Jakarta (ANTARA) - Partai Buruh mengajukan gugatan terhadap Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) ke Mahkamah Konstitusi (MK), dengan fokus pada tujuh poin yang dianggap merugikan pekerja dan melanggar prinsip keadilan sosial bagi buruh di Indonesia.
Dalam gugatan tersebut, Partai Buruh menguraikan tujuh poin yang menjadi fokus perhatian mereka, khususnya pada klaster ketenagakerjaan seperti penghapusan upah rendah, outsourcing, kemudahan PHK, pesangon, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), hak cuti, dan tenaga kerja asing.
Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, menilai UU Ciptaker berpotensi mengurangi hak-hak pekerja dan menimbulkan ketidakpastian bagi buruh di Indonesia. Ia menekankan pentingnya fokus pada isu upah, outsourcing, dan kemudahan PHK sebagai prioritas. Said juga meminta agar aturan pesangon dikembalikan sesuai dengan ketentuan yang lama.
Mereka menyatakan bahwa sejumlah pasal tersebut berpotensi menurunkan kualitas hidup pekerja dan membuat mereka lebih rentan terhadap perlakuan tidak adil. Langkah hukum ini, menurut mereka, diambil untuk melindungi kepentingan kaum pekerja yang semakin terancam akibat adanya regulasi baru tersebut.
Lantas, apa saja tujuh gugatan yang disampaikan oleh Partai Buruh jika upaya hukum sebelumnya tidak diterima oleh Mahkamah Konstitusi? Berikut ini adalah penjelasan lengkap mengenai isu tersebut.
7 gugatan buruh terkait UU Ciptaker
1. Sistem pengupahan
Buruh menggugat kebijakan terkait pengupahan dalam UU Cipta Kerja yang dianggap mengurangi hak pekerja dalam hal penetapan upah minimum. Mereka menilai bahwa aturan baru ini tidak lagi menjamin kenaikan upah yang layak bagi pekerja setiap tahunnya, sehingga upah mereka menjadi stagnan.
2. Outsourcing
Buruh menolak pengaturan outsourcing yang diatur dalam UU Cipta Kerja, yang memperluas jenis pekerjaan yang dapat di-outsourcing. Mereka berpendapat bahwa kebijakan ini akan membuat pekerja semakin tidak memiliki kepastian kerja dan hak-hak dasar yang dilindungi.
3. Masalah PHK
Pengaturan pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam UU Cipta Kerja dinilai merugikan pekerja karena mempermudah perusahaan melakukan PHK dan memberikan kompensasi yang lebih rendah daripada aturan sebelumnya.
4. PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu)
Partai Buruh menilai bahwa aturan terkait PKWT dalam UU Cipta Kerja memperlemah hak pekerja kontrak, sehingga mereka tidak memiliki jaminan untuk diangkat menjadi pekerja tetap meskipun telah bekerja dalam jangka waktu yang lama.
5. Tenaga Kerja Asing (TKA)
Gugatan juga menyasar pada aturan yang memudahkan penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia. Buruh menilai kebijakan ini berpotensi mengurangi kesempatan kerja bagi pekerja lokal dan membuat mereka kehilangan daya saing di pasar kerja.
6. Istirahat panjang dan cuti
Dalam UU Cipta Kerja, pengaturan mengenai hak istirahat panjang dan cuti tahunan diubah. Partai Buruh mempermasalahkan hal ini karena dianggap mengurangi hak dasar pekerja untuk istirahat dan pemulihan, yang penting untuk kesejahteraan mereka.
7. Kepastian upah untuk pekerja perempuan yang menjalani cuti haid dan cuti melahirkan
Buruh juga mengajukan gugatan terkait kepastian upah untuk pekerja perempuan yang mengambil cuti haid dan cuti melahirkan. Mereka menganggap UU Cipta Kerja tidak melindungi hak-hak perempuan dalam hal ini, sehingga hak upah mereka dapat dikurangi atau dihilangkan saat menjalani cuti tersebut.
Baca juga: Mengenal UU Cipta Kerja beserta poin-poin utamanya
Baca juga: Uji materi UU Ciptaker dikabulkan MK, Partai Buruh: Keadilan masih ada
Baca juga: Ribuan buruh bakal kawal pembacaan putusan MK terkait UU Cipta Kerja
Pewarta: M. Hilal Eka Saputra Harahap
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2024