Jakarta (ANTARA) - Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Digital Prabunindya Revolusi mengatakan perlu ada pendekatan secara teknis dan regulasi untuk menguatkan ekosistem media dan menekan kesenjangan media mainstream dan media yang lahir karena disrupsi teknologi.

“Pertama pendekatan transformatif, bagaimana kita melakukan konvergensi, bagaimana kita melakukan integrasi, bagaimana kita melakukan koevolusi dan seterusnya,” kata Prabu dalam webinar Forum Diskusi Denpasar dengan tema “Gelombang PHK Industri Media” yang diikuti di Jakarta, Rabu.

Pendekatan transformatif bisa dilakukan dengan banyak metode agar media mainstream (arus utama) bisa memanfaatkan disrupsi digital menjadi sebuah peluang untuk beradaptasi. Namun, pendekatan itu masih terbentur praktik yang tidak sesuai, seperti anggaran yang menggerus profitabilitas.

Baca juga: Ketua Komite: Perpres Publisher Rights ciptakan ekosistem media sehat

Prabu mengatakan di sinilah peran negara diperlukan untuk memastikan media tetap hadir dan memberikan informasi yang terverifikasi, berkualitas dan positif dalam ruang publik yang menjadi hak rakyat.

Prabu juga mengatakan pendekatan regulasi juga harus dikawal pemerintah agar negara menunjukkan keberpihakannya kepada media nasional agar tetap bisa menjalankan fungsi jurnalistiknya, salah satunya mendorong petunjuk teknis Perpres Publisher Rights.

“Kita perlu dorong agar teman-teman dari komite tersebut bisa segera membuat petunjuk teknisnya sehingga bisa bertemu antara platform dan juga media yang sudah atau akan melakukan kerjasama dengan platform,” kata Prabu.

Terobosan baru dalam hal regulasi juga perlu dihadirkan untuk memastikan agar ada keberpihakan negara pada media nasional, salah satu gagasannya adalah bagaimana agar iklan yang merupakan salah satu sumber pendapatan industri media bisa diklasifikasikan sebagai unsur Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) belanja lokal.
Prabu juga mengatakan perlu ada konstruksi ukuran baru dalam mengukur kepemirsaan karena kelahiran teknologi membuat kompetisi antarmedia tidak terelakkan. Dia menilai kompetisi adalah hal yang wajar, namun, sebaiknya tidak hanya mengedepankan unsur sensasi.

"Perlu tetap ada substansi, etika jurnalistik dan seterusnya. Dan ketika entitas media melakukan hal tersebut, mereka tetap bisa berkompetisi, mendapatkan manfaat dari kue ekonomi media,” kata Prabu.

Pewarta: Fitra Ashari
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2024