Pada poin ke delapan SPAB menyebutkan adanya kewajiban sekolah untuk melakukan simulasi teratur sebanyak dua kali setahun atau lebih sering akan lebih baik
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) memastikan seluruh sekolah di Indonesia sudah memiliki Pedoman Pengurangan Risiko Bencana (PRB) demi keberlangsungan pendidikan terhadap anak.
Kepala Biro Umum Kemendikdasmen Triantoro di Jakarta, Rabu, mengungkapkan pedoman tersebut diejawantahkan dalam Program Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) yang disusun bersama dengan para ahli mitigasi bencana alam, pendidikan, dan teknik konstruksi.
Setidaknya ada tiga tujuan utama dari penyelenggaraan Program SPAB Kemendikdasmen. Masing-masing untuk meningkatkan kemampuan sumber daya di satuan pendidikan dalam menanggulangi dan mengurangi risiko bencana, melindungi investasi pada satuan pendidikan agar aman terhadap bencana, serta meningkatkan kualitas sarana dan prasarana satuan pendidikan.
"Pada poin ke delapan SPAB menyebutkan adanya kewajiban sekolah untuk melakukan simulasi teratur sebanyak dua kali setahun atau lebih sering akan lebih baik," kata Triantoro dalam seminar simposium perencanaan kontigensi menghadapi bencana gempa bumi megathrust berpresfektif anak yang diikuti secara daring itu.
Baca juga: BNPB paparkan enam pola perencanaan risiko bencana Indonesia
Ia mengungkapkan bukan hanya peserta didik, tapi semua pihak wajib dilibatkan dalam simulasi mulai dari kepala sekolah, guru, tenaga pengajar, karyawan, pedagang kantin, penjaga sekolah, orang tua peserta didik, masyarakat sekitar gedung sekolah, hingga pihak perangkat desa/kelurahan.
Keberlangsungan layanan pendidikan yang sesuai dengan karakteristik risiko bencana dan kebutuhan satuan pendidikan ditentukan pula dengan pemahaman siklus bencana yang terbagi dalam tahapan Prabencana (mitigasi, pencegahan, kesiapsiagaan), saat bencana (tanggap darurat), Pascabencana (pemulihan, rekonstruksi).
Oleh karena itu, lanjutnya, SPAB juga menerangkan kapasitas sekolah untuk merawat bangunan gedung yang ada sehingga tahan dari kerusakan akibat bencana, secara khusus bencana gempa bumi.
Menurut dia, Dinas Pendidikan di daerah patut mengawasi pemanfaatan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk pemeliharaan bangunan gedung sekolah. Hal ini penting karena medio 15 tahun terakhir Kemendikdasmen mencatat ada sebanyak 15.300 satuan pendidikan rusak terdampak gempa.
Baca juga: Kepala BNPB: Segala jenis bencana alam di dunia ada di Indonesia
Pihaknya menilai SPAB ini menjadi pijakan utama bagi Dinas Pendidikan di setiap kabupaten-kota dan provinsi untuk PRB terhadap anak. “Namun yang dibutuhkan saat ini adalah konsentrasinya, fokus PRB terhadap anak. Semua pihak sadar bahwa bencana adalah ancaman nyata dapat terjadi sewaktu-waktu dan sebagai investasi masa depan anak adalah yang paling rentan,” katanya.
Sebagai kelompok usia rentan, lanjut dia, anak-anak perlu memiliki kesiapsiagaan yang memadai. Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022 mencatat ada 88 juta anak dari total populasi Indonesia, menjadikan sekolah sebagai wahana penting untuk mendidik mereka dalam menghadapi bencana.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyoroti kerentanan anak dalam menghadapi bencana, seperti kurangnya pengetahuan, keterbatasan dukungan psikososial, serta minimnya layanan pendampingan.
Kerentanan ini berdampak serius, terbukti dari data KPAI yang menunjukkan 33 kasus perkawinan anak usia 13-17 tahun akibat bencana di Palu, Sulawesi Tengah, dan 37 kasus perdagangan anak pascabencana tsunami di Aceh.
Baca juga: BNPB: Satu dekade Pengurangan Risiko Bencana pengingat ketangguhan RI
Pewarta: M. Riezko Bima Elko Prasetyo
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2024