Hilirisasi maritim dan agro

Perluasan hilirisasi ke sektor maritim dan agro bukan tanpa alasan mengingat kedua sektor ini memiliki potensi pengembangan yang menggiurkan.

Seperti halnya di sektor maritim, salah satu komoditas yang potensial untuk dikembangkan di Pemerintahan Presiden Prabowo, yakni rumput laut.

Pada tahun 2023, Indonesia tercatat sebagai produsen rumput laut terbesar kedua di dunia dengan total produksi mencapai 10,7 juta ton.

Dalam 10 tahun terakhir, ekspor rumput laut kering dari Indonesia masih mendominasi pasar global, baik untuk konsumsi maupun bahan baku industri, dengan rincian ekspor produk rumput laut kering mencapai 66,61 persen, sementara rumput laut olahan, seperti karagenan dan agar-agar sebesar 33,39 persen.

Laporan The Global Seaweed: New and Emerging Market Report tahun lalu mengidentifikasi bahwa kondisi pasar global dari komoditas rumput laut baru akan berkembang pada tahun 2030, dengan diversifikasi produk turunan meliputi biostimulan, bioplastik, pakan hewan, nutraseutikal, protein alternatif, farmasi, dan tekstil.

Tak tanggung-tanggung, nilai potensi pasar dari hilirisasi rumput laut mencapai 11,8 miliar dolar AS.

Oleh karena itu, hilirisasi di komoditas tersebut bisa menjadi opsi Presiden Prabowo untuk diprioritaskan, mengingat bahan baku yang tersedia melimpah dan adanya potensi pasar yang besar.

Sementara untuk hilirisasi di sektor agro, di antaranya bakal berfokus pada peningkatan diversifikasi kelapa sawit serta olahan kakao.

Hal itu karena Pemerintah menilai angka besaran (magnitude) ekonomi berbasis kelapa sawit bisa memberikan kontribusi hingga Rp775 triliun pada akhir tahun 2024.

Ke depan, hilirisasi industri kelapa sawit diupayakan untuk menghasilkan produk turunan berupa pangan (oleofood), nonpangan (oleochemical), bahan bakar terbarukan (biofuel), hingga material baru ramah lingkungan (biomaterial).

Sementara pengembangan produk hilir minyak sawit diarahkan ke produk yang memiliki produk unggulan, seperti detergen cair, kosmetik, cat, serta farmasi yang mampu menghasilkan nilai tambah hingga 580 persen.

Selanjutnya untuk komoditas kakao, industri pengolahan sektor tersebut digadang-gadang bakal menjadi salah satu penunjang daya beli masyarakat sekaligus mendorong kesejahteraan para petani di sektor ini.

Hal itu karena dari pengolahan kakao menjadi cokelat artisan bisa meningkatkan nilai tambah 6--10 kali lipat, bahkan, apabila diolah menjadi produk farmasi seperti suppositoria, nilai tambah ekonomi yang didapat mencapai 36 kali lipat.

Melalui kebijakan hilirisasi, Presiden Prabowo menaruh harapan besar Indonesia akan menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi tinggi di atas 8 persen sekaligus mengakselerasi terwujudnya Visi Indonesia Emas.

Editor: Achmad Zaenal M

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024