"Pemuda semakin rentan terpapar gagasan-gagasan ekstrem melalui internet dan media sosial, yang sering menjadi sarana bagi kelompok radikal untuk merekrut anggota baru dan menyebarkan propaganda," kata Enda dalam keterangan yang diterima ANTARA, Rabu.
Menurut Enda, saat ini kalangan anak muda merupakan pihak yang paling aktif mengonsumsi informasi dari media sosial.
Kondisi tersebut dapat menjadi buruk jika seluruh informasi yang diterima tidak disaring terlebih dahulu.
"Seseorang yang terlalu banyak menelan informasi tanpa diselaraskan dengan fokus pengembangan diri akan menyebabkan munculnya kemalasan, atau memantik berbagai persoalan kesehatan mental," kata dia.
Dalam kondisi mental yang tidak stabil, kalangan anak muda akan mudah terpengaruh dengan beragam jenis informasi, termasuk paham radikal yang mengarah ke aksi terorisme.
Untuk menangkal hal tersebut, seluruh pihak, termasuk pemerintah perlu memperkuat sosialisasi tentang media massa dan ragam jenis informasinya kepada kalangan anak muda.
Langkah tersebut dapat membuat seluruh kalangan anak muda teredukasi sehingga tidak mudah terpapar dengan ragam informasi yang menyesatkan.
Tidak hanya itu, para kalangan anak muda juga perlu memperkuat literasi tentang ideologi pancasila agar tidak terpapar dengan paham radikal.
"Upaya mengedukasi dengan berkolaborasi, bergerak bersama dengan lebih cepat, dan bisa lebih luas, dengan adanya perangkat digital,” kata Enda.
Dengan upaya tersebut, Enda yakin kalangan anak muda Indonesia akan semakin kritis dalam menerima informasi dan tidak mudah terpapar paham radikal.
Baca juga: Interaksi di media sosial harus disamakan dengan dunia nyata
Baca juga: Aktivis Medsos: Kritik adalah hak namun provokasi tidak
Baca juga: Pegiat medsos ajak "buzzer" sebarkan konten positif
Pewarta: Walda Marison
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024