Lokasinya berada di China bagian utara, berbatasan dengan provinsi Hebei di timur, provinsi Henan di selatan, provinsi Shaanxi di barat, dan Mongolia Dalam di utara.
Pada masa kerajaan, Shanxi menjadi wilayah yang berkembang secara komersial, ekonomi dan budaya di China Utara. Salah satu Skota tertua di Shanxi yaitu Pingyao merupakan pusat finansial China bahkan menjadi kota yang melahirkan sistem perbankan pertama di China dan dihuni mayoritas orang kaya pada zaman Dinasti Ming dan Qing.
Shanxi juga dikenal dengan makanan khasnya yang unik yaitu berbagai hidangan dari mi dan cuka.
Baca juga: Mencicipi restoran China yang pernah disinggahi Soekarno tahun 1965
ANTARA berkesempatan untuk mencoba sejumlah makanan khas Shanxi di restoran Xinghua Hall di kota Beijing, China. Restoran Xinghua Hall sendiri fokus kepada konsep hidangan keluarga besar saudagar Jin, salah satu keluarga pedagang terkemuka dari Shanxi. Berikut sejumlah menu yang disajikan
1. Mi kacang hijau dingin Fenyang (汾阳绿豆旋粉)
Mi ini berwarna kuning muda dan bening, teksturnya lembut dan licin, rasanya menyegarkan. Mi tersebut berasal dari kacang hijau pilihan yang direndam dalam air bersuhu 100 derajat kemudian didinginkan dan digiling di roda gerinda sambil terus dituang air. Bubur kemudian disaring dan diferementasi selama 10 hari. Setelah menjadi bubur kemudian dicampur tepung dan mulai dipintal menjadi mi. Rasanya secara umum lembut dan ada sedikit rasa asam.
2. Daging sapi terkenal Pingyao (老字号平遥牛肉)
Daging sapi dari Pingyao terkenal sejak awal Dinasti Han Barat. Saat itu tersebar cerita "orang-orang Pingyao mulai menjual pedang untuk membeli sapi dan menjual kuda untuk membeli anak sapi. Saat ini, ada 56 perusahaan terkait industri daging sapi di Pingyao dengan lebih dari 3.000 karyawan. Daging sapi Pingyao pun empuk dan berwarna kemerahan. Daging disajikan setelah diambil langsung dari kalengnya.
Baca juga: Kuliner khas China barat daya kini banyak masuki pasar Thailand
3. Ikan cuka keluarga Qiao (乔府醋鱼)
Masakan ini adalah resep dari keluarga saudara Jin Qiao yang menjamu tamu dan teman-temannya saat festival tahun baru untuk memperlihatkan ikan yang melompati gerbang naga.
Ikan yang digunakan adalah ikan air tawar, yaitu ikan osmanthus. Ikan digoreng dalam suhu tinggi kemudian diposisikan berdiri dengan kepala bagian di bagian atas dan ekor di bawah.
Ikan goreng kemudian disiram dengan cuka tua dari Shanxi yang sebelumnya sudah direbus bersama dengan jus wortel dan bawang putih goreng dan dituangkan dari kepala ke ekor. Saat aliran cuka mengalir lancar menyiratkan keberuntungan dalam hidup dan karir para tamu seperti ikan di dalam air.
Baca juga: Jajan masyarakat China Rp7.800 triliun setahun
4. Bebek panggang melon perak musim dingin keluarga Chang dan roti wijen berongga (常家银冬瓜烤鸭 & 空心烧饼)
Salah satu dari empat hidangan khas dari restoran Xinghua Hall adalah bebek panggang yang dihidangkan dalam wadah berupa telur raksasa warna perak.
Namun pihak restoran menyebutnya sebagai melon musim dingin perak dari keluara Chang karena sebenarnya wadah tersebut menggambarkan perak sebagai mata uang kuno.
Awalnya karena para bandit merajalela pada masa lalu dan sering terjadi perampokan sehingga tidak aman membawa uang perak begitu saja, para pedagang menemukan melon musim dingin perak untuk menyembunyikan uang perak mereka.
Baca juga: Wisatawan Indonesia puji kuliner pedas dan semarak Chongqing di China
Bebek panggang dari Shanxi pun berbeda dengan bebek panggang Beijing. Bebek panggang Shanxi hanya menggunakan bebek dengan bulu putih kemudian dilakukan proses pengawetan, pengeringan dan pemanggangan yang berlangsung selama 17 jam sehingga menghasilkan daging yang renyah dan harum, empuk dan berair sedangkan kulitnya sangat renyah.
Bebek pun ditempatkan di wadah melon perak musim dingin selanjutnya dimakan dengan roti wijen berongga. Rongga di dalam roti kering tersebut dimasukkan daging bebek panggang.
5. Kaviar dari Dataran Tinggi Loess (黄土高坡上的鱼子酱)
Makanan itu adalah sejenis biji-bijian (millet) yang bila di Indonesia digunakan salah satunya untuk pakan ayam, namun di tangan koki dari Shanxi, millet tersebut dibuat menjadi semacam kaviar. "Millet" dikukus, dibekukan dan digoreng, dan pati gelatin diperas dan dihancurkan sehingga rasanya menjadi lembut dan agak kenyal sehingga dianggap oleh penduduk setempat sebagai "kaviar" dari lereng tinggi Loess.
Masakan itu juga salah satu khas pedagang Jin. Rasanya seperti beras dengan buliran yang lebih kecil, lebih renyah dan gurih karena ditambahkan berbagai bumbu dan tidak membuat gampang kenyang meski menjadi hidangan karbohidrat.
Baca juga: Berburu kuliner halal nan lezat di pusat Kota Chengdu, China
6. Tiga jenis pangsit lentera isi udang dan ikan, daging domba dan babi (金奖灯笼百花稍梅(秧草虾仁、苔蘭酱肉、羊肉、三鲜猪肉)
Disebut lentera karena kulit pangsit dibuat khusus sehingga tampak transparan yaitu dari gandum panggang warna putih dan bagian atas pangsit dibuat cantik seperti bunga plum yang mekar.
Saat dimakan, terasa kulit yang tipis tapi keras sedangkan di dalam terasa kelezatan isi dan jus segar di dalamnya dengan perpaduan merica, garam, kecap putih, jahe cincang, minyak wijen, daun bawang dan isian daging.
7. Pertunjukan pedang lebar Qinglong (青龙偃月刀)
Di restoran Xinghua Hall juga ditampilkan pertunjukan pedang lebar Qinglong yang panjangnya hampir satu meter dengan berat 14 kilogram dengan berukirkan naga. Koki menggunakan pedang lebar tersebut untuk memotong adonan mi dengan cepat sehingga mi menjadi rapi dan rata.
Baca juga: Kuliner lokal semarakkan pariwisata di Tianshui, China
Mi yang dipotong dengan golok besar itu disebut Daoxiaomian (刀削面) – Mi potong pisau, salah satu mi khas dari Shanxi. Mi ini dipotong langsung dari adonan dengan pisau tajam dan dimasak dalam air panas. Tekstur mi-nya kenyal dan disajikan dengan berbagai saus atau kuah, seringkali bersama daging, sayuran, dan rempah.
Untuk paket makan dengan menu bervariasi mulai dari makanan pembuka, makanan utama hingga penutup pengunjung perlu membayar 300 RMB (sekitar Rp660 ribu) per orang.
Baca juga: Festival udang karang ramaikan pesta kuliner musim panas China timur
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2024