Jalur rempah ini ada ingatan kesedihan, genosida, dan sebenarnya enggak menyenangkan kalau kita bicara jalur rempah itu

Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI) Susanto Zuhdi menyatakan Indonesia mesti menjadi poros maritim untuk menghidupkan jalur rempah sebagai diplomasi budaya.

“Kita perlu mengubah pandangan tentang rempah sebagai strategi budaya, dan rempah itu tidak akan menjadi komoditas yang mengubah dunia tanpa ada perdagangan lewat laut, maritim, jadi bangsa ini harus ditumbuhkan lagi kebanggaan-kebanggaan itu, pada maritim, bangsa yang jaya kepada laut,” katanya dalam seminar di FIB UI, Depok, Jawa Barat, Selasa.

Ia menjelaskan jalur rempah sebenarnya memiliki catatan sejarah yang tidak menyenangkan tentang kolonialisme.

“Jalur rempah ini ada ingatan kesedihan, genosida, dan sebenarnya enggak menyenangkan kalau kita bicara jalur rempah itu, jadi kita menderita karena itu dan akhirnya muncul kolonialisme,” ucapnya.

Berdasarkan pengalaman sejarah di zaman kerajaan, Susanto menyebutkan sejatinya Indonesia pernah mengalami masa emas sebagai poros maritim dunia.

“Ada masa gemilang sebelum kita merasakan pahit getirnya rempah, saat negeri ini dibilang sebagai negeri di bawah angin, sebagai kemajuan bangsa yang menguasai perdagangan, kita pernah menjadi bandar dalam konteks yang positif, dan kalau dikaitkan dengan nama Kota Banjarmasin, misalnya, itu sebenarnya dari Bandar (dermaga) dan masih (tokoh perdagangan dari Melayu),” paparnya.

Baca juga: Rute rempah perlu dikaji dari sudut pandang ilmu pengetahuan alam

Menurutnya, Presiden Joko Widodo di awal masa kepemimpinannya pernah menjanjikan Indonesia menjadi poros maritim dunia.

“Namun, seiring berjalannya waktu, itu dilupakan lagi, dan sekarang di masa pemerintahan Presiden Prabowo, kita belum mendengar itu digaungkan, tetapi kita boleh berharap lah poros maritim ini dihidupkan kembali,” ujar dia.

Menurutnya, peradaban maritim antara Nusantara dan Melayu selama ini mengalami pemahaman yang tumpang tindih, padahal, lewat bahari, wilayah-wilayah Melayu dan Nusantara memiliki ikatan yang kuat, tetapi seiring berjalannya waktu memiliki pergeseran pengertian dari geobudaya menjadi geopolitik.

“Perlu dijelaskan secara historis, tentang Melayu dan Nusantara, serta rempah dan maritim ini, kita memiliki separated history but remaining memory (sejarah yang terpisah tetapi ingatan yang masih melekat),” paparnya.

Ia menegaskan melalui jalur rempah yang dihidupkan lewat poros maritim, Indonesia dapat memiliki nilai tawar diplomasi sejarah yang tinggi di tingkat internasional.

“Jalur rempah ini kan memberi kehangatan, kita bisa menawarkan pada dunia, ada jalan tengah yang hangat. Rempah membuat segar dan bergairah, dan untuk membangun diplomasi sejarah, kita membutuhkan gairah itu,” tuturnya.

Baca juga: BRIN paparkan bukti ilmiah jalur rempah terbentuk dari jalur bakau
Baca juga: Dekan FIB UI sebut jalur rempah dapat hidupkan interaksi antarbangsa

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024