Kami ... menarik uang yang lusuh, yang jelek, dengan mengganti uang yang baruJaga kedaulatan negara lewat rupiah
Selama perjalanan Ekspedisi Rupiah Berdaulat di wilayah Maluku, setiap pulau mempunyai karakteristik yang berbeda satu sama lain. Namun pulau-pulau tertinggal, terdepan, terluar (3T) di wilayah Maluku memiliki kesamaan dalam aspek transaksi sehari-hari, yakni uang rupiah logam dianggap sudah tidak berlaku.
Saat kapal bertolak ke Pulau Buru untuk melanjutkan ekspedisi ke Desa Tifu, Kabupaten Buru Selatan, tim ekspedisi menemukan bahwa uang logam sudah dianggap tidak berlaku sebagai alat pembayaran.
Mama Thea (60), salah satu pemilik toko kelontong di Desa Tifu mengeluh kesulitan menggunakan uang logam, khususnya ketika bertransaksi di pasar. Hampir semua warga di pulau ini mulai mengabaikan keberadaan uang logam dalam aktivitas jual-beli. Padahal, menurut aturan resmi dari Bank Indonesia (BI), uang logam pecahan Rp50 hingga Rp1.000 masih berlaku sebagai alat pembayaran yang sah. Fenomena ini terjadi karena kurangnya pemahaman masyarakat tentang rupiah sebagai mata uang resmi yang berlaku.
Setelah mengikuti sosialisasi yang bertajuk ‘Cinta, Bangga, Paham (CBP) Rupiah’ dari Bank Indonesia, Mama Thea mengaku baru tahu jika uang logam ternyata masih bisa digunakan. Dirinya berharap setelah adanya sosialisasi tersebut, masyarakat sekitar mulai kembali menggunakan uang logam sebagai alat pembayaran sehari-hari.
“Selama ini (uang) logam hanya disimpan saja sebagai koleksi. Susah buat dibelanjakan di pasar karena tidak ada yang menerima,” ucapnya.
Dalam hal ini, sosialisasi dari Bank Indonesia mengisi celah ketidakpahaman masyarakat itu untuk menumbuhkan pemahaman utuh soal rupiah. Setelah mendapat banyak keluhan dan pertanyaan soal uang logam, Tim Ekspedisi Rupiah Berdaulat selalu memberikan edukasi bahwa semua uang, baik kertas maupun logam, tetap sah selama belum ada pencabutan resmi. Hal ini menjadi sangat penting menimbang peran rupiah di pulau terluar yang bukan sekadar alat transaksi, melainkan simbol kedaulatan negara.
Selama masyarakat di wilayah 3T masih menggunakan rupiah, simbol Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) akan tetap terjaga di daerah tersebut.
Ekspedisi Rupiah Berdaulat menjadi bukti kehadiran negara di batas terluar Indonesia, namun di balik itu, tersirat harapan bahwa suatu hari akses perbankan dan infrastruktur teknologi yang merata akan menjangkau mereka, menghubungkan masyarakat pulau dengan dunia yang lebih luas. Sampai saat itu tiba, masyarakat Pulau Geser, Pulau Buru dan pulau-pulau lain di Kepulauan Maluku tetap setia pada rupiah kartal mereka, selembar demi selembar, sebagai simbol kedaulatan dan identitas bangsa di ujung timur Indonesia.
Bagi Bank Indonesia sendiri, memperkuat kesadaran cinta terhadap rupiah tidak hanya membantu memperlancar transaksi ekonomi, melainkan juga memperkokoh rasa kebanggaan dan persatuan nasional. Sementara bagi sosok seperti Aniyah, Saleman, dan Mama Thea lebih dari itu. Uang-uang rupiah memiliki nilai sentimental – hasil dari transaksi yang menghidupkan usahanya sekaligus menyambung kebutuhan sehari-hari keluarga mereka.
Editor: Achmad Zaenal M
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024