Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.

Jakarta (ANTARA) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengusulkan empat rancangan undang-undang (RUU) untuk masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR RI 2025—2029 atau Prolegnas Prioritas 2025 saat rapat bersama Badan Legislasi DPR RI di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu.

Empat RUU Itu, yakni RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT), RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), RUU Masyarakat Hukum Adat, dan RUU Tindak Pidana Perdagangan Orang.

"Komnas HAM bertujuan untuk mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan HAM sesuai dengan Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, Piagam PBB, serta deklarasi universal HAM," kata Ketua Komnas HAM Atinke Nova Sigiro.

Menurut dia, sejumlah RUU itu diusulkan setelah melalui fungsi pengkajian dan penelitian setelah Komnas HAM melihat situasi kebutuhan hak asasi manusia. Usulan itu juga bisa menjadi bahan rekomendasi kepada pemerintah atau pembuat kebijakan.

Atinke memandang perlu RUU PPRT karena saat ini pekerja rumah tangga mengalami kerentanan tanpa adanya perlindungan hukum yang memadai.

Menurut dia, RUU tersebut hampir dua dekade belum disahkan oleh DPR.

Saat ini, kata dia, pekerja rumah tangga sering kali tidak diakui sebagai pekerja. Padahal, pekerja rumah tangga memiliki peran krusial dalam menjaga kelangsungan kehidupan.

"RUU PPRT juga akan mengatur mengenai perjanjian kerja antara PRT dan pemberi kerja sehingga memberi kepastian hukum dan perlindungan yang adil bagi semua pihak," kata dia.

Baca juga: Masih ada asa beri pelindungan masyarakat hukum adat
Baca juga: Komnas Perempuan minta DPR RI percepat bahas RUU PPRT


Ia mengungkapkan bahwa RUU KUHAP sangat penting karena terkait dengan prinsip-prinsip perlindungan dan penegakan hukum.

Setelah puluhan kali diuji, menurut dia, ketentuan KUHAP saat ini bertentangan dengan konstitusi dalam kaitannya dengan HAM.

"Komnas HAM memberi fokus agar undang-undang ini lebih perspektif dalam penghormatan perlindungan dan pemenuhan HAM, khususnya kepada kelompok rentan," katanya.

RUU Masyarakat Hukum Adat, lanjut dia, perlu disahkan agar penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan UUD NRI Tahun 1945 bisa mengakui dan menghormati keberadaan masyarakat adat tersebut dalam konteks HAM.

"Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban," kata dia.

Lalu usulan yang keempat adalah UU TPPO. Menurut Atinke, perlu direvisi karena pelaksanaannya belum efektif sehingga perlu diperkuat.

Selama 16 tahun undang-undang itu ada, kata dia, modus perdagangan orang makin berkembang, salah satunya muncul karena modus kejahatan secara daring atau scamming.

"Penting untuk merevisi Undang-Undang tentang TPPO karena undang-undang ini adalah bentuk komitmen negara untuk mencegah dan menangani TPPO," katanya.

Baca juga: Arsul: DPR masih bicarakan perubahan atau penggantian KUHAP
Baca juga: Komnas HAM minta DPR 2024-2029 prioritaskan RUU PPRT hingga TPPO


Sementara itu, Ketua Badan Legislasi DPR RI Bob Hasan mengatakan bahwa untuk mencapai rakyat yang sejahtera membutuhkan pembangunan hukum yang tepat, jitu, dan betul-betul bisa bermanfaat.

Bob Hasan mencontohkan bahwa RUU Masyarakat Hukum Adat yang diusulkan oleh Komnas HAM itu perlu diperjelas eksistensinya. Selain itu, urusan masyarakat adat itu bisa berkaitan dengan urusan kehutanan.

"Hutan sudah menetapkan kawasan, hutan lindung, hutan produksi, hutan adat, tetapi itu adalah sumber hayati yang berguna dan harus bermanfaat. Kalau tidak bermanfaat, salahnya adalah Pemerintah dan kembali kepada undang-undang, ini perlu belajar banyak," kata Bob.

Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2024