Jakarta (ANTARA) - Penguatan permodalan dan aset perbankan syariah menjadi satu langkah penting dalam memperkokoh ketahanan dan memperluas peran perbankan syariah dalam ekosistem keuangan nasional.
Dengan permodalan dan aset yang kuat, perbankan syariah dapat meningkatkan penyaluran pembiayaan, antara lain, terhadap usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), industri halal, sektor berkelanjutan, serta mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals).
Berdasarkan data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada 2021, Indonesia membutuhkan anggaran Rp67 ribu triliun untuk pendanaan mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan hingga 2030, sementara terdapat selisih keperluan pembiayaan sekitar Rp14 ribu triliun.
Namun, skala usaha industri perbankan syariah nasional saat ini masih relatif kecil sehingga kurang kompetitif di industri perbankan nasional. Dari total 13 bank umum syariah (BUS) dan 20 unit usaha syariah (UUS) yang beroperasi di Indonesia, 11 BUS dan 17 UUS masih berada pada kelas aset di bawah Rp40 triliun dan hanya ada dua BUS dan tiga UUS memiliki aset di atas Rp40 triliun.
Di tengah dorongan terhadap peningkatan aset, beberapa BUS dan UUS sebenarnya mempunyai induk dengan kapasitas aset yang cukup besar. Oleh karenanya, dukungan optimal dari bank induk maupun pemegang saham pengendali (PSP) cukup besar dalam mendorong pengembangan anak usaha syariah agar lebih kompetitif dan mampu bersaing di industri perbankan nasional.
Guna mendukung pengembangan perbankan syariah, penguatan struktur dan ketahanan industri perbankan syariah perlu dilakukan untuk memastikan kapasitas perbankan syariah yang lebih besar dengan modal dan aset yang lebih tinggi. Hal ini dapat diwujudkan melalui strategi antara lain konsolidasi bank syariah, penguatan unit usaha syariah (UUS) melalui kebijakan spin-off, dan peningkatan efisiensi perbankan syariah melalui sinergi dengan induk.
Konsolidasi bank syariah dapat dilaksanakan, antara lain, melalui pemenuhan modal inti, merger, akuisisi, dan membentuk kelompok usaha bank (KUB) terintegrasi. Upaya tersebut bertujuan untuk meningkatkan efisiensi operasional, memperbesar kekuatan finansial, dan meningkatkan kapasitas layanan sehingga dapat memperkuat daya saing perbankan syariah.
Merujuk pada Roadmap Pengembangan dan Penguatan Perbankan Syariah Indonesia (RP3SI) 2023--2027 yang diterbitkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), konsolidasi memiliki tujuan untuk menciptakan entitas perbankan syariah yang lebih efisien dari sisi jumlah dan memiliki kapasitas yang lebih memadai, baik dari sisi modal, teknologi, dan ekspansi pembiayaan.
Konsolidasi perbankan syariah merupakan bagian dari upaya kolektif OJK untuk memperkuat ekosistem perbankan syariah. OJK mendorong konsolidasi BUS maupun bank perekonomian rakyat syariah (BPRS) dengan fokus pada integrasi rencana bisnis, evaluasi berkala, dan komunikasi intensif dengan pemangku kepentingan terkait.
Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae, konsolidasi memungkinkan bank syariah untuk menciptakan sinergi, mengoptimalkan sumber daya, dan memperkuat posisi pasar mereka.
Upaya itu akan memperkokoh fondasi bank syariah untuk bersaing dalam lingkungan ekonomi yang dinamis, menjawab tuntutan pasar yang semakin kompleks, dan juga memberikan layanan dan produk yang lebih inovatif serta beragam kepada masyarakat atau konsumen.
Melalui strategi tersebut, diharapkan dapat tercipta bank umum syariah dengan aset berskala besar dan bank perekonomian rakyat syariah yang tangguh.
Dengan demikian, ke depan bank syariah dapat bersaing secara nasional, memberikan kontribusi lebih pada pertumbuhan industri perbankan syariah, dan menciptakan fondasi yang kokoh bagi stabilitas sektor keuangan syariah di Indonesia.
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024