Pemerintah yang saya pimpin nanti akan fokus untuk mencapai swasambada energiJakarta (ANTARA) - Swasembada energi menjadi salah satu topik yang ditekankan oleh Presiden Prabowo Subianto dalam pidato perdananya di hadapan parlemen setelah pelantikannya sebagai presiden pada 20 Oktober 2024.
Keinginan Prabowo untuk swasembada energi bukan tanpa alasan. Prabowo mempunyai kekhawatiran bahwa ketegangan geopolitik dan perang yang bisa terjadi kapan saja dapat mengancam pasokan energi Indonesia sehingga Indonesia harus bisa memenuhi kebutuhan energinya sendiri.
Apalagi dalam situasi krisis, negara-negara cenderung memprioritaskan kepentingan domestik mereka, termasuk dalam hal energi. Oleh karena itu, Indonesia perlu mengurangi ketergantungan pada impor energi.
"Kalau terjadi hal yang tidak kita inginkan, sulit kita dapat sumber energi dari negara lain. Karena itu, kita harus swasembada energi dan kita mampu swasembada energi," kata Prabowo.
Untuk mencapai swasembada energi, Indonesia bisa mengandalkan sumber daya alam seperti panas bumi, batu bara, dan tenaga air.
Hasil perkebunan seperti kelapa sawit, singkong, tebu, dan jagung berpotensi besar untuk diolah menjadi bahan bakar nabati pengganti minyak bumi
“Pemerintah yang saya pimpin nanti akan fokus untuk mencapai swasambada energi,” ucap Prabowo.
Dalam dokumen visi misi Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, swasembada energi, selain pangan dan air, menjadi program prioritas nomor 1 dari 17 program prioritas lainnya.
Dalam dokumen tersebut tertulis bahwa kemandirian pangan, energi, dan air merupakan syarat utama dari kedaulatan sebuah negara. Oleh karena itu, pencapaian swasembada pangan, energi, dan air harus dilakukan secara cepat dan saksama.
Dalam dokumen tersebut juga dikatakan bahwa Indonesia berpeluang menjadi raja energi hijau dunia melalui pengembangan produk biodiesel dan bioavtur dari sawit, bioetanol dari tebu dan singkong, serta energi hijau lainnya dari angin, matahari, dan panas bumi.
Pada 2029 dengan sumber daya alam yang ada, pemerintahan Prabowo-Gibran sangat optimistis program biodiesel B50 dan campuran etanol E10 dapat tercapai.
Dalam dokumen Astacira, swasembada energi akan dilakukan melalui beberapa langkah, di antaranya mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil sekaligus menjadikan Indonesia sebagai raja energi hijau dunia dalam bidang energi baru dan terbarukan dan energi berbasis bahan baku nabati (bioenergi).
Kemudian, memperbaiki skema insentif untuk mendorong aktivitas temuan cadangan sumber energi baru untuk meningkatkan ketahanan dan kedaulatan energi nasional.
Selain itu, merevisi semua tata aturan yang menghambat untuk meningkatkan investasi baru di sektor energi baru dan terbarukan (EBT), serta mendirikan kilang minyak bumi, pabrik etanol, serta infrastruktur terminal penerima gas dan jaringan transmisi/distribusi gas, baik oleh BUMN maupun swasta.
Pengembangan biodiesel
Pengembangan biodiesel yang berbasis tanaman sawit menjadi salah satu upaya yang digenjot pemerintahan Presiden Prabowo dalam mewujudkan ketahanan energi.
Indonesia saat ini telah menerapkan biodiesel B35—bahan bakar dengan komposisi 50 persen minyak kelapa sawit dan 50 persen solar. Pemerintah menyatakan bahwa Indonesia siap meningkatkan bauran biodiesel dari B35 menjadi B40 pada awal tahun 2025, serta melakukan persiapan untuk penerapan B50.
Kementerian Pertanian mengatakan bahwa Indonesia membutuhkan produksi minyak sawit mentah (CPO) sebanyak 20 juta kiloliter per tahun untuk menerapkan B50. Adapun Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat produksi minyak sawit nasional pada 2023 mencapai 51,98 juta ton atau setara 51,98 juta kiloliter.
Ketua Tim Kerja Pemasaran Internasional Direktorat Jenderal Perkebunan Kementan Muhammad Fauzan Ridha menyebutkan bahwa untuk memenuhi produksi 20 juta kiloliter diperlukan kapasitas terpasang industri biodiesel sekitar 25 juta kiloliter. Sementara itu, kapasitas terpasang industri biodiesel saat ini masih berada di kisaran 17--18 juta kiloliter.
Kementerian Pertanian, yang mendapatkan mandat di sektor hulu, menyatakan bahwa intensifikasi dan peremajaan perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan produksi CPO yang dibutuhkan sebagai bahan baku biodiesel B50.
Plt. Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Heru Tri Widarto mengatakan bahwa dengan luas perkebunan sawit Indonesia yang telah mencapai 16,8 juta hektare, potensi peningkatan produksi dinilai masih sangat besar melalui optimalisasi lahan yang ada.
Saat ini, rata-rata produktivitas sawit masih berada di angka 3 ton per hektare setara CPO. Namun, angka ini masih bisa ditingkatkan menjadi 5-6 ton per hektare melalui upaya intensifikasi dan peremajaan perkebunan sawit.
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024