, wacana RUU Perampasan Aset timbul berdasarkan desakan agar DPR RI menindaklanjuti penandatanganan ratifikasi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC).
Jika diteliti, bahasa yang digunakan dalam ratifikasi UNCAC terkait hal tersebut adalah stolen asset recovery, yang menggunakan kata recovery atau pemulihan.
Baca juga: Baleg DPR sebut harus dengar Komisi III soal RUU Perampasan Aset
Baca juga: Dasco: RUU Perampasan Aset, Hukum Adat, dan PPRT sudah masuk Prolegnas
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2024